"Arann... arann. Turun nak. Waktunya makan."
Aku pun turun ke lantai bawah begitu mendengar suara ibu. Di ruang makan aku melihat semua telah berkumpul. Ini hari minggu wajar semuanya ada di rumah.
Yang tidak kusangka adalah kehadiran kakakku. Dia ada di ruang makan menatapku lekat lekat. Aku sangat kaget dan merasakan krisis tiba tiba. Spontan aku membuka sandalku dan melemparkan padanya. Dia dengan cekatan melompat dari bangku dan memberikan tendangan sempurna pada sendalku.
Sendalku langsung berbalik arah. Aku merespon sangat cepat dan menghindarinya. Aku pun berlari keluar ruangan dan melompat meraih pembatas besi lantai tiga. Aku berniat melarikan diri dengan melompat dari jendela ke hutan karena aku tahu mustahil melewati pintu.
Namun aku tidak bagaimana ia bisa menebak pergerakanku, tiba tiba saja dia jatuh dari lantai empat memelukku erat dan kami berdua langsung jatuh ke lantai satu.
(BAMM)
"Ya Tuhan! Kalian berdua ngapain si?!!" Ucap Ira. Dia datang dari ruang makan dan tercengang melihat kami yang bergulat di lantai.
Kak Ian memelukku sangat erat.
"Aran sayang apa kabarmu? Apa kamu merindukan kakak? Aku tahu kamu merindukanku!!" Ucap kak Ian.
Tuhan tolong aku!
Aku berontak berusaha melepaskan diri darinya namun pelukannya semakin erat membuatku berhenti berontak. Tulangku hampir hancur karenanya.
"Ian, hentikan itu. Kamu bisa melukai adikmu. Lepaskan lepaskan." Ucap ibu sembari membawa sendok sayur.
"Ibu..." ucapku sekarat meminta pertolongan.
"Ian." Ucap ibu serius. Ayah yang sedang bersandar di kusen pintu ruang makan juga mengangkat matanya.
Dengan ekspresi tak rela akhirnya dia melepaskan cengkramannya. Aku bergegas melepaskan diri dan berdiri sejauh mungkin darinya.
"Apa yang aku lakukan salah? Adik kecilku kemari kemari kakak punya permen." Ucapnya padaku.
Sayangnya aku bukan anak manusia yang mudah terpikat. Aku pun menggeram dan membuang muka.
"Kakak hidungmu berdarah." Ucap Ira pada kak Ian
"Adikku menggemaskan." Ucapnya sembari menampal hidungnya. Aku pun menatapnya tajam dan mempertimbangkan apakah harus membuangnya ke laut hari ini.
Di ruang makan,
Aku duduk di samping Ira. Menatap beberapa helai rambutnya yang mencuat. Setiap melihatnya aku yakin rela mati untuknya. Oh benar maksudku aku sayang padanya. Meskipun kadang sikapnya tidak etis.
"Aran, rambut kakakmu ini berantakan. Tolong rapihkan." Ucap kak Ian padaku. Aku pura pura tuli saja.
Khusus kakakku ini aku rela dia mati. Maksudku adalah aku tidak sayang padanya. Tapi dengan catatan hanya aku yang boleh membunuhnya.
"Ais kejamnya." Ucap kakak.
"Aran, besok kamu ulang tahun yang ke 17. Apakah kamu ingin sesuatu?" Tanya ibu.
Aku hanya menatap ibu sekilas lalu menggelengkan kepalaku. Bagi orang yang tidak memiliki keinginan sepertiku ulang tahun bukan sesuatu yang istimewa. Aku hanya tahu umurku semakin pendek.
Dengan acuh aku mengambil gelang yang terbuat dari mutiara dari saku bajuku dan memakaikannya di tangan Ira.
"Wahhh cantiknya makasih Aran." Ucapnya. Aku pun hanya mengangguk.
"Dimana kamu menemukannya?"
"Tidak, aku membuatnya."
Aku memang membuatnya 5 bulan lalu waktu syuting di pantai bali. Ketika aku memakainya ternyata tidak masuk ke tanganku. Aku tidak menyangka akan sangat pas di Ira.
"Wow! Ini sangat cantik. Thank you brother..."
"Eum."
"Dimana milikku?" Tanya kak Ian.
"Pergilah." Ucapku.
Setiap dia pulang ke rumah dia akan selalu mengganggu. Aku pikir dia akan sangat lama di negara konflik. Kenapa ia kembali begitu cepat?
"Ais kakakmu ini baru pulang setidaknya peluk aku dengan antusias. Tahukan kamu aku nyaris mati terkena bom." ucapnya penuh drama.
