Bab 2~Mengantar Sekolah

Sebuah mobil sport berwarna merah berhenti di pelataran sebuah Sekolah Taman Kanak-kanak ternama. "Dah sampai Rei, ayo turun!" Kaki jenjangnya menjulur keluar dari mobilnya, kemudian berjalan masuk ke halaman sekolah.

Alena menuntun tangan kecil keponakannya itu untuk masuk kedalam kelas.

Karena tadi ada drama kecil di rumah, jadi Rei pun harus ketinggalan pelajaran. Saat ini, semua murid dipanggil satu persatu untuk menebak bunyi hewan dan menyebutkan hewan apa itu.

Tok tok tok

Semua pasang mata yang berada dalam ruangan kelas itupun serempak menoleh.

Alena masuk sembari tersenyum manis. "Permisi, Bu! Maaf sebelumnya karena Reihan terlambat. Tadi jalanan sedikit macet," alibinya sambil tersenyum ke arah Bu Guru.

Bu Guru lekas mengangguk sambil membalas senyum Alena. "Oh, Reihan baru nyampe. Masuk, sayang. Silahkan duduk dan menunggu giliran ya," Bu guru mempersilahkan mereka masuk dengan mengulurkan tangan di depan.

Semua mata tertuju pada gadis muda yang menuntun keponakannya untuk masuk.

Alena menunduk sedikit kepada Guru Reihan, sebelum ia berkata lagi. "Maaf, Bu Guru! Sepertinya saya tidak bisa berlama-lama di sini, soalnya ada pekerjaan yang harus segera dilaksanakan. Saya titip keponakan saya sampai pulang nanti dijemput sama kakak saya." ucapnya sembari tersenyum manis.

"Oh, tidak apa-apa, Mbak! Jika belum ada yang jemput Rei, saya tidak akan menyuruhnya pulang." Ucap Bu Guru Imelda lembut.

Mendengar tantenya di panggil Mbak, Reihan protes. "Bu Guru. Yang cantik ini aunty-nya Rei, namanya aunty Alle, bukan Mbak-Mbak tau!" ucapnya dengan polos.

Alena tersenyum pelik karena perkataan keponakannya. "Rei. Maksud Bu Guru bukan Mbak-Mbak pengasuh. Tapi panggilan buat perempuan yang muda atau yang lebih tua darinya, gitu." jelas Alena.

"Oh, maksudnya orang yang baru kenal gitu, ya aunty?" Otak cerdas Rei mencerna penjelasan tantenya.

"Nah, kaya gitu maksudnya. Ya sudah, Bu! Saya pamit dulu dan terimakasih!" ucapnya sambil melangkah pergi. "Jangan nakal ya, Rei?" lanjutnya sebelum keluar dari ruang kelas dan ber-dadah ria pada ponakannya itu.

Sepeninggalan Alena, pelajaran pun di lanjutkan kembali. Kini Bu Guru memanggil Reihan. "Baiklah Rei, sekarang giliran kamu ke depan ya! Kita sedang bermain tebak suara dan memperagakannya. Kalau bisa jawab, dikasih bintang." jelas bu Guru.

"Baik, Bu!" Rei berjalan ke depan.

"Coba tebak suara ini! Petok..petok..?(sambil memeragakannya).

"Ayam, Bu!" Jawab Rei.

"Bagus. Kalau ini, guk ... guk?"

"Anjing, Bu." (Maaf bukan kata kasar ya, tapi ini nama hewan)

Kembali bu Guru mengangguk dan melanjutkannya. "kalau, harghh ... haargghh?"

"Harimau, Bu." Rei dengan mudah menjawabnya.

Bu guru tersenyum. "Pinter ya. Eemmhhh, kalau ini ... Emmooohhh?"

"Ya elah, gampang bener Bu. Ya Sapi, dong!" jawab Reihan.

Bu guru lagi-lagi tersenyum "Gampang ya. Kalau ini, meong ... meong?"

"Ih, masa itu aja gak tau. Itu sih, suaranya si wicky bu." jawab Reihan dengan santai.

"Hah, si Wicky. Siapa itu?" tanya bu Guru penasaran.

"Si wicky itu, kucing kesayangan Rei." sahutnya dan disambut gelak tawa oleh teman-temannya.

Bu Guru ikut tertawa dan berkata lagi padanya. "Aduh Rei. Bilang aja kucing gitu, jangan namanya!" kata bu Guru. "Ya sudah, coba kamu tirukan suara buaya?" lanjut bu Guru kemudian karena Rei dengan mudah menjawab semuanya.

Reihan menjentikkan jarinya terlihat meremehkan. "Gampang, Bu!" ucapnya dengan pede. "Gini suaranya ... Neng, ikut abang dangdutan, yuk!"

Sontak semua orang yang berada di sana tertawa mendengar ucapan Reihan. "Hahaha," riuh suara teman-teman sekelasnya tertawa terbahak bahak.

"Lho kok, suaranya gitu?" Bu Guru bertanya antara bingung dan pengen ketawa.

(Jangan tanya sama Othor ya, Bu Guru! Sumpah, bukan Othor yang ngajarin tuh anak)

Reihan dengan santainya menjawab pertanyaan Bu Guru. "Iya, emang gitu Bu. Kemaren kan Rei jalan sama aunty, terus ada cowok yang godain aunty ... Neng, ikut abang dangdutan yuk! Terus kata aunty ... Naj*s lo, dasar buaya." penjelasan Rei menyebabkan riuh satu ruangan karena tertawa terbahak-bahak.

"Aduh, Rei." Bu Guru menepuk keningnya pelan, bingung mau berkata apa kepada bocah lima tahun tersebut.

Setelah meninggalkan Reihan di sekolah, Alena melajukan mobil sport merahnya menuju basecamp tempat mereka berkumpul untuk merencanakan sesuatu.

 

Di luar basecamp, sudah berdiri seorang pemuda tampan yang sedang menunggu mereka.

"Hai, Dik! Dah lama nunggu?" tanya Alena kepada Dika yang tengah termenung sendirian.

Dika menoleh, "Belom. Gue baru aja dateng," sahutnya sembari tersenyum.

"Yang lain belum dateng, ya?" Alena celingukan mencari ke kanan dan ke kiri.

Dika pun menggelengkan kepala. "Belum sih kayaknya. Motor mereka aja belom keliatan," kata Dika kembali.

Tak lama kemudian, dua motor sport berhenti di depan basecamp.

Indra yang baru datang dengan motor sportnya, disusul dengan Geri dari belakang. "Sorry, gue telat!"

Geri pun berucap sama. "Sorry, gue juga telat!"

Alena dan Dika menggelengkan kepala. "Enggak apa, gaes! Santei aja," ucap keduanya serempak.

"Oke kalo gitu, kita ngobrol di dalem aja deh biar enak!" Sherly kemudian mengajak tiga pemuda itu masuk.

 

Memang basecamp ini jaraknya lumayan jauh dari rumah mereka, tepatnya pertengahan antara arah rumah semuanya. Tempat ini sudah dari dulunya memang jadi markas mereka.

Banyak kenangan yang tersimpan di rumah yang dijadikan basecamp ini, sebab dulunya rumah ini adalah rumah milik keluarga Alena sebelum pindah ke rumah barunya.

Keempat muda-mudi itu pun mengobrol santai sembari memakan camilan yang dibawa Alena.

"Jadi, kita mau berlibur ke mana?" tanya Dika membuka suara.

"Ke pantai aja. Gimana menurut kalian?" usul Geri.

Indra pun menginterupsi. "Ogah, bosen! Mendaki gunung aja, yuk! Gue penasaran pengen bermalam di puncak gunung,"

"Anjir lo. Naek gunung capek," Alena berpendapat.

"Yaelah, Beib. Masa naek gunung aja lu kagak mampu! Seru tahu, banyak tantangan!" Dika menimpali.

"Tar kalo nafas gue habis gimana? Mau tanggung jawab?!"

"Gue kasih nafas buatan. Gue punya banyak simpenan oksigen, khusus buat lu!" Dika menaik-turunkan kedua alisnya.

Alena bergidik. "Idih. Yang ada gue tambah pingsan, kagak bangun lagi."

"Hahaha."

Ketiga pemuda itupun tertawa terbahak melihat Alena yang bergidik karena candaan Dika padanya.

Mereka pun akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu liburan di puncak gunung yang ada di daerah Jawa Barat.

Keempatnya sepakat akan berangkat akhir pekan ini untuk menghabiskan waktu liburan mereka sebelum memulai kembali aktivitas masing-masing.

Karena Renita sudah bekerja di perusahaan milik Aldrian, maka Alena harus membujuk sang kakak agar mengizinkan Renita untuk ikut dengan mereka.

Dia sudah memikirkan cara terbaik untuk membujuk kakaknya agar Renita bisa izin cuti untuk beberapa hari.

"Lo yakin Kak Al pasti ngizinin Iren cuti?" tanya ketiga pemuda itu.

Dengan percaya dirinya Alena mengangguk. "Gue yakin kakak gue pasti ngizinin Sekretarisnya liburan," ucapnya sembari tersenyum.

...Bersambung ......

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!