Maaf Yang Pernah Singgah

"Mama kerja dulu ya, jangan nakal sama bibi Mirae. Nanti kalau ada apa-apa telfon mama, Oke!"

Younha berjongkok dihadapan putra pertamanya yang terlihat memanyunkan bibir. Pagi ini entah mengapa Yeonjun sangat rewel, menangis dan manja sebab ingin ditemani Younha bermain. Namun Younha tidak bisa izin, Minggu deadline sudah dimulai dan karyawan perusahaannya benar-benar tidak boleh izin. Laporan untuk majalah baru selalu dikejar atasan.

"Ow, kok manyun gitu bibirnya sih?" tukas Younha mengusap kepala Yeonjun. "Nanti mama pulang cepet, terus makan malam diluar mau?"

Yeonjun mengangguk walau masih cemberut. "Makan ayam goreng."

"Oke pangeran." Younha merentangkan tangan menjemput pelukan kecil putranya. Dengan penuh hati-hati dan kalimat lembut, Younha berusaha membujuk sang putra agar tidak marah lagi. Seperti ini hal yang selalu dialami Younha, kurangnya waktu bersama sang buah hati agaknya bisa membuat bocah empat tahun itu hilang Mood juga bayi kecilnya yang kurang perhatian.

Namun Younha tidak bisa berbuat apa-apa. Semua ini demi masa depan anak-anaknya.

"Sudah hampir setengah delapan, nanti keburu penuh keretanya. Apalagi hari Senin seperti ini, penumpang biasanya membludak." Mirae membawa satu piring nasi dan sayuran untuk sarapan Yeonjun yang masih menunggu Younha di ruang tamu apartemen Mirae.

"Aku titip anak-anak ya, Mirae. Maaf merepotkan lagi." Kata Younha sambil menggendong Seojun. "Jika kamu lelah hubungi aku. Nanti kujemput mereka."

Mirae meletakkan sepiring nasi itu, mempersilahkan Yeonjun sarapan lalu berganti menggendong Seojun. Bayi gembul itu langsung tertawa bahagia seolah sudah sayang dan terbiasa dengan Mirae.

"Jangan berkata seperti itu lagi, Younha. Aku benar-benar suka dengan mereka. Kata ibuku, salah satu cara untuk cepat punya momongan adalah dipancing seperti ini." ucap Mirae mengayun Seojun dalam emongannya. "Aku harus sering bersama anak kecil, siapa tahu dapat memancing anakku."

"Amen." Younha tersenyum kepada Mirae, melihat bagaimana ketegaran hatinya. Ia hanya bisa berdoa agar Mirae juga segera dikaruniai momongan.

"Sebentar, apa kamu bawa mobilku saja?" Tukas Mirae bersemangat. "Aku tidak ada jadual keluar hari ini."

"Tidak perlu Mirae, aku naik kereta saja yang sudah biasa. Lagipula aku malas menyetir sendiri."

"Oh ya sudah kalau begitu. Nanti biar Jinan yang menjemputmu."

Younha langsung melotot, berusaha menyanggah Mirae yang terlihat memaksa. Walau istri sahabatnya itu sangat faham hubungan persahabatan Younha dengan sang suami tetap saja akan aneh jika wanita seperti Younha dijemput suami orang lain. Dan juga Younha sangat menghargai Mirae, untuk hal-hal seperti ini Younha tidak akan menurutinya.

"Tidak perlu Mirae, waktu pulangku tidak pasti dan Jinan sangat sibuk di kepolisian. Aku mau mampir dulu ke rumah Bu Jang." sanggah Younha pelan yang dapat difahami Mirae. "Baiklah, aku pergi dulu." ucap Younha memakai mantel dan tas kerjanya.

Younha berjongkok untuk mengecup dahi Yeonjun sekilas, bocil itu sudah tidak marah—kini mulut kecilnya penuh dengan makanan yang dibuat Mirae.

"Hati-hati dijalan dan selamat bekerja." Jawab Mirae sambil menuntun tangan kecil Seojun melambai demikian juga dengan Yeonjun.

Mirae menatap punggung sempit Younha yang perlahan hilang bersama lift yang tertutup sambil menyungging senyum, ada sedikit ngilu jika mengingat kasih sayang suaminya dengan Younha. Mirae tahu jika mereka tidak lebih dari sahabat, namun tetap saja mengganjal hatinya.

Mirae hanya berusaha mengelola perasaannya sendiri.

...*****...

"Pak Kim memintamu segera membuat sketsa tempatnya." Younha meletakkan sebuah berkas dimeja teman kantornya, namun saat mau langsung berbalik ia mendapati rekannya itu melamun. Telapak tangan Younha dilambaikan ke depan wajah rekannya yang kemudian tersadar.

"Oh, ada apa Younha?" Tanya Eunbi gelagapan.

Younha mengambil duduk di kursi samping Eunbi. "Ini tugas dari pak Kim, laporan sketsa. Kamu kenapa? Sakit?"

Eunbi menggeleng. "Ya, mungkin sakit hati."

Mendengar omongan tanpa filter dari rekannya itu, Younha malah tertawa lirih. "Seperti anak muda saja, sakit hati. Ya, tapi semua orang punya masalah sendiri sendiri."

"Jelas aku sakit hati, suamiku berkata jika sekarang aku gendut setelah melahirkan. Aku jadi geram."

"Sudah, jangan diambil pusing. Suamimu mungkin hanya bercanda."

Younha sedikit melirik ke samping layar komputer Eunbi dan mendapati bunga segar disana. Pada ikatan bunga itu ada kartu ucapan kecil. "Itu bungamu?"

Eunbi menoleh pada bunga itu. "Ya, dia yang mengirimnya tadi pagi." Decak Eunbi masih cemberut. "Tapi tetap saja aku marah."

Younha tersenyum tipis lalu memberi pengertian pada rekannya itu. "Bukan berarti teguran itu wujud kebencian, namun sebaliknya. Mungkin suamimu hanya heran dengan perubahanmu yang drastis. Dan karangan bunga itu sebagai rasa cintanya, suamimu meminta maaf lewat bunga itu."

"Benarkah?" Agaknya Eunbi mulai tenang. "Tapi aku tetap marah, dia menyebalkan." decak Eunbi sambil menyilangkan tangan didepan dada. "Younha, kamu tahu kalau pak Jihoon katanya dulu pernah punya istri, tapi sekarang sudah bercerai karena Bu Hyejin."

Younha hanya mengerjap pelan tidak mau menanggapi saat tiba-tiba Eunbi mengganti topik pembicaraan. Direktur itu mantan suaminya, hanya Younha yang tahu. Dan karyawan disini tidak tahu hubungan Younha dan Jihoon. Mereka telah sepakat untuk sama-sama menutupi demi eksistensi di perusahaan ini.

"Sudahlah jangan terlalu ingin tahu urusan orang apalagi atasan sendiri." Younha bangkit sambil merapikan pakaiannya. "Oh ya, jangan lupa sketsanya. Aku permisi."

Jika mengingat permintaan maaf, Younha jadi teringat dahulu ia pernah menjadi wanita paling beruntung karena memiliki suami seperti Jihoon. Masa dimana sang suami membelanya tepat didepan sang mertua. Ibu tiri Jihoon.

Saat itu Younha juga habis melahirkan putra keduanya Seojun. Memang masa masa menyusui seorang Ibu biasanya lebih cepat lapar karena tenaganya juga disedot sang bayi.

Suatu hari di penghujung musim salju, ibu mertuanya datang ke rumah sambil mencibir Younha sebab berat badannya naik drastis. Pipinya juga terlihat gembul.

"Kamu harusnya bercermin." Seoyeon—ibu tiri Jihoon memegang lengan atas Younha dan seketika dia langsung terkejut mendapati begitu banyak lemak yang menumpuk disana, Seoyeon bahkan agak mencubitnya untuk memastikan lagi sampai membuat Younha kesakitan. "Astaga, b-bagaimana tubuhmu bisa seperti ini? Bagaimana anakku mau tidur denganmu?"

Yeonjun menatap mama dan neneknya dengan kerjapan pelan, sejak tadi dia mendengarkan kedua orang itu berbicara. Meski dia tidak mengerti banyak, Yeonjun tahu bahwa mamanya sedang dimarahi. Anak itu hendak bangkit dan melindungi mamanya, namun sang nenek langsung melayangkan tatapan tajam kepadanya. Membuat nyali Yeonjun ciut, bocah itu hanya bersembunyi dibalik meja makan.

"Maaf ibu, aku akan memperbaiki pola makanku."

"Memang harus!!" Tegur Seoyeon menaikkan suaranya. "Jangan karena menyusui kamu jadi gendut seperti ini."

Younha hanya menunduk sambil menautkan sepuluh jarinya didepan perut. Tidak berani membantah sang ibu. Ia hanya menurut dan mendengarkan ocehan mertuanya itu.

"Ayah!!" Yeonjun langsung berlari saat menyadari sang ayah pulang sambil menenteng sebungkus ayam goreng. Dengan sigap, Jihoon menerima pelukan putranya.

"Kenapa kamu sudah pulang jam segini?" tanya Seoyeon ketus. Wanita tua itu merebahkan tubuh di sofa ruang tengah sambil terus menghardik Younha yang sedang membereskan piring.

Jihoon meletakkan tas dan jasnya, lalu dengan sopan Salim pada sang ibu. "Tumben ibu kesini?"

"Awalnya ibu kesini pingin lihat Seojun, tapi tahu istrimu seperti itu ibu jadi malas."

Jihoon mengerutkan dahi sambil melirik Younha yang kini sedang menenangkan Seojun. Suara ibu mertua itu sangat menggelegar, membuat bocah Lima bulan itu terbangun dari tidurnya.

"Memang Younha kenapa?"

Seoyeon mendengus. "Itu lho lihat badannya, sekarang ngga ideal gitu. Gendut juga."

"Wajar kan Bu orang menyusui butuh gizi lebih. Lagian Younha tetap cantik kok seperti ini."

"Kamu itu lho Ji, selalu membantah ibu."

"Siapa yang membantah ibu? Hanya saja penuturan ibu itu keterlaluan dan tidak wajar." Jihoon menghampiri Younha yang masih berdiri sambil menepuk-nepuk punggung Seojun, matanya sudah merah sebab menahan tangis dan amarah. Ia hanya menunduk, walau tidak salah namun Younha merasa dipojokkan, ia juga tidak berani menatap sang suami.

"Maafkan aku mas." lirihnya.

Jihoon tersenyum kemudian berjongkok didepan putra pertamanya. "Yeonjun makan ayamnya di kamar dulu ya. Nanti ayah menyusul." Ucapnya mengelus pipi sang putra. Dan tanpa berlama-lama bocah itu langsung berlari ke kamar sambil membawa makannya.

Jihoon bangkit juga mengelus rambut bayi lima bulannya sambil berkata lirih pada Younha untuk istirahat saja di kamar. Namun Younha menolak, tidak sopan rasanya meninggalkan ibu mertua yang berkunjung.

Jihoon menghembuskan nafas sambil menukik sebelah alis menatap Seoyeon "Jika sudah selesai, ibu boleh pulang. Kasihan Younha dan Seojun perlu istirahat. Tidak mungkin Younha meninggalkan bayinya dan terus menanggapi omongan kasar ibu."

"Apa? Jihoon, kamu mengusir ibu?" Decih Seoyeon tak percaya.

"Jika ibu mengganggap seperti itu silahkan. Kami permisi."

Jihoon menuntun Younha dan bayinya menuju kamar, walau Younha tidak mau tapi Jihoon tetap memaksa. Ia tahu watak dari si ibu yang memang suka mencibir orang bahkan Jihoon juga sering membantah ibu tirinya itu.

Setelah menutup pintu kamar, tangis Younha pecah. Ia benar-benar malu dan kecewa, apakah dia memang seburuk itu dimata sang mertua? Hingga layak dikatakan seperti itu?

Jihoon mengusap pipi sembab Younha perlahan lalu memeluk istrinya itu bersama bayi yang masih digendongnya. Dalam lirihnya Jihoon mengucapkan maaf beribu kali, belum bisa melindungi Younha sepenuhnya.

Kini permintaan maaf itu hanya angin yang singgah pada masa lalu.

...*****...

Terpopuler

Comments

Weng Candra

Weng Candra

bagus bangat ceritanya.

2023-05-09

0

artsiska

artsiska

ceritanya bagus.. mau lanjut baca terus.. jangan lupa mampir di karyaku juga ya

2023-04-04

1

Feisya Caca

Feisya Caca

Masa lalu yang manis berasa pahit jika diingat 😔

2023-03-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!