"Pergilah." Ucapku sekali lagi. Memangnya aku bodoh. Dia tak akan mati semudah itu.
"Kejamnya."
"Aran, apa kamu ingin sekolah?" Tanya ibu tiba tiba.
"What it's so important?" Tanyaku. Aku tidak mengerti mengapa ibu ingin aku sekolah. Minggu ini ia sudah 50 kali bertanya.
"Alangkah baiknya kamu punya kenangan sekolah dan memperbanyak teman." Ucap kak Ian.
"I don't think so." Jawabku.
Lagi pula aku tidak pandai belajar. Aku juga tidak butuh teman.
"Kamu tahu Ira akan sekolah juga bulan depan. Jika Aran mau, ibu bisa mendaftarkanmu sekalian," ucap ibu bersikeras.
"Iya, Aran ikutlah denganku." Timpal Ira.
"Aran, kamu tidak bisa sendirian selamanya," ucap Ibu khawatir. Aku bisa melihat jiwanya yang sedikit redup.
Aku terdiam melihat ibu dan Ira yang menatapku seakan akan aku adalah kucing kecil malang yang di tinggalkan. Padahal aku tidak merasa kesepian atau apalah itu seperti yang mereka bayangkan. Aku baik baik saja. Sungguh.
Bisakah mereka menghentikan imajinasi mereka yang berlebihan dan berhenti menatapku dengan mata kasihan! Tolong.
Ayah yang tidak peduli hanya menyeruput kopi buatan ibu sembari membaca laporan bisnis di tangannya. Seluruh wajahnya mengatakan 'tidak peduli, abaikan aku.'
"Aku baik baik saja sendiri." Ucapku meyakinkan.
Memikirkan sekolompok manusia lembut dan rapuh aku tak tahu kenapa tapi aku tidak suka.
Tak lama, Lady pun masuk. Lady adalah pendampingku atau bisa di katakan dia adalah baby sisterku. Aku melihatnya masuk membawa seberkas laporan di tangannya.
"Ada apa?" Tanyaku.
"Tuan kedua, ini adalah laporan tim investigasi bulan ini."
"Begitu, silahkan."
"Para penggemar anda mengungkapkan rasa simpati mereka karena tuan tidak pernah merasakan sekolah. Jadi menurut tim akan bagus jika-"
Aku pun menghela nafas lelah membuat Lady terdiam.
Fine, okay. Kenapa mereka sangat ingin aku sekolah. Tidak bisa di mengerti.
"Baik, daftarkan aku." Ucapku mengalah.
"Yeay~" ucap ibu dan Ira bersorak.
"Serahkan pada ibu." Ucap ibu senang. Aku bisa melihat jiwa redup itu kembali terang benerang.
"Selanjutnya." Ucapku pada Lady.
"Selanjutnya menurut tim akan bagus juga jika tuan setiap malam live."
"Haruskah?" Tanyaku merasa berat. Rasanya energiku terkuras sangat banyak. Aku bukan idola. Aku model yang merangkap aktor okay?
Sungguh aku sadar diri kalau aku malas. Dan lagi apa bagusnya menonton seseorang. Bukankah buang buang waktu?
"Harus Tuan. Saya bisa membayangkan betapa antusiasnya mereka."
"...bagaimana jika hasilnya... membosankan?" ucapku ragu. Aku tidak tahu apakah bosan adalah kata yang tepat.
"Itu tidak akan." Ucap Lady. Sorot matanya seolah olah mengatakan 'apa kamu bodoh?'
"...okay." Jawabku pada akhirnya.
"Baik kalau begitu tuan kita akan memulainya besok."
Aku hanya mengangkat tanganku mengatakan aku mengerti dan cepatlah pergi.
Dengan senyuman lebar Lady pergi meninggalkan ruang makan. Aku curiga jika dia bersekongkol dengan ibu dan Ira.
"Aran apa kamu luang sekarang?" Tanya Ira. Aku langsung memiliki firasat buruk.
"Ayo ke mall! Kamu juga harus beli seragamkan?"
Yang benar saja!
Sebagai Halimun aku juga pecinta liburan.
...~~~~...
Liburanku akhirnya berakhir. Menemani 2 wanita keluargaku belanja. Sepanjang hari aku selalu berjalan di belakang Ira dan ibu membawa tas belanjaan mengamati mereka memilih baju.
Aku menunggu sangat lama sampai lelah. Aku tidak tahu lelah yang tepat itu seperti apa tapi Ira bilang jika kita merasa tak mampu atau tidak bertenaga untuk tetap di suatu keadaan itu di sebut lelah. Tak tahu ingin ngapain aku hanya bisa menatap sekelilingku.
Apa yang aku lihat itu berbeda dengan orang pada umumnya. Aku melihat orang itu berwarna warni. Ayah bilang itu warna jiwa. Ada yang bersinar oren (manusia), ada yang bersinar ungu (Vampir) dan lain sebagainya. Sejauh ini aku hanya melihat 4 warna.
Apa kalian percaya Vampir itu ada?
Percayalah, Vampir itu ada. Hanya saja mereka berkamuflase dan berbaur dengan manusia. Sungguh! Wujud sejati mereka tak seindah film. Mereka keriput dan bertaring. Apa yang ada di film benar benar pembohongan publik.
Aku mengenali mereka melalui warna jiwa mereka yang ungu. Entah bagaimana setiap aku berburu di hutan aku selalu di salah kenali sebagai mangsa oleh mereka. Akhirnya mereka yang berakhir sebagai mangsaku. Jiwa mereka bahkan tak seenak hewan. Bah!
Sejauh ini aku tak pernah melihat halimun lain selain keluargaku. Tak seperti vampir yang jumlahnya banyak, ayah bilang halimun ada tapi jumlahnya sangat sedikit. Mereka semua ada di luar dimensi. Mengapa ayah ada disini itu karena dia sudah di buang oleh kaumnya.
Baiklah fakta baru bahwa kami adalah Halimun buangan. Ya bagaimana pun dosa yang ayah dan keluarganya lakukan tidak ringan.
Ada juga peri tapi tubuh mereka sangat kecil, kecil sampai aku mengira mereka kunang kunang. Mereka biasanya tinggal di suatu negeri. Di gunungku ada satu pintu ajaib di hilir sungai yang terhubung ke negeri peri.
Diantara semua makhluk, manusia adalah yang paling cantik tapi juga yang paling rumit. Aku bisa menilai perasaan mereka melalui sinar jiwanya. Walaupun mereka jujur secara fisik tapi mereka selalu berbohong.
Seperti seorang remaja yang kini lewat di depanku. Dari pakaiannya aku tebak bahwa dia SPG mall. Di telpon dia berkata 'aku tidak apa apa bu. Jangan khawatir.' Tapi sinar jiwanya nyaris padam. Sinar jiwa yang redup ini menandakan dia tidak baik baik saja. Jiwanya sakit. Dari yang aku pelajari manusia menyebutnya sedih atau ketakutan. Ya semacam itu.
Ini satu hal.
Oh mungkin kalian harus tahu. Aku sering melihat jiwa yang keruh.
Beberapa kali aku melihat manusia dengan jiwa yang keruh dan esoknya aku melihat manusia itu di koran pagi. Kabarnya dia gantung diri di bawah jembatan. Padahal setiap aku melihatnya dia adalah orang yang paling sering tertawa. Bukankah kalau tertawa itu bahagia?
Lihat? Ekspresi dan perasaan manusia sangat tidak singkron. Ayahku bilang kalau itu adalah topeng sosial. Setiap manusia pasti akan pura pura bahagia untuk menutupi masalah hidupnya. Itulah mengapa aku paling tidak suka manusia. Meski ibuku juga manusia.
Sudah cukup hanya satu manusia dalam hidupku aku tak ingin bonus tambahan.
"Ayo Aran, kita ke toko yang lain, baju di sini ibu kurang suka." Ucap Ibu membuatku ragu.
Jika kurang suka haruskah dia menghabiskan waktu satu jam lamanya di dalam sana?
"Bukankah kita sudah beli seragam, tas dan sepatu? Ayo pulang." Pintaku.
"Ehh? Aran kamu harus tahu kapan saatnya menghabiskan uang. Ini adalah saat saat terbaik setelah lelah bekerja." Ucap Ira.
"Then, you just buy the whole mall. Aku lelah berjalan." Ucapku.
"Jika aku mampu akan aku lakukan. Kaki mu bahkan lebih keras dari baja. Beraninya bilang lelah? Bukankah aku berkeliling untuk mencarikanmu baju. Lihat bajumu yang usang ini. Jika bukan karena wajah, kamu akan terlihat seperti gembel di kolong flyover." Ucap Ira tanpa jeda.
Jelas bajuku masih tebal bahkan gambarnya tidak sedikit pun luntur. Beraninya dia bilang usang! Dan perlu di garis bawahi kalau baju ini dari fans okay? Mana mungkin jelek.
"Baju ini masih bagus. Bajumu yang sudah tipis. Lihat saja pundaknya robek." Timpalku.
"Ini model!"
"Aku tidak percaya."
"Aku tidak akan bicara pada orang yang punya selera fashion kakek kakek 90an."
"Apa kamu bicara tentang ayah? Aku akan melaporkannya."
"Aran!!" Teriak Ira. Aku mengerutkan keningku mendengarnya berteriak. Kadang aku tidak mengerti mengapa Ira sangat suka berteriak.
"Baiklah sudah sudah. Aran ibu tahu kamu tidak suka belaja. Tapi Aran, ibu dengar dari Lady tabunganmu tidak banyak. Ibu juga tidak melihat hal hal baru di kamarmu. Kemana uang itu pergi?" Tanya ibu.
Tiba tiba Ira berhenti berjalan dan menatap tajam padaku dengan mata menuduh.
"Kamu... punya pacar ya?!!! Astaga!!! Kamu punya pacar!!" Ucap Ira ketakutan.
"Omong kosong." Ucapku.
"Benarkah? Aran tidak baik berbohong. Katakan saja pada ibu. Ibu dengar kamu sedang dekat dengan Aise. Aise ya?" Ucap ibu bersemangat. Aku bisa melihat jiwanya yang membara.
Aise? Siapa lagi Aise. Bukankah Aise bibi berumur 50 tahun yang memasak di mansion kita? Dia selalu bersembunyi setiap melihatku bisakah kami pacaran? Dan lagi jangan mengalihkan pembicaraan tolong!
"Aku tidak bu." Ucapku serius.
"Lalu jika bukan pacar kemana semua uangmu pergi? Jangan bohong."
"Apa aku pernah bohong padamu? Aku bukan kak Ian yang punya 20 wanita."
"Lalu kemana perginya semua uangmu? Berapa iklan yang kamu bintangi? Baik lupakan iklan. Kamu baru selesai syuting di luar negeri bayaranmu tidak kecil." Ucap Ira penuh selidik. Anak ini terlalu banyak bicara.
Aku pun mengingat ingat kemana perginya uangku akhir akhir ini. Aku membuat kafe kucing, yayasan kucing, panti asuhan, dan... oh yayasan amal. Lady bilang semua itu baik untukku.
Tak seperti saudaraku yang lain darahku hampir semurni ayah, karena itu aku bisa menggunakan mantra di setiap buku terlarang di mansion. Ayah takut dosa terdahulu terulang lagi jadi ketika umurku 5 tahun ayah menuliskan segel kuno di punggungku untuk mencegahku menggunakan mantra.
Dampaknya umurku akan jauh lebih pendek dari ayah yang sudah kehilangan setengah hidupnya. Lady pun menyarankanku untuk banyak beramal. Karena ya tak ada yang tahu apa aku akan mati lebih dulu dari ibuku yang manusia.
"Itu... aku... ada banyak kucing yang harus di beri makan." Ucapku sembari mengingat ingat kembali.
Tiba tiba saja Ira dan ibu menjatuhkan tas mereka. Ira bahkan tak segan segan membuka mulutnya selebar lingkaran sempurna.
"Kucing?" Ucap ibu tak percaya.
"Kamu... memakan mereka??!! How dare you!!" teriak Ira sembari menarik kerahku. Telingaku hampir tuli mendengar teriakannya.
"Mereka adalah makhluk paling lucu!! I will kill you!!" teriak Ira lagi.
Aku pun menepis tangannya membuatnya jatuh. Tapi ibu menangkapnya tepat waktu. Untunglah sekelilingku sedang sepi jika tidak aku akan jadi gosip utama besok!!!!
"Apakah kamu gila? Aku tidak. Lady bilang kucing tidak punya rumah dan mereka lapar. Bahkan ada yang sakit jadi... aku bantu sedikit dan juga panti asuhan dekat kantor ayah terancam di tutup. Kemana anak anak manusia itu akan pergi."
"Oh... aku kira eherm sorry." ucap Ira yang kembali tenang.
"Aran." Ucap ibu tiba tiba sembari memegang pundakku.
"Hum?"
"Ibu sangat bangga padamu nak."
Aku tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Aku pun hanya mengangguk sebagai balasan. Nyatanya aku tak sebaik yang ibu bayangkan.
Setelah berjalan seharian berkeliling mall akhirnya pukul 5 sore mereka berdua berhenti di depan salon. Aku nyaris mematahkan kaki ku hari ini.
Dengan sangat sadar aku memilih bangku paling empuk di salon itu dan tidur disana.
Huh jalan jalan di mall lebih melelahkan dari pada bekerja full time.
To be continues...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Dewi
Semangat Thor!
2023-05-02
1
Dinnost
semangat thor
2023-04-19
1
Dr. Rin
👁👁👣👣👣
2023-04-12
1