"Kalau kamu mau menikah lagi, mama tidak akan melarang kamu Azizah. Bagaimanapun kamu masih sangat muda dan masih membutuhkan seorang suami, janda di mata masyarakat memang kadang dipandang rendah. Namun, kamu menjadi janda karena suamimu meninggal dan hal itu cukup menjadi alasan baik seandainya kamu menikah lagi," ucap Farah yang membuat Azizah merasa jika mertuanya ini sudah tidak menginginkan dia lagi tinggal di rumah mereka.
"Kenapa Mama membahas masalah menikah lagi? Apa Mama ingin aku segera pergi dari rumah ini?" Azizah menatap sendu mertuanya, hatinya merasa sedikit sakit karena pertanyaan itu.
"Ya Allah, maaf kalau perkataan mama sudah membuat kamu tersinggung, Sayang. Mama tidak bermaksud seperti itu, kamu adalah menantu mama dan selamanya akan tetap menjadi menantu mama, bahkan mama sangat berharap kamu akan tinggal di rumah ini selamanya. Maafkan mama, Sayang!" Farah yang merasa bersalah langsung memeluk menantunya dan mencium puncak kepalanya beberapa kali.
Sepertinya pembahasan tentang pernikahan sangat sensitif untuk ibu hamil ini dan Farah tidak akan mengulanginya lagi sampai waktunya tiba. Ya, setelah Azizah melahirkan dia akan berdiskusi dengan Gavin dan papanya Azizah untuk melamarnya lagi menjadi menantu keluarga Farah lagi dengan cara menikahkan Gavin dan Azizah.
"Iya, Ma." Azizah mengangguk lemah.
***
Farah dan Azizah sedang memasak ketika Gavin dan Fahri pulang dari luar kota setelah tiga hari bekerja di sana. Azizah memang sangat suka memasak dan rasanya pun sangat enak, maklum saja dia dulu sekolah boga dan selalu menjadi juara satu ketika mengikuti lomba, walau saat kuliah pindah jurusan jadi management bisnis.
Azizah sendiri punya bisnis restoran yang resep menunya adalah racikannya sendiri. Papa dan kakaknya juga sangat mendukung sehingga walaupun dia sibuk kerja di kantor, kepandaiannya dalam memasak tetap berguna. Selain restoran, dia juga punya toko kue yang cukup terkenal namanya dengan harga terjangkau untuk kalangan kelas bawah maupun atas.
"Assalamu'alaikum." Fahri langsung menghampiri istri dan menantunya ke dapur. Dia bahkan tanpa segan memeluk pinggang Farah dari belakang, membuat Farah merona malu. Pasangan tua ini memang masih sangat romantis dan membuat anak muda iri.
"Wa'alaikumussalam. Kamu jangan peluk-peluk aku begini dong, Mas! Malu tau akunya di depan anak-anak!" ucap Farah sambil membalikkan tubuh sehingga berhadapan dengan suaminya. Dia juga melirik ke arah Gavin yang ikut menghampiri mereka ke dapur dan sekarang berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan memutar bola mata jengah melihat kemesraan mereka.
"Papa sama Mama romantis banget deh. Gavin kapan nyusul?" goda Azizah seraya menatap Gavin yang masih terlihat kesal melihat kemesraan orangtuanya.
"Setelah kamu melahirkan," ucap Gavin tanpa sadar.
"Kenapa harus nunggu aku melahirkan dulu? Memang ada hubungannya?" Azizah mematikan kompor karena masakannya sudah matang. Dia juga sedikit bingung dengan ucapan adik iparnya yang sebenarnya lebih tua empat tahun darinya.
"Aku bicara apa tadi, Mbak?" tanya Gavin kebingungan.
"Aku kan tadi tanya kamu kapan nyusul, terus kamu jawab setelah aku melahirkan." Azizah bicara apa adanya, mengulang apa yang dia katakan tadi.
"Oh." Gavin mengangguk paham, dia lalu menatap Azizah lekat, tetapi yang ditatap sekarang malah memunggunginya karena sibuk mengangkat memindahkan nasi goreng dari wajan ke piring hidang yang besar. "Mbak kalau capek istirahat sana, nanti biar aku yang bantu nyiapin makanan ke meja!" perintah Gavin begitu perhatian.
"Udah selesai kok, kita langsung makan malam setelah ini." Azizah berbalik kemudian tersenyum.
"Kalian lebih baik masuk ke kamar masing-masing dan mandi dulu, setelah itu baru makan!" perintah Farah yang langsung diiyakan kedua pria berbeda usia itu. Mereka dengan patuh langsung pergi ke kamar masing-masing dan tidak sampai lima belas menit sudah datang ke ruang makan.
"Pekerjaan kalian lancar kan, Mas?" Farah membuka pembicaraan ketika di meja makan.
"Alhamdulillah lancar semuanya, Sayang. Beberapa investor bahkan memperpanjang kontrak kerjasama dengan perusahaan kita karena puas dengan hasil kerjasama yang sebelumnya." Fahri terlihat sangat antusias dan bangga ketika mengatakannya, dia bahkan beberapa kali menepuk pundak Gavin juga karena merasa bangga dengan putra keduanya itu. "Ini semua juga berkat, Gavin. Dia mampu menggantikan pekerjaan Hasan dengan sangat baik," katanya bangga sekali.
Azizah yang mendengarnya ikut tersenyum, dia juga bangga dengan Gavin. Namun, dia kadang juga merasa kasihan melihat Gavin karena harus menanggung tanggung jawab yang besar setelah kepergian Hasan.
"Mama bangga sama kamu, Vin. Sekarang kita berdoa terus makan!" katanya kemudian.
Fahri langsung memimpin doa dan mereka pun makan bersama. Azizah seperti biasa menghabiskan dua porsi dan selanjutnya makan salad buah yang dibuat Farah tadi siang.
"Mbak, kalau sudah selesai makan nanti ke kamarku sebentar ya!" pinta Gavin yang sedang duduk santai di sofa ruang keluarga sambil memakan keripik singkong kesukaannya.
"Ngapain ke kamar kamu?" Mata Azizah langsung memicing.
"Aku punya oleh-oleh buat Mbak Azi dan keponakan aku," kata Gavin santai, tidak terlihat canggung sedikit pun.
"Ya udah nanti aku ke kamar kamu." Azizah kemudian melanjutkan makan salad sampai habis.
Setelah selesai makan dan mengobrol sebentar, Azizah langsung mengikuti Gavin pergi ke kamarnya.
"Mbak duduk dulu, aku mau ambil oleh-olehnya!"
"Oke." Azizah langsung duduk di sofa kamar Gavin, dia menatap ke sekeliling dan melihat foto yang di panjang di dinding sambil tersenyum tipis. Foto suaminya dengan Gavin ketika mereka masih kecil dulu, kalau dilihat-lihat dengan seksama, wajah Gavin dan Hasan ketika kecil sangat mirip seperti anak kembar, bahkan sisa-sisa kemiripan itu masih ada sampai sekarang.
Jujur saja, wajah Gavin lebih tampan daripada Hasan, tetapi kalah berwibawa dari Hasan. Hasan yang pembawaannya kalem dan dewasa sangat berbanding terbalik dengan Gavin yang ceria dan kadang usil juga, tetapi di balik sikapnya, sebenarnya Gavin juga sosok yang dewasa dan serius.
"Mbak!"
"Eh iya kenapa?" Azizah sedikit terkejut saat Gavin menepuk bahunya pelan.
"Aku panggil dari tadi nggak jawab-jawab malah melamun. Lihatin apa sih?"
"Itu foto kamu sama Mas Hasan. Kalian imut banget waktu kecil," katanya sambil tersenyum hangat.
"Gantengan aku kan, Mbak?" Gavin menaik turunkan alisnya menggoda.
"Dih kepedean! Gantengan almarhum suami aku tau, Vin!" Azizah tentu akan selalu ada di pihak suaminya karena dia sangat mencintai Hasan.
"Iya deh yang bucin sama suami. Nih oleh-olehnya, Mbak. Yang tas kecil punya kami dan yang besar punya keponakan aku." Gavin memberikan dua paper bag itu kepada Azizah.
"Boleh dibuka, Vin?" Azizah menatap adik iparnya sekilas, meminta persetujuan demi kesopanan.
"Boleh, Mbak." Gavin mengangguk dan ikut duduk di sebelah Azizah.
"MasyaAllah, baju bayinya lucu-lucu banget, ini kamu yang pilih?" Azizah sangat antusias melihat beberapa pakaian bayi yang Gavin berikan untuk anaknya.
"Iya, Mbak." Gavin tersenyum lega karena melihat Azizah menyukai hadiahnya.
"Lho, Vin. Kenapa ada jepit rambut pink di sini?" Azizah sebenarmya suka dengan jepit rambut kecil yang lucu-lucu itu, tetapi dia heran saja karena Gavin memberikan untuk calon anaknya.
"Buat keponakan aku, Mbak. Lucu deh pasti nanti kalau rambutnya dikasih jepit." Gavin yang membayangkan saja sudah sangat gemas.
"Tapi kan anak aku laki-laki, Vin!" Azizah mengusap perutnya sambil geleng-geleng kepala.
Nah lho, gimana sih Vin kamu tuh? Author ikut geleng-geleng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments