NovelToon NovelToon

kingdom of the nusantara

prolog

Di sebuah kerajaan bernama Nusantara, ada seorang raja bernama Cayapata. Dia merupakan raja yang adil dan kuat, selalu menjaga rakyatnya dan tidak pernah takut pada musuhnya. Ia selalu mengayomi dan menjaga rakyatnya. Musuh yang melihatnya akan langsung gentar dan lari terbirit-birit. Rakyat yang mengikutinya akan aman dan sejahtera. Dia tidak pernah lupa akan sumpahnya untuk melindungi kerajaan Nusantara.

Di dalam kerajaan Nusantara, terlihat seorang raja yang sedang rebahan dengan tidak teratur. "Hei, setidaknya jagalah citramu di depan kami," ucap seorang panglima perang bernama Lucius. Dia berambut merah dengan wajah khas Barat. "Iya, Lucius. Benar, kau adalah seorang raja. Setidaknya jagalah citramu di depan kami berdua," sambung panglima Munding Hideung. Dia memiliki rambut sebahu berwarna hitam dan tubuh yang tegap.

"Buat apa toh kalian sahabatku juga?" jawab sang raja Cayapata. Mereka berdua hanya bisa menggeleng kepala mendengar raja mereka itu.

"Ngomong-ngomong, dimana Narapati?" tanya sang raja.

"Pangeran Narapati sedang berlatih bersama prajurit lainnya," jawab Lucius.

"Wah, padahal dia seorang pangeran tapi tetap berlatih dengan giat," puji Munding Hideung.

Mereka bertiga pun mengangguk mendengar perkataan Munding Hideung. Kemudian dengan bangga, Cayapata berkata, "Lihat dong, siapa ayahnya. Hehe," dia berkata dengan bangga sambil berpose aneh di singgasananya.

Kemudian Lucius berkata, "Hmm, apakah Pangeran Narapati itu benar-benar anakmu?"

Sang raja pun terkejut. "Hei, dia itu benar-benar anakku. Memangnya kenapa?" ucap sang raja.

"Bukankah sudah jelas kalian berbeda jauh? Rasanya Pangeran Narapati itu rajin, sedangkan kau..." Munding Hideung menghentikan ucapannya.

Lalu secara serentak mereka berkata, "MALAS!" Mereka tertawa setelah mengatakan itu. Cayapata terlihat kesal dengan ucapan mereka.

Dia pun mengejar mereka sehingga terjadi kejar-kejaran di aula istana. Kemudian dari pintu aula, muncul seorang prajurit yang melihat kejar-kejaran itu. "Errrrrr... Astaga, ini raja dan panglima yang tidak punya harga diri," batin si prajurit.

Lalu mereka bertiga menyadari keberadaan si prajurit itu dan tiba-tiba kembali memperbaiki citra mereka.

"Emm, kalau kalian masih ingin kejar-kejaran, saya akan keluar dulu," ucap penjaga itu dengan panik. "Tidak usah, sampaikan saja pesan yang ingin kau sampaikan," ucap Lucius.

Prajurit itu memberi tahu mereka bahwa di perbatasan ada utusan dari kerajaan Windland yang akan menghadiri upacara pelantikan raja baru.

Raja Cayapata pun setuju untuk menghadiri upacara tersebut. Ia pun mengajak Narapati untuk ikut serta dalam upacara pelantikan.

Keesokan harinya, mereka berangkat ke kerajaan Windland menggunakan Garuda.

Sesampainya di Windland, Garuda mereka diperbolehkan untuk memasuki kerajaan, tetapi dijaga ketat oleh pasukan elit Windland. Keluarga Cayapata disambut oleh penjaga Windland di gerbang masuk kerajaan. Mereka pun diantar oleh penjaga ke alun-alun kerajaan dan diberikan tempat VIP di sana. Tiba-tiba, ada kereta kuda mewah yang datang dengan diiringi oleh beberapa pasukan.

Kemudian terlihat lima orang keluarga keluar dari kereta tersebut. Ternyata, keluarga itu adalah keluarga kerajaan Windland.

"Para rakyatku yang kucintai, keluarga kerajaan, dan bangsawan yang sudah hadir, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian karena telah hadir dalam upacara ini," ucap Raja Windland.

"Perkenalkan, saya Theo Von Windland XII. Pada kesempatan ini, saya akan memberikan tahta saya kepada anak saya, yaitu Rafael," ucap Raja Theo dengan tegas sambil berbicara di batu sihir pengeras suara.

"Saya Rafael Von Windland, berjanji kepada Raja Theo dan para rakyatku untuk melindungi kerajaan ini dan memajukan negara ini sebagaimana tugas saya sebagai raja," ucap Rafael dengan tegas. Ia mengeluarkan pedang dari sarungnya dan mengarahkannya ke langit. Setelah pidato dan sumpah diucapkan, para tamu dipersembahkan hidangan di stan masing-masing.

Saat sedang menikmati makanan, Cayapata merasakan keberadaan yang berbahaya. Kemudian petir besar menyambar gerbang masuk, membuat para tamu panik dan melarikan diri.

Dengan cepat, Gaius sang panglima perang menyuruh pasukannya mengevakuasi para tamu. Lucius ikut membantu, sedangkan Munding Hideung mengawal Cayapata dan Narapati menuju tempat Garuda yang disimpan. Sesampainya di sana, mereka melihat Garuda beterbangan ke arah yang tidak terkendali.

Mereka bertiga tidak memiliki pilihan lain selain ikut berperang. Saat mereka tiba di medan perang, mereka bertiga bertarung dengan bersemangat. Munding Hideung tidak peduli dengan luka yang diterimanya dan terus membantai para monster itu. Cayapata menusuk segala yang ada di sekitarnya dengan tombak sihirnya, sedangkan Narapati yang berumur 13 tahun membantai para monster dengan pukulan dan sihir.

Saat sedang bertarung, tiba-tiba muncul sebuah portal besar berwarna coklat, diikuti dengan munc

ulnya sebuah kaki besar, berjari tiga, dan berwarna coklat. Semua orang kaget dan terkejut. Raja Theo pun berteriak, "Seluruh pasukan Windland yang berada di wilayah ini, berkumpul di alun-alun Windland secepatnya." Mereka segera mundur ke alun-alun.

Sesampainya di alun-alun, Raja Theo memerintahkan mereka bersiap-siap setelah memberikan arahan. Mereka membidik monster tersebut dan menyerangnya. Saat mereka bertiga akan membantu, seorang prajurit kerajaan Windland muncul dan memberitahu bahwa Garuda mereka sudah kembali dan raja mereka meminta maaf kepada para tamu. Para tamu diminta segera meninggalkan kerajaan karena situasi yang genting.

Raja Cayapata setuju dengan permintaan tersebut dan mengajak Narapati, Munding Hideung, dan Lucius untuk segera kembali ke kerajaan Nusantara. Mereka menaiki Garuda dan kembali ke kerajaan Nusantara. Namun, di perjalanan mereka dihadang oleh segerombolan naga seukuran burung Garuda mereka.

Melihat itu, Lucius menembaki mereka dengan sihir api, tetapi jumlahnya terlalu banyak. Munding Hideung memperlambat Garudanya. Mereka terkejut melihat tindakan Munding Hideung dan Lucius memanggilnya, "Munding Hideung, apa yang kau lakukan? Cepat kembali ke sini!" teriak Lucius.

Dengan lirih, Munding Hideung berkata, "Setidaknya sekarang aku bisa berguna bagi kalian dan juga kerajaan Nusantara." Munding Hideung berbalik menuju gerombolan naga, dan saat dia sampai di pertengahan, terjadi ledakan yang mengeluarkan kanuragan. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju kerajaan. Selama perjalanan, mereka merasa sedih meski tidak berbicara. Mereka merasakan kesedihan yang terpendam. Diam-diam, Cayapata mengeluarkan air mata, begitu pula dengan Lucius. Narapati yang menyadari keadaan hati mereka, segera mengencangkan Garuda dan melampaui mereka berdua.

Sesampainya di kerajaan Nusantara, mereka disambut dengan kepanikan. Pramesywari terlihat panik. Cayapata hanya bisa tersenyum. Melihat senyuman itu, Pramesywari menjadi bingung, namun saat melihat mereka bertiga, ia sepertinya mengerti apa yang terjadi.

Beberapa saat setelah sampai di kerajaan, Cayapata segera memerintahkan pasukan khusus yang dipimpin oleh Lucius. Sebelum Lucius pergi, Cayapata berkata, "Aku sudah kehilangan satu sahabatku. Jangan sampai aku kehilangan sahabat terakhirku." Lucius mengangguk mendengar perkataannya dan pergi.

------BERSAMBUNG------

༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ siapa yang naruh bawang di episode ku

peralihan tahta

Setelah kepergian Lucius, Raja Cayapata memerintahkan beberapa pasukan untuk mencari tubuh Munding Hideung. Hari demi hari berlalu, dan akhirnya tubuh Munding Hideung ditemukan "lapor Gusti kamu sudah menemukan tubuh Senopati munding hideng namun dalam keadaan yang tidak rapi, Tangan kanannya terputus dan kakinya hancur" lapor seorang prajurit yang ditugaskan mencari tubuh munding hideng, Setelah melihat mayat sahabatnya, Raja Cayapata mengadakan upacara pemakaman untuk Munding Hideung. Para rakyat dan kerajaan sekutu juga ikut berduka. Munding Hideung adalah salah satu kekuatan terkuat dari lima kekuatan kerajaan Nusantara. Upacara pemakaman dilakukan dengan banyak rakyat, raja, dan prajurit yang berkumpul untuk mengenang jasa sang tameng kerajaan. Nama Munding Hideung tertera pada batu nisan sebagai penghormatan, dan doa-doa diucapkan.

Setelah upacara pemakaman selesai, Cayapata duduk di singgasananya dengan tatapan dingin. Di ruang singgasana, ia tidak sendirian, melainkan ada para petinggi kerajaan yang lain. Cayapata ingin mendengar laporan tentang Lucius yang dikirim sebagai pasukan bantuan. Seorang prajurit yang merupakan utusan Lucius datang untuk menyampaikan pesan dari Lucius.

Dengan nada yang dingin dan tatapannya yang lebih tajam dari biasanya cayapata berkata "bacakanlah pesan dari Lucius".

"Pemimpin terhormat, Raja Cayapata. Saya, Lucius, ingin menyampaikan pesan bahwa keadaan di sini sudah cukup terkendali, dan dalam beberapa hari saya dapat kembali ke Kerajaan Nusantara," ucap utusan Lucius.

Sementara itu, Cayapata hanya mengangguk dengan tatapan dinginnya. Ia memerintahkan para petinggi lain untuk melaporkan tentang keadaan kerajaan sekarang. Mereka secara bergiliran melaporkan, dan setelah rapat selesai, mereka semua bubar dan kembali ke tugas masing-masing.

Raja Cayapata pergi ke kamarnya, di mana Pramesywari sudah menunggunya. Pramesywari mengajak Cayapata untuk mengobrol dan mengurangi kesedihan serta rasa bersalahnya.

Sementara itu, Pangeran Narapati sedang berlatih di Gunung Sinabung. Dia berlatih dengan para makhluk yang ada di sana untuk menghilangkan kesedihannya karena telah kehilangan Munding Hideung, salah satu dari tiga gurunya, bersama dengan Lucius dan Cayapata.

Para makhluk di Gua Sinabung seakan mengetahui kesedihan yang dirasakan Pangeran Narapati, dan mereka berusaha menghiburnya. Narapati merasa terhibur oleh kehadiran teman-temannya yang berusaha menghiburnya. Ia berterima kasih kepada mereka karena selalu ada di sampingnya ketika sedih. Dengan senyum manis, Narapati melanjutkan latihannya.

Setelah selesai latihan, Narapati segera kembali ke Kerajaan Nusantara. Ketika tiba di kerajaan, ia disambut oleh lima prajurit yang mengamankan garudanya. Narapati bertanya kepada salah satu prajurit, "Prajurit, di mana ayahanda berada?" Prajurit itu menjawab, "Tuan Raja sedang berada di ruang penempaan. Beliau berkata ingin membuat senjata untuk Pangeran Narapati." Mendengar ucapan prajurit tersebut, Narapati bergegas pergi ke ruang penempaan.

Sesampainya di sana, Narapati melihat ayahnya sedang membuat sebuah senjata. "Ah, anakku, kamu sudah datang. Lihatlah, aku membuatkanmu keris Garuda Tunggal Ika. Keris ini akan sempurna dengan inti Kanuraganmu," ucap Raja Cayapata. Narapati menawarkan bantuan, tetapi Cayapata menolak. Cayapata ingin membuat senjata khusus sebagai hadiah untuk putranya yang telah mencapai tingkatan pendekar sakti. Raja Cayapata meminta Narapati untuk tidur saja, karena senjata yang sedang dibuat akan segera selesai.

Narapati mengiyakan permintaan tersebut, tetapi ketika ia keluar dari pintu, ia secara diam-diam mengintip melalui celah pintu. Ia melihat proses pembuatannya sangat rumit dan sulit. Ia terus memperhatikan proses tersebut sampai ia ingat bahwa saat ini adalah hari kepulangan Lucius dari tugasnya. Narapati senang dan ingin menunjukkan senjata buatan ayahnya kepada Lucius. Ketika Raja Cayapata selesai menambahkan sentuhan terakhir, terdengar teriakan dari para penjaga yang tercekik. Suara itu muncul secara bersamaan dan membuat mereka berdua terkejut, termasuk Raja Cayapata.

Setelah mendengar teriakan tersebut, Raja Cayapata bergegas untuk memeriksa. Tepat sebelum ia keluar dari ruang penempaan, dinding belakangnya tiba-tiba ditendang oleh seorang manusia bertanduk yang diduga oleh Narapati sebagai antaga, sosok manusia iblis yang sering diceritakan oleh ayah dan ibunya. Antaga berjalan mendekat sambil berkata, "Cayapata, aku datang. Aku datang untuk mengambil tahta kerajaan ini," ucapnya dengan pelan namun menyeramkan.

"Mengambil? Jangan bercanda! Tahta ini adalah warisan dari leluhurku, dan tidak akan kuberikan padamu," jawab Raja Cayapata dengan tegas. Mendengar hal itu, Antaga menjadi kesal dan langsung menyerang Cayapata dengan tinjunya, namun serangan itu dapat dihalau menggunakan keris yang baru saja dibuat.

Serangan Antaga terlalu cepat, dan satu pukulannya mengenai dada Cayapata, menghempaskannya ke tembok. Cayapata terbatuk-batuk darah, namun tiba-tiba terdengar seseorang yang merapalkan mantra suwuk. Itu adalah Pramesywari Gayatri, yang turut membantu dalam pertarungan melawan Antaga.

"Apa ini? Sekarang adikku bahkan melawanku," ucap Antaga kepada Pramesywari. "Najis sekali menjadi adik dari seekor iblis bertopeng manusia," jawab Pramesywari. Raja Cayapata yang telah sembuh kembali menyerang Antaga menggunakan keris yang baru ia buat untuk narapati, tetapi serangannya dapat ditangkis dengan mudah dan bahkan dibalas oleh Antaga.

Setelah beberapa saat, terlihat bahwa Raja Cayapata dan Pramesywari sudah kelelahan melawan Antaga. "Adik iparku pasti sudah kelelahan, sedangkan kau, adikku, pasti sudah kehabisan mana, karena kalian sudah menolak untuk kembali menjadi keluargaku, maka berkumpullah bersama yang lain di N-E-R-A-K-A," ucap Antaga sambil mendekati mereka berdua dan mencoba mencekik mereka.

Pada saat itu, Narapati ingin menolong kedua orangtuanya, tetapi mereka menyuruhnya pergi. Tentu saja, Narapati tidak akan pergi. Awalnya, ia ingin membantu kedua orangtuanya, tetapi Lucius mendekapnya dari belakang dan membawanya pergi. Saat dalam perjalanan, Narapati mendengar kata-kata Raja Cayapata yang terputus-putus, "Merah dan putih... dianggap sebagai yang terkuat... namun hitam... merupakan yang tak terkalahkan... sang Garuda dengan bulu emas... dan mata hitam... legam di dahinya."

"Kamu berbicara apa, dasar orang gila!" ucap Antaga kepada Cayapata. Setelah itu, Antaga langsung memusnahkan Cayapata dan Pramesywari.

Lucius masih menggendong Narapati dan mereka pergi menjauh dari kerajaan dengan niat pergi ke tempat mereka sebelumnya sebelum Lucius mengabdi pada kerajaan.

Sementara itu, Antaga berkata, "Hmm, akhirnya tahtaku, mahkota ini HAHAHAHAHA." Antaga menggunakan mahkota milik Raja Cayapata dan duduk di singgasana raja. Seketika, mahkota dan singgasananya berubah bentuk melambangkan kesengsaraan. Kerajaan yang tadinya hijau juga berubah menjadi tandus. Para rakyat yang menyadari kembalinya Antaga dan kematian raja yang bijaksana mulai merasa sedih dan berduka.

Pada saat itu, Lucius berlari membawa Narapati secepat mungkin agar tidak ditangkap oleh pasukan Antaga. Tiba-tiba, di depan mereka muncul pasukan kerajaan yang menghadang. Ada yang berbeda dari mereka, matanya berwarna merah pekat. Lucius yang menyadari hal tersebut segera menurunkan Narapati dan mengeluarkan tombaknya "maaf tapi pangeran harus tetap selamat". Lucius membunuh mereka semua, dan tampak air mata keluar dari matanya yang kiri.

Kemudian, ia membawa Narapati melarikan diri melalui hutan yang lebat sampai akhirnya mereka tiba di sebuah pohon besar. Di depan mereka, terdapat sebuah rumah yang cukup sederhana. Lucius pun mengajak Narapati masuk...

------BERSAMBUNG----

༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ༎ຶ⁠‿⁠༎ຶ

who is the dragon boy

7 tahun setelah Narapati tinggal bersama Lucius, terlihat Narapati dan Lucius yang sedang berlatih, mereka bertarung satu lawan satu, pertarungan antar guru dan murid itu berlangsung sengit, namun Lucius terlihat lebih unggul dalam pertarungan ini, tapi tiba tiba kecepatan Narapati bertambah dan mengejutkan Lucius membuat nya tidak bisa bertahan, Narapati pun segera memanfaatkan celah ini dan menumbangkan Lucius, Lucius pun dibuat tumbang oleh muridnya itu "pangeran anda sudah mempelajari semua ilmu yang saya miliki sekarang anda bahkan lebih kuat dari saya,sehingga saya tidak bisa mengajarkan apa apa lagi" ucap Lucius sambil berusaha berdiri kembali "ngomong ngomong bukan kah kau bilang akan memberikan ku petunjuk untuk mengalahkan antaga?" tanya Narapati dengan antusias, setelah berdiri Lucius mengajak Narapati masuk kedalam rumah, ia mencari cari sesuatu di dalam peti yang sangat besar itu, setelah beberapa saat Lucius mengeluarkan sebuah gulungan bercorak ranting pohon yang mengisi penuh gulungan itu

lalu Lucius membuka kunci gulungan yang berbentuk daun ditengahnya "tuanku bawalah gulungan ini bersamamu gulungan ini akan menuntunmu ke tempat dimana kamu bisa menemukan rekan dan kekuatan untuk mengalahkan antaga" ucap Lucius sembari memberikan gulungan tersebut

"hmm" Narapati pun menerima gulungan yang di berikan Lucius, tepat saat gulungan itu berada ditangan Narapati tiba tiba terdengar langkah kaki kuda yang begitu banyak,Lucius yang menyadari datangnya pasukan antaga segera menyuruh Narapati pergi "pangeran sebaiknya anda segera pergi dari sini", tentu saja Narapati menolak pergi dan ingin membantu Lucius "kita hadapi bersama Lucius".

namun Lucius berkata "pangeran pasukan berkuda yang datang sekitar 700 pasukan yang memiliki ilmu Kanuragan menengah karena itu kita berdua pun belum tentu bisa mengalahkan mereka, dan jika pun saya mati disini setidaknya saya mati karena melindungi anda" Lucius mengatakan itu sambil menyelimuti seluruh tubuh nya dengan api "ini adalah sumpah setia ku pada keluarga bangsawan Nusantara"

"tapi...baiklah" narapati yang melihat keseriusan Lucius segera mematuhi perintah Lucius untuk pergi namun sebelum ia pergi Lucius memberikan sebuah tongkat kepada Narapati "pangeran ini adalah tongkat yang terbuat dari taring naga api, tongkat ini tidak bisa dihancurkan dengan kekuatan biasa saya yakin ini akan berguna di masa depan nanti" ucap Lucius dengan lirih, "semoga Dewata agung memberkati anda" setelah selesai mengucapkan perpisahan Narapati segera berlari sekencang mungkin

di kejauhan ia dapat melihat ledakan api milik Lucius, ia juga merasakan jiwa Lucius yang mulai memudar, ia terus berlari tanpa sadar air mata menetes dari mata kirinya ini adalah kali ketiga Narapati menangis sedih "semoga jiwamu diterima di Nirvana".

setelah berhasil melarikan diri Narapati segera membuka gulungan tersebut, di dalamnya terdapat tulisan yang sangat sangat kuno namun anehnya ia dapat mengerti tulisan tersebut Narapati melihat tulisan itu berisi perintah untuk pergi ke arah selatan

narapati pun mengubah arah tujuannya menjadi ke arah selatan, ia berniat mencari rekan sebelum pergi ke Utara, dia berjalan memasuki hutan dia bertemu dengan seekor harimau putih kecil yang terlihat kelaparan "hei kucing kecil" ucap narapati sambil mengelus kepala harimau kecil itu, Narapati yang tidak tega melihatnya segera memburu hewan untuk dimakan bersama, akhirnya Narapati berhasil memburu seekor rusa dan memakannya bersama harimau putih tersebut.

setelah selesai makan ia pun melanjutkan kembali perjalanan nya meninggalkan harimau kecil itu dengan beberapa potong daging buruan "semoga kamu suka daging rusa", tak terasa Narapati berjalan hingga malam "huh sudah larut", ia pun memutuskan untuk beristirahat di sebuah pohon beringin besar ia menyalakan perapian menggunakan sihirnya dan bersandar pada pohon beringin "hmm sepertinya tempat ini cukup aman untuk aku tidur".

saat tengah malam Narapati sudah tertidur lelap karena lelah dan sedih, tiba tiba muncul sekelompok laki laki berjubah hitam membawa belati, salah satu dari mereka berniat menebas leher Narapati, untungnya Narapati segera tersadar dan menghindari tebasan tersebut dan membalasnya dengan pukulan di leher membuat pria yang mencoba menebasnya langsung mati.

"siapa kalian?" ucap Narapati, narapati melihat masih ada 6 orang yang tersisa"huh gak jadi deh mana mungkin kalian menjawabnya", tubuh mereka gemetaran tak karuan, Narapati yang melihat itu segera memprovokasi mereka "kalau kalian bahkan tidak bisa menebas leherku seharusnya dari awal kalian tidak melakukan hal yang sia sia begini" ucap Narapati dengan nada memprovokasi.

para pria itu tampak marah dan menyerang Narapati secara bersamaan namun Narapati berhasil menghindar dan membunuh dua orang lainnya "dasar lemah" ucap narapati,

 tersisa empat orang mereka menghindar karena takut, tiba tiba tiga orang menahan tangan dan kaki Narapati membuatnya tidak bisa bergerak sejenak "ukh si*lan" dalam kesempatan itu satu orang lainnya berlari kearah Narapati sembari mengarahkan nya ke Narapati.

 saat belati tersebut hampir mengenai Narapati tiba tiba muncul seekor harimau putih yang mencakar wajah pria yang ingin menusuk Narapati.

 pria itu berteriak kesakitan dengan wajahnya yang berlumuran darah, Narapati pun segera melepaskan diri dari tiga pria yang menahan tubuhnya dan membunuh mereka satu persatu dengan cara diserap jiwanya, setelah selesai ia pun membunuh pria terakhir itu dengan kejam, Narapati menusuk paru paru pria tersebut dengan tangannya membuat pria darah pria itu masuk ke dalam paru-paru nya,

setelah beberapa saat Narapati menyerap jiwa pria tersebut, lalu ia berjalan ke arah harimau kecil yang sedang menjilati bulu bulu nya, Narapati mengusap kepala harimau itu dan berterima kasih kepadanya "haha terimakasih kucing kecil".

Narapati memutuskan untuk membawa harimau kecil itu bersama nya karena harimau tersebut sepertinya tidak memiliki keluarga, "hmm bulu mu putih bagaikan salju taring mu membuat mu terlihat ganas cakar mu sangat tajam, bagaimana jika kuberikan kamu nama Lucio" ucap Narapati dengan bahagia Lucio juga terlihat kegirangan menjilati tangan Narapati

"haha baiklah sepertinya kamu suka dengan nama itu" ucap Narapati, Narapati pun membawa Lucio pergi beberapa meter dari tempat itu karena tempat itu dipenuhi bau busuk mayat, setelah sampai ditempat yang dirasa nyaman untuk tidur Narapati pun segera tidur begitu pun dengan Lucio yang tidur dipangkuannya.

keesokan harinya...

"hei berhenti lucio" ucap Narapati yang terlihat masih mengantuk namun wajahnya terus dijilati oleh Lucio, Narapati pun segera bangun dan mengusap kepala Lucio, tiba tiba.........."grkkkkkkkk" terdengar suara yang mengerikan itu adalah suara orang kelaparan, ternyata suara itu berasal dari perut Narapati dan Lucio, "ehmmm aku lupa kita belum makan, sebaiknya kita segera mencari pedesaan" ajak Narapati kepada Lucio, Lucio pun hanya mengangguk ngangguk setuju.

setelah berjalan beberapa lama akhirnya mereka menemukan sebuah pedesaan yang cukup sepi untuk disebut pedesaan, namun mereka tidak peduli karena mereka hanya ingin membeli makanan saja "hmm rasanya ini terlalu sepi tapi sudahlah kita masuk saja",

setelah mencari sekitar 8 menit Narapati tiba tiba mencium bau mi yang sangat ia kenali, bau mi ini membuat perut Narapati semakin keroncongan saat ia akan mengajak Lucio pergi menuju sumber bau mi ini, ternyata Lucio sudah duluan berlari menuju ke sumber bau, Narapati pun mengejar Lucio dan dan sampai sumber mi yang dia endus Baunya "TUNGGU AKU", terlihat tenda yang terbuka lebar jalur masuknya Narapati pun segera mengajak Lucio masuk begitu masuk Wangi wangi mie yang dia cium semakin membuat perutnya lapar

setelah duduk Lucio ditawari menu yang tersedia oleh pria berumur sekitar 37 tahun itu, setelah disebutkan satu persatu ia pun segera memesan satu porsi mie jumbo tanpa sayur extra daging, Narapati juga meminta satu mangkuk penuh daging untuk Lucio "baiklah tunggu sebentar tuan Pelanggan" ucap si penjual kepada Narapati setelah beberapa saat pesanan nya sudah siap ia pun segera menyantap mie itu begitu pun Lucio yang menyantap daging di mangkuknya, Narapati merasa familiar dengan rasa mie enak yang ia santap, "paman dengan mie seenak ini kenapa anda tidak membuka restoran mewah saja di pusat kota?" tanya Narapati penasaran kepada sang penjual, penjual itu pun menjawab "hoho saya ini pedagang pengembara saya bepergian mengelilingi dunia menjual mie ini"

"melihat anda mengingat kan saya pada pangeran Narapati pangeran dari kerajaan Nusantara dulu dia sering makan mie buatan saya sekarang keberadaannya tidak diketahui" ucap pria tersebut dengan sedih,

sontak Narapati terkejut dan tersedak mendengar kata kata itu ternyata paman ini adalah paman umara seorang penjual mie kerajaan Nusantara, aku pun segera mengenalkan diri pada paman umara "paman ini aku narapati" ia terlihat senang melihatku lagi setelah beberapa lama mengobrol aku pun segera menanyakan tentang seorang pria yang memiliki kekuatan raja naga api.

paman umara mengingat ingat tentang pria berkekuatan raja naga api lalu ia pun ingat "aaaahhh pria berkekuatan raja naga api aku ingat pernah membuatkan nya semangkuk mie yang sangat dia sukai pria itu tinggal di dataran api namanya adalah......................"

bersambung

awokakakakakakaka begitulah rasanya digantung

wkwkwkwkwk

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!