"Pemasukan bulan ini stabil. Tapi tidak meningkat. Tiga sponsor pengiklanan baru sudah menandatangi kontrak. Jika dibandingkan dengan majalah New Look, perusahaan kita 5% lebih unggul dari mereka. Baik segi tata letak, pengiklanan, promosi bahkan penjualan."
Younha mempresentasikan laporannya dengan sangat baik didepan sambil menggeser slide powerpoint dengan remote, dia begitu baik dalam hal menyusun hasil dan menjelaskannya kepada kepala keuangan—Pak Park Jisang, juga direktur utama yakni mantan suaminya sendiri. Lee Jihoon.
"Bagaimana dengan pembatalan iklan, bukankah produk dari Dallkon Corp. mengundurkan diri?" Gelitik Pak Jisang ingin tahu.
"Untuk itu mereka tekena denda 10% sesuai kontrak yang sudah disepakati" Tegas Younha. "Karena skandal ada pelanggan yang protes pengiriman lambat membuat pesanan mereka sedikit menurun."
"Ya, tetap saja kita harus berhati-hati menerima kontrak." Jihoon mendesah sambil membolak-balik kertas hasil print yang Younha laporkan. "Tapi itu tak masalah. Denda sepuluh persen itu tidak kecil."
Pak Jisang mengangguk. "Setidaknya dapat menambah sedikit grafik peningkatan bulan ini."
Jihoon menatap lurus kearah Younha yang sedang membereskan berkas dan laptopnya, senyum kecil terulas dari bibir sang direktur didalam ruang rapat yang gelap. "Untuk tiga produk sponsor ini adalah perusahaan makanan cepat saji, sebelum menandatangi kontrak dengan mereka aku ingin melakukan peninjauan dulu." Ucap Jihoon masih menatap Younha. "Tapi aku tidak bisa sendiri."
Younha yang sedang mencabut flashdisk berpura pura tidak mendengar lalu izin keluar lebih dulu.
"Observasi lokal?" Pak Jisang mengernyit, lalu tertawa jenaka. "Pak Jihoon tidak perlu melakukan itu. Kita punya tim lapangan yang siap menyebar ke seluruh Korea."
"Tadinya begitu fikir saya, tapi tidak ada salahnya saya terjun langsung."
"Baiklah, jika anda butuh partner, ketua tim lapangan bisa membantu. "Bu Jihan sangat—"
"Younha-ssi, maukah anda menjadi partner observasi saya?" Jihoon memotong ucapan Pak Jisang dan menatap Younha yang berdiri disamping meja rapat. Awalnya ia ingin izin pamit duluan tapi tercegat oleh pertanyaan menyebalkan ini.
"K-kenapa saya?" Younha mengernyit. "Tim lapangan pasti lebih baik. Saya tidak pandai menilai produk."
"Karena kamu tim manajemen, kamu hanya perlu mencatat beberapa inti pembicaraan." Sanggah Jihoon ngotot. "Cukup simpel dan mudah. Saya kira lulusan Oxford seperti kamu sangat cerdas."
Younha agak terjengat saat Jihoon berkata tentang universitas saat kuliah dulu. Mendadak Younha sebal, ia menatap Jihoon dengan tatapan nyalang tanpa mengindahkan status pria itu sebagai direktur.
"Maaf, akan saya pikirkan dulu." Younha membungkuk hormat, lalu meninggalkan ruang rapat itu dengan sedikit menghentakkan kaki. Saat langkahnya tepat sampai diambang pintu, ia tidak sengaja berpapasan dengan seorang wanita yang menambah kekesalannya. Hyejin, tersenyum lembut kepada Younha tapi malah membuat Younha makin kesal hingga kepalan tangan Younha menguat sampai terlihat buku buku jarinya memutih.
Ia ingin meninju saja wanita dihadapannya ini jika tidak ingat bahwa dia putri komisaris perusahaan. Younha hanya pasrah menahan emosinya, lalu membungkuk hormat dan pergi tanpa sepatah katapun.
...*****...
"Astaga, anda mengagetkan saya Pak!" gerutu Younha saat melihat pria berbadan tegap itu telah berada di depannya.
"Sudah mau pulang?" Tanya Jihoon sambil mencuci tangan di wastafel, mengepakkan kesepuluh jarinya lalu menatap cermin lebar dihadapannya. "Apa kamu punya rencana?"
Younha berdecak sebal sambil membereskan tasnya. "Ya, seperti biasa menjemput anak-anak. Yeonjun ingin makan diluar malam ini."
"Bolehkah aku ikut?" Jihoon agak mendekati Younha. "Aku juga belum tahu ingin makan apa."
"Aku tidak mengajakmu."
"Aku tidak butuh ajakanmu. Aku mengikutkan diri."
Younha berdecih, lalu memutar badan menatap Jihoon dan tanpa sadar jika jarak keduanya sangat dekat kini. Mungkin hanya satu jengkal. Younha agak menahan nafas lalu menjatuhkan pandangannya. "Bagaimana dengan wanitamu." Decih Younha remeh. "Bukankah dia pencemburu dan sangat lengket kepadamu. Aku takut kamu tidak diberi jatah jika diam diam pergi denganku."
Jihoon menghela nafas panjang dan berat, selalu saja Hyejin menjadi kekalahannya menghadapi Younha.
"Kamu masih kesal denganku?" Tukas Jihoon menahan Younha yang akan pergi. "Maafkan aku Younha. Mungkin kita perlu bicara."
Younha menepis tangan pria itu hingga terlepas. "Tidak ada yang perlu dibicarakan antara kita. Tidak ada kata kita." Seringai Younha menekankan kalimatnya. "Kita sudah selesai dan tidak ada yang bisa dibicarakan lagi."
"Kamu hanya tidak mengerti."
Seketika tatapan Younha menajam, ia mendongak untuk melihat lebih jelas pria yang ada dihadapannya itu. Matanya mulai merah menahan emosi, bibir tipisnya tersenyum kecut yang terlihat menyedihkan.
"Kamu bilang aku tidak mengerti?" Younha mengerutkan keningnya. "Ya, memang aku tidak mengerti dan kamu juga selalu berkata bahwa aku tidak mengerti saat membahas tentang Hyejin. Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan?"
"Kamu pasti tidak percaya biarpun aku berkata jujur.
"Tentang Hyejin?" Sahut Younha dengan senyum miring. "Apapun alasan kamu untuk wanita itu, aku tidak peduli dan tidak ingin mendengarnya sama sekali. So, everything about your heart. Aku tidak berhak ikut campur."
Younha pergi tanpa kata lagi, cukup sikap sederhana yang membuat Jihoon lagi-lagi tak bisa mengelak.
...*****...
Younha menggandeng Yeonjun saat mereka menyusuri trotoar yang dihiasi lampu kelap kelip itu. Setelah menjemput kedua putranya dari apartemen Mirae, Younha mengajak mereka makan malam diluar seperti yang ia janjikan pagi tadi.
Yeonjun sangat antusias, beberapa kali bocah itu menunjuk nunjuk papan toko sambil mengeja huruf Hangul yang terpajang dengan pelan, memamerkan pada Younha bahwa ia sudah bisa mengeja walau sedikit. Younha sangat bangga dengan putra menggemaskannya itu.
Setelah sepuluh menit berjalan, mereka akhirnya sampai juga di sebuah restoran sederhana yang berada sedikit masuk dari gang sempit didekat apartemen Hyundai. Restoran yang sering Younha kunjungi bersama Jinan saat masih lajang dulu. Nuansa dan suasana masih sama, hanya ada sedikit dekorasi dan lampu kuning di beberapa tempat.
"Mama, kapan adek Seojun boleh makan ayam?" Tanya Yeonjun dengan mulut penuh ayam goreng. "Kasihan adek makan biskuit terus."
Younha mengelap remahan kecil dipinggir mulut Yeonjun sambil tersenyum. "Nanti kalau giginya sudah banyak. Lihat, adek giginya baru empat belum kuat untuk mengunyah ayam."
Yeonjun tertawa gemas, mengayunkan kaki mungilnya dibawah meja sambil menikmati makanannya. "Mama, tadi ayah berkata akan pulang nanti malam."
Younha agak kaget dengan omongan Yeonjun, sedikit antisipasi jika perkataan anak itu benar. "Mungkin tidak jadi, ayah sibuk." tegas Younha.
"Yeonjun tidak berbohong. Ayah akan membawa boneka kelinci besar nanti." seru Yeonjun antusias.
Younha mengelus kepala putranya pelan, sedikit senyum terulas begitu saja atas kabar mengejutkan ini. Namun jika mengingat kejadian tadi siang Younha jadi geram lagi. Ia sangat malas melihat wajah sang mantan suami tapi hatinya berdebat melihat kasih sayang pria itu pada anak anaknya. Jihoon orangnya penyayang, cintanya pada Yeonjun dan Seojun sangat tulus.
Jika tidak karena anak-anak yang masih butuh perhatian ayahnya, mungkin Younha telah memisahkan mereka dari pria menyebalkan itu. Semua ini demi Yeonjun dan Seojun. Younha harus bersabar.
...*****...
"Tapi kakak sudah mengantuk." Ucapan Yeonjun begitu nyata yang ketujuh kali. Anak itu sangat kenyang setelah makan ayam tadi dan langsung mengantuk. Padahal ia berkata ingin menunggu ayah datang. "Mama, kenapa ayah lama sekali?"
"Mungkin ayah tidak jadi datang. Kakak tidur saja ya?" Tukas Younha yang masih menggendong Seojun, memenangkan bayi itu agar tertidur juga.
"Tapi, kakak pingin lihat boneka kelinci yang mau ayah belikan." Yeonjun cemberut.
Younha meletakkan Seojun di boks bayinya saat bocah itu sudah tertidur, kemudian mendekati Yeonjun dan menuntunnya ke kamarnya sendiri. Younha merebahkan badan kecil Yeonjun lalu menarik selimutnya sampai dada.
"Nanti kalau ayah benar pulang, boneka kelincinya mama taruh disamping kakak untuk menemani tidur, hm?" Younha menpuk-puk punggung Yeonjun seolah meyakinkan bahwa ayahnya benar akan pulang. "Jadi saat kakak bangun tidur langsung melihat boneka itu."
Yeonjun mengangguk. Younha bangkit meninggalkan kamar anaknya setelah terlelap. Ia melirik jam yang berada diruang tengah, pukul sepuluh malam. Dalam batinnya menghardik Jihoon yang berani membuat janji untuk anak-anak namun tidak bisa menepatinya.
Baru dua langkah ia menuju kamar, suara bel berbunyi. Younha langsung tahu siapa itu. Ia membuka pintu apartemen dan sudah menduga jika tamu itu adalah Jihoon. Pria itu membawa boneka Kelinci besar dan sekotak ayam pedas manis serta beberapa botol Soju.
"Kukira kamu hanya membohongi Yeonjun." Ketus Younha menyilang tangan.
"Apa aku tidak dipersilahkan masuk?"
"Sudah malam, tidak baik menerima tamu laki-laki selarut ini" Kata Younha judes tanpa melihat lawan bicaranya. "Apalagi kekasih orang."
Jihoon langsung menyelonong masuk begitu saja, mengabaikan Younha yang mendumel diambang pintu. Younha terkejut, ia melihat luar di kanan dan kiri memastikan tidak ada tetangga yang melihat seorang single parent sepertinya membawa masuk pria dimalam hari.
"Anak anak sudah tidur?" Tanya Jihoon meletakkan ayam dan Soju diatas konter dapur.
"Apa kamu tidak melihat jam, hampir jam sebelas malam dan ayah macam apa kamu ini tidak tahu waktu tidur anaknya sendiri." sebal Younha sambil melihat bawaan Jihoon, ia menata ayam dan Soju itu diatas meja. "Letakkan saja bonekanya di samping Yeonjun. Aku sudah berkata kepada putramu tadi."
Jihoon tersenyum, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar sang putra dan meletakkan boneka tepat disamping si bocah.
"Makan dan minumlah selagi ada waktu bersantai." Younha menggeser ayam dan Soju itu dihadapan Jihoon saat ia mulai duduk dimeja ruang makan. "Kamu bisa pergi kapanpun, aku akan istirahat."
Jihoon memegang siku Younha yang akan melangkah hingga tubuh itu berbalik lagi. "Temani aku, aku hanya butuh teman minum." Tukas Jihoon dengan binaran memohon.
"Besok harus bekerja—"
"Besok hari Minggu." Sahut Jihoon. "Cih, apa pikiranmu terforsir untuk bekerja terus hingga lupa hari? Duduklah, temani aku sekali ini saja."
Younha menghembus nafas panjang lalu duduk di kursi samping Jihoon dan mulai menuang Soju ke gelasnya. Mereka saling bercerita walau Younha lebih banyak diam dan hanya berdehem merespon. Mantan suaminya ini sangat pengeluh, apapun yang ia rasakan selalu ia ceritakan.
"Apa kamu sengaja membawa ingin membuatku mabuk?"
"Menurutmu?" Jihoon tersenyum. "Tenanglah, aku tak akan curi kesempatan."
Dua puluh menit berlalu. Jihoon peminum yang kuat, sudah satu botol dan ia masih waras tidak seperti Younha yang baru setengah botol sudah bicara sendiri dan bergerak tak karuan.
"Tidurlah, kamu sudah mabuk." Tukas Jihoon menyesap gelasnya perlahan.
"Tidak, aku masih sadar."
"Kamu sudah mabuk Younha-ya."
"Shttt, aku ingin melihat wajah tampan ini." kedua tangan Younha menakup pipi Jihoon dan menatap mata pria itu intens. "Kamu jahat, kamu lelaki jahat." Younha memukuli dada Jihoon sambil terus mengatakan bahwa pria itu orang jahat dan tak punya perasaan.
Jihoon hanya mengerjap, ingin mengabaikan omongan mabuk Younha tapi semua perkataan wanita itu sangat jelas dan benar. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri sambil mendengarkan kata-kata Younha yang hanya berisi ujaran kebencian kepadanya.
Malam semakin larut dan Jihoon menggendong Younha ke kamarnya saat wanita itu sudah benar benar mabuk. Jihoon menidurkan tubuh ramping Younha perlahan lalu menyampingkan helaian rambut lembutnya keatas telinga. Jihoon menatap lekat wanita itu yang terlihat masih sama seperti dulu. Teduh dan menyenangkan untuk sekedar dipandang. Senyum Jihoon terulas bersama ia menelisik seluruh inci lekuk wajah cantik itu hingga tanpa sadar pandangannya jatuh ke belahan bibir Younha yang sedikit terbuka.
Jihoon menampar dirinya sendiri, ia tidak akan menyentuh mantan istrinya itu tanpa izin. Pria itu ingin bangkit dari samping ranjang namun tangannya dicekat Younha.
"Mau kemana Jihoon-na?" lirih Younha membuka mata. "Aku ingin kamu menemaniku tidur malam ini."
Younha menarik pergelangan tangan Jihoon hingga pria itu menunduk, lalu Younha mengalungkan kedua lengan rantingnya di leher sang mantan suami sambil berkata "Sleep with me tonight."
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Rosee
ayoo semangat thooor
2023-05-11
0
Dinnost
Younha,
Bagus. Harus tegas...
2023-04-24
0
Feisya Caca
aduh pasti mereka saling rindu suasana intim dan rangkulan hangat😁😁🙃
2023-03-16
0