Setelah kepergian Lucius, Raja Cayapata memerintahkan beberapa pasukan untuk mencari tubuh Munding Hideung. Hari demi hari berlalu, dan akhirnya tubuh Munding Hideung ditemukan "lapor Gusti kamu sudah menemukan tubuh Senopati munding hideng namun dalam keadaan yang tidak rapi, Tangan kanannya terputus dan kakinya hancur" lapor seorang prajurit yang ditugaskan mencari tubuh munding hideng, Setelah melihat mayat sahabatnya, Raja Cayapata mengadakan upacara pemakaman untuk Munding Hideung. Para rakyat dan kerajaan sekutu juga ikut berduka. Munding Hideung adalah salah satu kekuatan terkuat dari lima kekuatan kerajaan Nusantara. Upacara pemakaman dilakukan dengan banyak rakyat, raja, dan prajurit yang berkumpul untuk mengenang jasa sang tameng kerajaan. Nama Munding Hideung tertera pada batu nisan sebagai penghormatan, dan doa-doa diucapkan.
Setelah upacara pemakaman selesai, Cayapata duduk di singgasananya dengan tatapan dingin. Di ruang singgasana, ia tidak sendirian, melainkan ada para petinggi kerajaan yang lain. Cayapata ingin mendengar laporan tentang Lucius yang dikirim sebagai pasukan bantuan. Seorang prajurit yang merupakan utusan Lucius datang untuk menyampaikan pesan dari Lucius.
Dengan nada yang dingin dan tatapannya yang lebih tajam dari biasanya cayapata berkata "bacakanlah pesan dari Lucius".
"Pemimpin terhormat, Raja Cayapata. Saya, Lucius, ingin menyampaikan pesan bahwa keadaan di sini sudah cukup terkendali, dan dalam beberapa hari saya dapat kembali ke Kerajaan Nusantara," ucap utusan Lucius.
Sementara itu, Cayapata hanya mengangguk dengan tatapan dinginnya. Ia memerintahkan para petinggi lain untuk melaporkan tentang keadaan kerajaan sekarang. Mereka secara bergiliran melaporkan, dan setelah rapat selesai, mereka semua bubar dan kembali ke tugas masing-masing.
Raja Cayapata pergi ke kamarnya, di mana Pramesywari sudah menunggunya. Pramesywari mengajak Cayapata untuk mengobrol dan mengurangi kesedihan serta rasa bersalahnya.
Sementara itu, Pangeran Narapati sedang berlatih di Gunung Sinabung. Dia berlatih dengan para makhluk yang ada di sana untuk menghilangkan kesedihannya karena telah kehilangan Munding Hideung, salah satu dari tiga gurunya, bersama dengan Lucius dan Cayapata.
Para makhluk di Gua Sinabung seakan mengetahui kesedihan yang dirasakan Pangeran Narapati, dan mereka berusaha menghiburnya. Narapati merasa terhibur oleh kehadiran teman-temannya yang berusaha menghiburnya. Ia berterima kasih kepada mereka karena selalu ada di sampingnya ketika sedih. Dengan senyum manis, Narapati melanjutkan latihannya.
Setelah selesai latihan, Narapati segera kembali ke Kerajaan Nusantara. Ketika tiba di kerajaan, ia disambut oleh lima prajurit yang mengamankan garudanya. Narapati bertanya kepada salah satu prajurit, "Prajurit, di mana ayahanda berada?" Prajurit itu menjawab, "Tuan Raja sedang berada di ruang penempaan. Beliau berkata ingin membuat senjata untuk Pangeran Narapati." Mendengar ucapan prajurit tersebut, Narapati bergegas pergi ke ruang penempaan.
Sesampainya di sana, Narapati melihat ayahnya sedang membuat sebuah senjata. "Ah, anakku, kamu sudah datang. Lihatlah, aku membuatkanmu keris Garuda Tunggal Ika. Keris ini akan sempurna dengan inti Kanuraganmu," ucap Raja Cayapata. Narapati menawarkan bantuan, tetapi Cayapata menolak. Cayapata ingin membuat senjata khusus sebagai hadiah untuk putranya yang telah mencapai tingkatan pendekar sakti. Raja Cayapata meminta Narapati untuk tidur saja, karena senjata yang sedang dibuat akan segera selesai.
Narapati mengiyakan permintaan tersebut, tetapi ketika ia keluar dari pintu, ia secara diam-diam mengintip melalui celah pintu. Ia melihat proses pembuatannya sangat rumit dan sulit. Ia terus memperhatikan proses tersebut sampai ia ingat bahwa saat ini adalah hari kepulangan Lucius dari tugasnya. Narapati senang dan ingin menunjukkan senjata buatan ayahnya kepada Lucius. Ketika Raja Cayapata selesai menambahkan sentuhan terakhir, terdengar teriakan dari para penjaga yang tercekik. Suara itu muncul secara bersamaan dan membuat mereka berdua terkejut, termasuk Raja Cayapata.
Setelah mendengar teriakan tersebut, Raja Cayapata bergegas untuk memeriksa. Tepat sebelum ia keluar dari ruang penempaan, dinding belakangnya tiba-tiba ditendang oleh seorang manusia bertanduk yang diduga oleh Narapati sebagai antaga, sosok manusia iblis yang sering diceritakan oleh ayah dan ibunya. Antaga berjalan mendekat sambil berkata, "Cayapata, aku datang. Aku datang untuk mengambil tahta kerajaan ini," ucapnya dengan pelan namun menyeramkan.
"Mengambil? Jangan bercanda! Tahta ini adalah warisan dari leluhurku, dan tidak akan kuberikan padamu," jawab Raja Cayapata dengan tegas. Mendengar hal itu, Antaga menjadi kesal dan langsung menyerang Cayapata dengan tinjunya, namun serangan itu dapat dihalau menggunakan keris yang baru saja dibuat.
Serangan Antaga terlalu cepat, dan satu pukulannya mengenai dada Cayapata, menghempaskannya ke tembok. Cayapata terbatuk-batuk darah, namun tiba-tiba terdengar seseorang yang merapalkan mantra suwuk. Itu adalah Pramesywari Gayatri, yang turut membantu dalam pertarungan melawan Antaga.
"Apa ini? Sekarang adikku bahkan melawanku," ucap Antaga kepada Pramesywari. "Najis sekali menjadi adik dari seekor iblis bertopeng manusia," jawab Pramesywari. Raja Cayapata yang telah sembuh kembali menyerang Antaga menggunakan keris yang baru ia buat untuk narapati, tetapi serangannya dapat ditangkis dengan mudah dan bahkan dibalas oleh Antaga.
Setelah beberapa saat, terlihat bahwa Raja Cayapata dan Pramesywari sudah kelelahan melawan Antaga. "Adik iparku pasti sudah kelelahan, sedangkan kau, adikku, pasti sudah kehabisan mana, karena kalian sudah menolak untuk kembali menjadi keluargaku, maka berkumpullah bersama yang lain di N-E-R-A-K-A," ucap Antaga sambil mendekati mereka berdua dan mencoba mencekik mereka.
Pada saat itu, Narapati ingin menolong kedua orangtuanya, tetapi mereka menyuruhnya pergi. Tentu saja, Narapati tidak akan pergi. Awalnya, ia ingin membantu kedua orangtuanya, tetapi Lucius mendekapnya dari belakang dan membawanya pergi. Saat dalam perjalanan, Narapati mendengar kata-kata Raja Cayapata yang terputus-putus, "Merah dan putih... dianggap sebagai yang terkuat... namun hitam... merupakan yang tak terkalahkan... sang Garuda dengan bulu emas... dan mata hitam... legam di dahinya."
"Kamu berbicara apa, dasar orang gila!" ucap Antaga kepada Cayapata. Setelah itu, Antaga langsung memusnahkan Cayapata dan Pramesywari.
Lucius masih menggendong Narapati dan mereka pergi menjauh dari kerajaan dengan niat pergi ke tempat mereka sebelumnya sebelum Lucius mengabdi pada kerajaan.
Sementara itu, Antaga berkata, "Hmm, akhirnya tahtaku, mahkota ini HAHAHAHAHA." Antaga menggunakan mahkota milik Raja Cayapata dan duduk di singgasana raja. Seketika, mahkota dan singgasananya berubah bentuk melambangkan kesengsaraan. Kerajaan yang tadinya hijau juga berubah menjadi tandus. Para rakyat yang menyadari kembalinya Antaga dan kematian raja yang bijaksana mulai merasa sedih dan berduka.
Pada saat itu, Lucius berlari membawa Narapati secepat mungkin agar tidak ditangkap oleh pasukan Antaga. Tiba-tiba, di depan mereka muncul pasukan kerajaan yang menghadang. Ada yang berbeda dari mereka, matanya berwarna merah pekat. Lucius yang menyadari hal tersebut segera menurunkan Narapati dan mengeluarkan tombaknya "maaf tapi pangeran harus tetap selamat". Lucius membunuh mereka semua, dan tampak air mata keluar dari matanya yang kiri.
Kemudian, ia membawa Narapati melarikan diri melalui hutan yang lebat sampai akhirnya mereka tiba di sebuah pohon besar. Di depan mereka, terdapat sebuah rumah yang cukup sederhana. Lucius pun mengajak Narapati masuk...
------BERSAMBUNG----
༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ༎ຶ‿༎ຶ
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments