Pancaran sinar matahari pagi yang menembus lubang-lubang kecil di kamarnya, perlahan membuat matanya terbuka. Lalu pandangan matanya turun ke bawah dan tersentak ketika melihat tubuhnya sudah berbalut sweater berwarna pink fanta. Dia hendak beranjak dari sofa, namun Sang Istri datang dengan membawa sebuah nampan yang di atasnya semangkok sup krim ayam yang ditaburi jagung.
"Semalam suhu tubuh kamu tuh tiba-tiba 38 derajat celsius, terus aku kepikiran pakaikan sweater ini,"ucap Jeje pada Roudullah, "Hari ini tolong kamu jangan menolaknya lagi,"
Roudullah mengangguk setuju. Jeje duduk di sampingnya sambil menyuapkan sup krim ayam itu ke mulut Sang Suami. Dia berhasil membuat Roudullah menghabiskan makanan buatannya di hadapannya saat itu.
Selesai menyantap makanan, dia kembali membaringkan badannya. Namun Jeje tidak membiarkan itu terjadi. Justru dia menarik tangan Sang Suami dan mengajaknya ke balkon Villa.
Sampai di balkon, keduanya disambut oleh hangatnya terik sinar matahari.
"Maksud kamu apa ajak saya kemari?"tanya Roudullah.
"Kalau bisa kita jangan biarkan penyakit yang ada di dalam tubuh itu betah berada di dalam sana, buat dia pergi. Dan paparan sinar matahari sangat bagus sekali untuk tubuh kita, meningkatkan produksi vitamin D dan meningkatkan imunitas tubuh,"jelas Jeje.
Roudullah pun menuruti kemauan Sang Istri. Sementara Jeje pamit pergi untuk menemui Khalisa. Saat menemuinya di kamar, ternyata Sang Putri sudah bersiap berangkat ke sekolah.
Jeje mengantarnya sampai di halaman villa, dia menyesal tidak bisa mengantar Putrinya sampai ke gerbang sekolah, karena Sang Suami tengah sakit. Hebatnya Khalisa bisa memahami hal itu.
Putra terlihat kewalahan menghadapi hari ini. Karena sahabatnya tengah sakit, dia harus mengerjakan semua tugas di kantor seorang diri. Ketika hendak menuju ke ruang desain, dia tidak sengaja berpapasan dengan Inggrid yang sedang terburu-buru.
"Ada keperluan apa kamu datang kemari?"tanya Putra.
"Sejak kapan nih kamu jadi pengen tau banget urusan aku?"cetus Inggrid.
Putra menghela napas berat. "Kalau kamu mau cari Dullah, percuma. Dia nggak masuk kantor hari ini,"
Matanya seketika melebar. "Oh iya? Kamu tau alasannya kenapa?"
"Dia sedang sakit, saran aku lebih baik kamu nggak usah lagi deh ganggu dia ya,"tegas Putra meninggalkannya seorang diri.
***
Bu Ilhama meminta Jeje untuk menemui dirinya di kamar. Hatinya merasa was-was, apakah dia telah melakukan kesalahan yang besar.
Sang Mama Mertua menutup rapat pintu kamarnya, membuat wajahnya memutih.
"Maaf kalau pembicaraan ini terlalu ke hal yang pribadi,"ucap Mama Mertuanya, "Semalam kalian baik-baik aja, kan? Dahinya berkerut.
"Maksud Mama?"
"Ibu kira dia jadi sakit begitu gara-gara misi semalam,"imbuh Mama Mertuanya membuat Jeje melongo beberapa sesaat.
Tidak terjadi apa-apa pada malam itu dan kemarin sore, atau memang tidak akan pernah terjadi.
Peluh bercucuran deras ke seluruh tubuhnya. Jeje berharap Sang Suami bisa kembali sehat.
Menjelang waktu tidur, Jeje masuk ke kamarnya. Sang Suami yang tengah duduk manis di sofa, tiba-tiba beranjak dan berjalan menghampirinya.
"Coba kamu pegang, udah nggak panas lagi, kan?"ucap Roudullah meraih punggung tangan Sang Istri untuk ditempelkan di keningnya seraya tersenyum manis.
Denyut jantungnya kembali berdetak cepat sekencang laju kereta cepat. Dalam hitungan detik, dia melepaskan genggaman tangan itu dan mengalihkan pandangannya, sebelum Sang Istri menyadarinya.
"Maaf, tadi itu refleks saja,"jelas Roudullah membuat Jeje manggut-manggut.
Bilang saja gengsi mengucap kata terima kasih, kepada yang kasih jadi terkasih. Tunjukkan aksi cintamu, tanpa harus menciptakan perih.
Cahaya kemerah-merahan di langit sebelah timur mulai tercipta. Roudullah sudah duduk di meja makan berdampingan dengan Putri dari Sang Istri.
Dia mulai menyapa lalu mengambil piring seperti yang Jeje lakukan, sampai berbagi lauk pauk untuk Khalisa.
Kehangatan begitu jelas diantara keduanya. Karena arah ke kantornya dan sekolah Khalisa searah, dia ingin mengantarnya berangkat ke sekolah. Melihat itu senyum di wajah Jeje terus mengembang, putrinya dan Sang Suami pergi dalam satu mobil.
Di tempat parkir kantornya, ada satu buah mobil Honda Civic tipe R berwarna merah yang menurut dia sama sekali tidak asing dalam ingatannya. Sambil mengingat-ingat kembali, dia berjalan mengelilingi mobil itu. Perlahan kaca mobil bagian depan terbuka, ada Inggrid di dalam.
"Kamu lihat kan, akhirnya aku bisa memiliki mobil impian kita dulu,"ucap Inggrid, "Bagaimana kalau sekarang kita pergi jalan-jalan?"
Roudullah memberi senyum miring seraya merapikan dasinya.
Inggrid begitu yakin sekali bahwa laki-laki di hadapannya itu tidak akan menolaknya. Tiba-tiba saja Roudullah merogoh saku celananya dan menerima panggilan telepon.
"Lagi pula mobil ini bukan lagi impian aku, apa kamu lupa hubungan kita sudah lama berakhir?"cetus Roudullah, "Maaf ya, aku harus pergi karena ada pekerjaan yang jauh lebih penting dari basa-basi kita ini,"
Roudullah pergi dari sana tanpa ada segaris senyum di wajahnya. Berada di sana membuat Inggrid tidak ada harga dirinya lagi.
Di ruang kantor, Roudullah melihat dari jendela untuk memastikan bahwa Sang Mantan sudah pergi. Nyatanya tidak ada yang menghubungi dia di parkiran mobil. Hanya sebuah alasan agar bisa menyelamatkan diri dari mantan.
Jam makan siang, Putra menemui Roudullah di ruang kerja. Kini dia sudah hafal dengan kebiasaan baru sahabatnya itu. Ketika masih lajang, dia selalu makan siang di luar kantor, kini sahabatnya sudah berstatus sebagai seorang suami yang mana setiap hari membawa bekal makanan dari Sang Istri.
"Apa aku ganggu kamu lagi makan siang?"tanya Putra di depan pintu ruang kerja Roudullah.
Roudullah menggelengkan kepalanya seraya menutup bekal makanan.
Putra tampak begitu ragu untuk menceritakannya, cukup lama menunggu kata yang keluar dari mulutnya itu.
"Sebenarnya kamu ini kemari mau apa? Bicara saja, jangan cemas begitu,"ucap Roudullah.
"Kemarin waktu kamu nggak masuk kantor, Inggrid ke sini dan cari kamu,"jawab Putra membuat Roudullah mengatupkan bibirnya.
Semakin ke sini , semakin Roudullah tidak mengerti mengapa Inggrid masih saja nekat menemuinya, meski Sang Mantan sudah menikah.
Sebagai seorang sahabat, Putra meminta padanya untuk tetap berhati-hati saat ini, sebab kita tidak pernah tahu isi hati seseorang.
Turun dari mobil, langkah kaki mungilnya yang menari-nari terdengar sampai ke dalam jiwanya. Jeje yang saat itu sedang memasak di dapur, pergi ke luar Villa menemui Sang Putri.
"Assalamualaikum, Bunda,"ucap salam Khalisa.
"Waalaikumussalam. Ada apa ini, kok putri Bunda senyum-senyum sendiri?"
Khalisa menarik tangan Sang Bunda, lalu duduk di sofa ruang tamu. Matanya bersinar, dia berseri-seri. Jeje dibuat ternganga mendengar bahwa Sang Suami yang telah menjadi alasan putrinya sebahagia ini.
...[BERSAMBUNG]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments