Sejak kejadian di mana Gavin salah memberi oleh-oleh berupa lingerie beberapa malam yang lalu, Gavin dan Azizah jadi jarang menyapa satu sama lain, bahkan jika keduanya bertemu pasti akan langsung menghindar karena merasa canggung dan jujur saja hal itu membuat keduanya sangat tidak nyaman.
HPL Azizah sudah semakin dekat dan dia juga sudah mengemasi beberapa barang dan pakaian yang akan dibawa ke rumah sakit nanti ketika melahirkan. Semuanya sudah tertata rapi di koper sehingga jika dia kontraksi nanti tidak pusing menyiapkan barang bawaan lagi.
Farah selalu sigap menemani Azizah ke mana-mana, bahkan sekarang dia sampai memilih tidur sekamar dengan sang menantu karena takut kalau menantunya itu tiba-tiba mengalami kontraksi.
"Mama, besok aku ingin pergi ziarah ke makam Mas Hasan." Azizah menatap mertuanya yang sedang menyisir rambut.
"Mama akan menemani kamu." Farah tersenyum, melihat pantulan wajah Azizah dari cermin rias.
Azizah mengangguk pelan, dia lalu mengusap-usap perutnya yang semakin turun sekarang. Sekarang masih pukul delapan malam, tetapi Azizah sangat mengantuk sehingga setelah sholat dia pun langsung tidur.
"Eugh!" Tiba-tiba Azizah terbangun jam satu dini hari karena merasakan perutnya sakit. "Mama," panggilnya lirih, tetapi tidak mendapat jawaban sama sekali. Azizah menoleh ke belakang dan tidak mendapati mertuanya di kamar. "Ya Allah sakitnya," dia mengatur napas sambil mengusap-usap pelan perut buncitnya.
Azizah mencoba bangun kemudian dia duduk bersandar pada kepala ranjang sambil mengambil ponsel untuk menghubungi mertuanya karena dia merasa tidak sanggup kalau harus berjalan ke kamar mertuanya saat itu juga.
Belum sempat dia menghubungi mertuanya, tiba-tiba saja perutnya tidak sakit lagi dan Azizah bisa bernapas lega karenanya. Namun, tidak berselang lama rasa sakit itu kembali datang dan Azizah tahu kalau itu mungkin kontraksi palsu. Dia perlahan turun dari tempat tidur kemudian berjalan dengan langkah perlahan menuju pintu.
Dia pikir tidak akan sanggup berjalan, tetapi ternyata dia masih mampu. Dia pun membuka pintu kamarnya lalu keluar dari sana dan bertepatan dengan itu dia melihat pintu kamar Gavin terbuka dan keluarlah adik iparnya itu dari sana.
"Lho, Mbak Azi ngapain malam-malam begini keluar kamar?" tanya Gavin yang langsung berjalan cepat menghampiri Azizah. Padahal biasanya selalu menghindar kalau bertemu.
"Perut mbak sakit, Vin. Kayaknya kontraksi," kata Azizah sambil meringis ketika rasa sakit itu kembali datang.
"Terus Mbak Azi mau ke mana sekarang?" Gavin terlihat panik, dia ingin menyentuh Azizah tetapi takut dianggap tidak sopan.
"Manggil Mama." Azizah memejamkan mata karena rasa sakit di perutnya semakin terasa.
"Biar aku yang panggil, Mbak Azi jangan ke mana-mana!" Gavin dengan cepat berlari ke kamar kedua orangtunya kemudian mengetuk pintunya dengan tidak sabaran dan terkesan sangat tidak sopan karena ketukan itu lebih cocok dikatakan menggedor pintu dengan kasar.
"Mama, Mbak Azi mau melahirkan!" teriak Gavin saat pintu itu masih tertutup.
Azizah yang melihatnya bahkan ingin memarahi Gavin, tetapi sayang sekali dia tidak bisa melakukannya saat itu juga.
"Eugh!" Azizah bersandar ke dinding sambil terus mengusap-usap perutnya.
"Ayo kita ke dokter sekarang saja, Mbak! Nggak usah nungguin mama!" ajak Gavin karena dia kasihan melihat Azizah kesakitan.
"MasyaAllah, ya Allah!" Azizah mencengkeram kuat tangan Gavin saat adik iparnya itu berdiri di dekatnya. "Sakit banget, Vin. Mbak nggak kuat," katanya bahkan sampai meneteskan air mata.
"Maaf kalau lancang, tetapi biarkan aku mengendongmu, Mbak!" Tanpa menunggu jawaban dari Azizah, Gavin langsung menggendongnya ala bridal style dan membawa kakak iparnya itu turun menuju lantai satu menggunakan lift karena kalau pakai tangga takut jatuh, apalagi tubuh kakak iparnya ini cukup berat dan Gavin tidak mau mengambil risiko yang mungkin membahayakan Azizah dan bayi yang ada di dalam perut.
Gavin berteriak-teriak memanggil sopir agar segera mengantar mereka ke rumah sakit, dia juga berpesan kepada satpam untuk memberitahu kedua orangtunya jika mereka pergi ke rumah sakit.
Di perjalanan menuju rumah sakit, Azizah terus mengatur napas dengan mata terpejam, sesekali dia menggigit bibirnya sendiri untuk mengurangi rasa sakit yang menjalar sampai ke pinggang. Rasanya sungguh nikmat sekali sampai-sampai dia berkeringat banyak sekali.
"Adek, kamu sabar dulu, ya! Jangan bikin bunda sakit!" Gavin mengusap-usap perut Azizah dan jujur saja hal itu membuat perut Azizah merasa sedikit nyaman. "Mbak masih kuat, 'kan?" Gavin mengusap keringat di dahi Azizah dengan tangannya secara langsung.
"Tolong kamu diam saja, Vin!" pinta Azizah sedikit kesal karena di saat dirinya menahan rasa sakit Gavin malah mengajaknya bicara.
"Maaf, Mbak." Gavin kemudian diam dan terus mengusap-usap perut buncit kakak iparnya itu.
Sekitar lima belas menit berlalu dan mereka sampai di rumah sakit. Gavin kembali mengendong Azizah kemudian menurunkannya ke kursi roda yang disiapkan oleh perawat karena Azizah menolak berbaring di brankar.
Dia langsung dibawa menuju ruang bersalin dan seorang dokter yang kebetulan sedang jaga malam langsung memeriksa dia sudah pembukaan berapa.
"Pembukaan empat, ditahan sebentar lagi sampai pembukaan sempurna baru boleh melahirkan ya, Bunda!" kata dokter itu yang membuat Azizah hanya bisa mengangguk pasrah. Perutnya padahal sudah terasa sangat sakit, tetapi ternyata baru pembukaan empat, dia tidak bisa membayangkan akan sesakit apa pembukaan lima sampai ke sepuluh nanti.
"Berapa lama lagi, Dokter?" tanya Azizah pelan.
"Apa sebelumnya Bunda sudah pernah melahirkan?"
"Belum pernah, ini yang pertama untuk saya."
"Jika belum pernah, umumnya pembukaan empat ke sepuluh lamanya sekitar 6-10 jam ya, Bunda. Kadang bisa lebih cepat, tetapi kadang bisa lebih lama juga." Dokter menjelaskan dengan begitu tenang, tetapi di sini Azizah yang gugup karena ternyata dia harus menahan rasa sakit selama berjam-jam ke depan.
Dikarenakan pembukaan yang belum sempurna. Azizah dipindahkan dulu ke ruang rawat biasa. Di sana dia hanya bersama dengan Gavin karena kedua mertuanya belum menyusul ke rumah sakit.
Sekarang masih pukul setengah dua dini hari sehingga Azizah tidak bisa berjalan-jalan di taman ataupun koridor rumah sakit. Dokter memintanya untuk istirahat dulu, tetapi bagaimana mau istirahat kalau dia sedang kesakitan sekarang.
"Mama kapan datang, Vin? Pinggang Mbak sakit banget ini pengen diusap sama Mama," katanya sambil menatap Gavin yang juga menatapnya dengan cemas sambil duduk di sofa.
"Mungkin sebentar lagi, Mbak. Sekarang pasti Mama sedang bersiap-siap."
Ketuban Azizah sudah pecah karena dia merasakan rembesan air di bawah sana.
Gavin yang melihatnya memilih menghampiri Azizah yang sekarang duduk di gymball sambil bergerak memutar dan kadang naik turun sesuai dengan saran perawat dan dokter tadi. Gavin berdiri di depan Azizah dan dia mengizinkan Azizah untuk memeluknya padahal Azizah tidak meminta.
"Peluk saja aku, Mbak. Biar aku usap pinggangmu!" katanya pelan.
Azizah yang mungkin kesakitan langsung memeluk pinggang Gavin dan menyandarkan kepalanya di perut Gavin.
Sementara itu, Gavin langsung mengusap-usap pinggangnya yang membuat Azizah merasa sangat terbantu.
Jujur Gavin merasa kalau dia seperti menjadi suami Azizah sekarang. Diam-diam dia tersenyum tanpa diketahui Azizah.
Mungkin sekarang kamu memeluk aku karena terdesak, Mbak. Tapi, pasti akan datang hari di mana kamu memeluk aku karena cinta.
~tbc~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments