"Semuanya sehat, ibu dan bayinya sehat. Alhamdulillah sepertinya Bu Azizah bisa melahirkan secara normal karena posisi bayi sangat bagus dan sudah turun." Dokter wanita bernama Alana itu tersenyum seraya menatap Azizah yang juga tersenyum kepadanya.
"Alhamdulillah, memang itu yang saya harapkan, Dok. Saya tidak mau operasi." Azizah mengusap lembut perutnya dan merasakan pergerakan kuat di sana. "Eh, anaknya bunda pintar banget ya, Sayang?" sapanya dengan senyuman penuh kebahagiaan.
"Nanti resep vitamin dari saya diambil di bagian farmasi ya, Bu!"
"Baik, Dokter." Azizah mengangguk, setelah selesai periksa dia pun langsung keluar dari ruang praktik dokter dan mengambil vitamin miliknya di apotek rumah sakit. Setelah selesai, dia pun memutuskan untuk langsung pulang karena sudah tidak memiliki urusan lain setelah itu.
Dia memang masih tinggal di rumah mertuanya sekarang atas permintaan mertuanya sendiri karena khawatir dengan dirinya yang sedang hamil besar. Keluarga Azizah hanya tinggal ayah dan kakaknya saja yang sekarang tinggal di luar negeri sehingga mereka jarang sekali bertemu.
Azizah itu dua bersaudara dan dia anak, dia memiliki kakak laki-laki yang lebih tua tiga tahun darinya. Namanya Arshaka Maulana, seorang pengusaha muda yang belum menikah. Azizah sendiri sekarang berusia dua puluh dua tahun, dia menikah dengan Hasan ketika berusia sembilan belas tahun dulu karena dijodohkan oleh orangtua mereka.
Mamanya sudah berpulang ketika usia Azizah enam bulan dan ayahnya tidak menikah lagi karena katanya selamanya hanya mama yang ada di hati dan tidak akan pernah terganti. Padahal Azizah dan Shaka pernah meminta ayahnya untuk menikah lagi, tetapi ayahnya itu dengan tegas menolak sehingga baik Azizah ataupun Sakha tidak pernah membahas masalah itu lagi.
Ketika suaminya meninggal, Ayah dan Shaka meminta izin untuk membawanya tinggal bersama mereka di luar negeri, tetapi Farah dengan tegas menolak karena kandungan Azizah lemah dan dia juga belum siap berpisah dengan menantu satu-satunya.
"Assalamu'alaikum, Mama," Azizah yang baru saja keluar dari mobil langsung menyapa mama mertuanya yang sedang duduk santai di teras rumah, sepertinya Farah memang sengaja duduk di sana dan menunggu dirinya pulang.
"Wa'alaikumussalam, Sayang. Kamu kenapa tadi ngeyel pergi sendirian ke rumah sakit?" Farah menatap menantunya dengan sangat khawatir, tadi dia dihubungi Gavin kalau Azizah pergi sendirian ke rumah sakit, padahal selama ini setiap periksa selalu dia yang menemani. Azizah memang pergi dengan sopir, tetapi tetap saja membuat Farah khawatir dengannya.
"Maaf, Ma. Lain kali nggak akan Azi ulangi lagi." Azizah merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, Sayang. Sekarang kita masuk dan makan siang dulu, tadi mama sudah memasak makanan kesukaan kamu," kata Farah dengan senyum cerah, dia menggenggam tangan putrinya kemudian langsung mengajak ke ruang makan. "Nasinya mau seberapa banyak, Nak?" tanyanya ramah sekali.
"Satu centong saja, Ma. Nanti misal kurang biar Azi nambah sendiri," jawabnya sambil mencuci tangan terlebih dulu.
Setelah makanan disiapkan, keduanya langsung makan bersama. Kebetulan hari ini Gavin dan papa mertua Azizah sedang pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan sehingga tidak bisa makan siang bersama mereka seperti biasanya.
"Nak, HPL kamu tiga Minggu lagi, 'kan?" Farah menatap menantunya yang masih sibuk makan.
"Iya, Ma."
"Jadi dokter bilang apa untuk kamu melahirkan nanti?"
"Dokter Alana bilang kalau aku bisa melahirkan dengan normal karena posisi bayi bagus dan sudah mulai turun."
"Alhamdulillah kalau begitu, mama senang sekali mendengarnya." Farah benar-benar bahagia dan tidak sabar menunggu kelahiran cucu pertamanya.
Azizah hanya menganggapi dengan mengangguk dan tersenyum kepada mertuanya itu. Mertua yang begitu baik dan seperti mama kandung sendiri, dia tidak pernah memarahinya walau memang Farah itu tegas dan suka dibantah.
Setelah selesai makan dan mencuci piring, mereka berdua duduk di sofa ruang keluarga. Farah ingin sekali membahas masalah pernikahan Azizah dengan Gavin seperti yang diinginkan almarhum Hasan, tetapi sepertinya sekarang belum tepat waktunya karena Azizah masih terlihat sedih kalau membahas Hasan.
Sejak Azizah hamil, dia memang sudah tidak bekerja lagi karena dulu suaminya melarang. Azizah yang pada dasarnya sangat penurut pun mematuhi semua aturan yang dibuat suaminya. Dia sangat mencintai Hasan sehingga tidak pernah merasa keberatan sama sekali dengan aturan yang dibuat suaminya.
Azizah sangat bersyukur bisa menikah dengan Hasan walau usia mereka terpaut tujuh tahun, Hasan selalu bisa menyesuaikan diri dengannya begitu juga sebaliknya. Azizah jadi merindukan suaminya itu sekarang, selama dua bulan terakhir dia tidak pernah pergi ke makam suaminya lagi demi kebaikan dirinya sendiri.
"Mama," panggil Azizah tiba-tiba karena dia teringat dengan sesuatu dan ingin menanyakannya.
"Kenapa, Nak?"
"Dulu bukannya sebelum aku menikah dengan Mas Hasan, Gavin pernah mengatakan akan menikah?" Azizah benar-benar sangat penasaran dengan hal itu karena sejak mendengar kabar itu sampai sekarang Gavin malah belum menikah juga, padahal seharusnya Gavin menikah lebih dulu daripada dirinya dan Hasan.
Farah diam sebentar ketika Azizah menanyakan hal itu, dia bingung harus menjawab bagaimana karena sebenarnya alasan Gavin belum menikah sampai sekarang adalah Azizah.
Sebenarnya dulu yang mau dijodohkan dengan Azizah itu adalah Gavin, tetapi suami dan ayah Azizah salah paham dan bepikir jika anak pertama yang akan dijodohkan dengan Azizah. Kesalahpahaman itu akhirnya berlanjut dan Azizah menikah dengan Hasan. Gavin pun menerima semuanya dengan lapang dada walau sebenarnya sangat berat merelakan wanita yang diam-diam dia kagumi menikah dengan kakaknya sendiri.
Melihat Azizah dan Hasan bahagia, akhirnya Gavin bisa benar-benar ikhlas dan ikut bahagia karena pernikahan itu. Namun, dia belum bisa membuka hati untuk wanita baru karena jujur dia sangat berat melakukannya.
"Mama, kenapa malah diam?" Azizah menepuk bahu Farah pelan.
"Eh, maaf, Nak." Farah tertawa canggung. "Gavin belum menikah karena belum bertemu dengan jodohnya," kata Farah memberi alasan yang sekiranya bisa diterima dengan baik oleh Azizah. "Sayang, apa mama boleh bertanya sesuatu padamu?" Farah menatap mata menantunya lekat, sepertinya dia memang harus membahas masalah permintaan terakhir Hasan kepada Azizah sekarang juga.
"Boleh dong, Ma. Mau tanya apa memang?"
"Usia kamu masih muda, Nak. Semisal nanti setelah melahirkan ada seorang lelaki baik yang melamar kamu, kamu akan menerimanya, 'kan?" Farah bertanya dengan sangat hati-hati, takut kalau pertanyaannya membuat Azizah tersinggung.
"Aku belum memikirkan masalah itu, Ma. Tanah kuburan suamiku bahkan masih basah sekarang, tetapi jika takdir Tuhan membuat aku berjodoh dengan orang lain, mau mengelak sekuat tenaga pun aku tidak akan bisa, 'kan?" Azizah tersenyum simpul dan menunduk, dia memainkan jari-jemari tangannya dan menahan tangis karena teringat dengan mendiang suami tercintanya.
Mas Hasan, jika aku ditakdirkan menjadi seorang istri untuk laki-laki lain. Nama kamu tidak akan pernah terhapus dari hatiku, Mas. Kalian pasti akan mempunyai tempat sendiri di hatiku, 'kan? batinnya ragu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments