Setelah satu jam perjalanan yang sama sekali tidak menyenangkan dan menenangkan, Salina dan Abrisam akhirnya sampai di rumah keluarga sekaligus rumah yang selama ini juga Salina tinggali. Rumah sederhana dengan halaman kecil di bagian terasnya yang ditumbuhi berbagai macam tumbuhan. Seorang wanita berpakaian rumahan keluar dari dalam rumah begitu Salina mengucapkan salam.
"Sal? Sudah meeting? Bunda pikir sampai... eh, siapa itu Sal?" Bunda menghentikan ucapannya begitu melihat seorang pria berjalan menyusul Salina di belakang putri sulungnya itu.
"Ehhh... ini..." Keraguan dan kebimbangan melanda dirinya. Ia melihat Abrisam dan bundanya bergantian. Kemudian sesuatu menyentak Salina sedikit ketika ia merasakan tangan Abrisam menyentuh punggungnya kemudian pundaknya dengan sedikit memberikan efek cengkraman kecil.
"Ini Ab... Abrisam, Bunda." Salina memperkenalkan.
Apa yang paling meengejutkan lagi? Salina melihat Abrisam tersenyum lalu mendekati Bundanya dan mencium tangan Bunda.
Apa-apaan?! Tadi dia hampir membunuhku, sekarang dia mencium tangan Bunda?! Wah benar-benar topeng tipu muslihat! Gerutu Salina dalam hati.
"Kau temannya Sal? Bunda baru kali ini melihatmu?" tanya Bunda, melihat dua anak muda itu bergantian. Namun ada yang cukup mengganjal, ia merasa ada yang tak beres.
"Dia... bisa kita bicara di dalam saja, Bun?" Salina lebih dulu masuk ke dalam rumah, lalu Bunda mempersilakan Abrisam masuk dan duduk pada salah satu sofa di ruang tamunya.
"Bunda buatkan minum dulu, ya?"
Abrisam mengangguk dengan senyuman yang ramah dan sopan.
Sementara di dalam kamar Salina berniat hendak menelepon polisi tapi sayang sekali, ia baru teringat, tasnya tertinggal di ruangan Hadran ketika Abrisam menyeretnya keluar. Dan ponselnya...
Salina menepuk jidat.
"Masih sama orang itu!" Sesal Salina. Ia menemui jalan buntu. Tidak bisa kabur karena tidak mungkin ia meninggalkan Bundanya dengan si darah dingin itu.
"Aku pura-pura pinjam ponsel Bunda saja. Ya!" Rencana kedua. Salina keluar dari kamar dengan ekspresi wajah yang ditenang-tenangin. Begitu keluar kamar yang mana kebetulan kamarnya bersebrangan dengan ruang tamu, Salina langsung melihat Abrisam tengah menatapnya tajam penuh kecurigaan.
Astaga! Itu orang makannya daging srigala kali ya!
"Sal." Abrisam memanggilnya, untuk kali pertama dalam pertemuan mereka hari ini. "Ini ponselmu, ada pesan masuk."
Salina mengernyit. Tapi dengan cepat dia menghampiri Abrisam untuk mengambil kembali ponselnya. Kerutan pada keningnya semakin dalam lantaran sebuah notif pesan masuk dari kontak baru bernama 'Calon Suami'.
Salina menatap sinis pada Abrisam yang menatapnya balik dengan tatapan datar. Ia membuka pesan singkat itu dan membacanya dengan cepat dalam hati.
[Aku sudah menyadap ponselmu, semua pesan dan panggilan keluar dan masuk pasti aku tahu. Begitu pun dengan nomor bunda dan adikmu. Jadi, jangan berpikiran untuk mengkhianatiku.]
Salina menutup layarnya begitu mendengar suara Bunda datang.
“Ini minumnya.” Bunda menyuguhkan dibantu oleh Salina meletakkan tiga gelas di atas meja. “Silakan.”
Abrisam mengangguk kemudian menyeruput teh dalam cangkir yang disuguhkan Bunda. Salina percaya, pasti ini adalah kali pertama pria itu menelan teh manis, karena pasti pria itu lebih sering minum minuman beralkohol yang pahit.
“Jadi, apa ada yang perlu Bunda dengar dari kalian? Kenapa sepertinya kalian serius sekali.” Bunda duduk dengan santun.
“Jadi sebenarnya, Sal dan Abrisam ingin beritahu Bunda, kalau… kalau kami… kami akan menikah.”
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Empat detik.
“Lelucon apa yang kau ucapkan, Sal?” Suara Bunda terdengar tegas.
“Ini bukan lelucon, Bunda. Sal dan Abrisam serius akan menikah. Secepatnya.” Salina menambahkan.
“Secepatnya?” Bunda mulai menegakkan punggungnya. “Salina Humaira! Apa yang telah kalian lakukan?!”
“Tidak, tidak, ini tidak seperti yang Bunda pikirkan, Sal dan Abi tidak melakukan apa-apa sama sekali, Sal berani bersumpah!”
Tunggu! Barusan kupanggil apa manusia berdarah dingin itu? Abi? ABI? Astaga!
Bunda beralih pada Abrisam, menatap galak pada Abrisam.
“Saya tidak menyentuh Salina sama sekali, Tante. Kami murni jatuh cinta dan memang tidak ingin membuang waktu.” Jawab Abrisam dengan tenang.
Hebat sekali aktingnya! Apakah aku harus bertepuk tangan untuknya? Cih!
“Apa Salina tidak memberitahumu kalau dia sudah punya kekasih? Sal, apa kau tidak memberitahu kalau kau sudah mempunyai seorang kekasih?”
“Sudah.” Sal dan Abrisam menjawab bersamaan. Salina tak tahan untuk tidak melirik sinis pada Abrisam.
“Lalu kau tetap mau menikah dengan orang lain? Apa kau sudah putus dengan Bagas? Apa Bagas tahu hal ini?”
Salina menggeleng. “Sal… Sal akan bicara padanya setelah ini, Bun.”
“Apa? Ini sama saja kau mengkhianatinya, Sal! Ini sama saja kau berselingkuh! Apa kau mau mengikuti jejak ayahmu itu?!” Suara Bunda mulai meninggi dan tatapan tak suka dia berikan pada Abrisam.
“Bunda bukan begitu, hanya saja… hanya saja sebenarnya…” Ayo Sal, berpikirlah cerita yang masuk akal!
“Hanya saja apa?!”
“Hanya saja sebenarnya Sal dan Abi sudah pernah bertemu dua tahun lalu di Bali, saat Sal pergi ke Bali waktu itu. Kami saling jatuh cinta, tapi tidak sempat mengungkapkan perasaan kami. Dan ketika kembali dari Bali, Sal pikir bisa melupakan Abi, ternyata tidak, dan Bagas… Bagas hanya sebagai pelarian saja.”
Oh, Tuhan… jahat sekali aku! Kutuk saja diriku menjadi agar-agar!
“Seperti yang saya katakan, Tante, saya tidak mau membuang waktu dan tidak mau lagi kehilangan Salina.”
Bunda menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak, Bunda tidak bisa membiarkan kalian menikah begitu saja, sementara kau dan Bagas juga sudah serius, kita juga sudah kenal dengan keluarganya, Sal! Bunda tidak akan mengijinkan kalian menikah!” Tegas Bunda.
“Bunda… kumohon jangan begini….” Bunda, aku harus menikah dengan si darah dingin itu Bunda, demi kita.
“Bunda tidak mengenal orang ini, datang-datang tiba-tiba kalian ingin menikah secepatnya pula! Kau pikir pernikahan adalah permainan? Dan kau mengkhianati Bagas juga keluarganya. Dimana hatimu, Salina!”
“Maafkan, Sal, Bunda. Tapi Sal tidak pernah mencintai Bagas, Sal hanya berpura-pura, berupaya mencintai Bagas untuk bisa melupakan Abrisam. Tapi ternyata itu tidak mengubah apa pun. Dan… dan rupanya takdir mempertemukan kami kembali, Abrisam adalah keponakan dari Tuan Hadran, orang yang kutemui untuk meeting pagi tadi. Ini takdir, Bunda.”
“Bunda tetap tidak mengijinkan kalian menikah!” Tegas Bunda.
Salina menatap Abrisam, pria itu membalas tatapan Salina yang Salina tahu betul apa arti tatapan itu.
Salina memejamkan mata sejenak, mengumpulkan keberaniannya dan mengambil resiko bahwa setelah ini Bunda akan sangat marah padanya.
“Maafkan, Sal, Bunda, tapi dengan atau tanpa ijin Bunda, Sal dan Abrisam akan tetap menikah. Besok.”
“Sal!” Bentak Bunda.
Salina tahu, saat ini Bundanya sangat marah juga kecewa padanya, karena Bunda tidak akan membentak dirinya atau pun adiknya jika tidak benar-benar marah dan kecewa.
“Maafkan Sal, Bunda…” Air mata mulai meleleh dari mata Salina.
Grep!
Tiba-tiba saja Abrisam meraih tangan Salina, menggenggam tangan itu seolah memberikan kekuatan, tapi Salina tahu genggaman tangan itu adalah sebuah ancaman agar Salina tidak berubah pikiran atau pistol dibalik jas hitam Abrisam akan kembali mengarah padanya juga pada Bundanya.
“Maafkan kami, Tante. Tapi saya tidak akan melepaskan Salina kali ini. Saya akan membantu Salina berbicara pada Bagas, jika memungkinkan, juga pada keluarganya.” Ucap Abrisam dengan sangat tenang seperti permukaan danau alami. Tapi, ingat, di bawah air yang tenang menyimpan sejuta misteri dan buaya air tawar yang ganas.
Bunda menyandarkan punggungnya. Ia memijit pelipisnya, menatap kecewa pada anak sulungnya.
“Kau telah mempermainkan hati seseorang selama ini, Sal. Bunda kecewa. Sangat.”
“Maafkan aku…”
“Dan kau tetap akan menikah besok meski kau tahu itu akan sangat menyakitkan Bagas?”
Salina mengangguk.
“Maka kau tidak akan melihatku juga adikmu pada hari pernikahan kalian.”
Hancur sudah hati Salina, begitu pun juga dengan hidupnya. Takdir apa yang tengah membawanya hingga mendapati kesialan seperti ini?
.
.
.
TBC~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments