"Mimpi indah juga, Kak Dimas!" Nirmala hanya bisa membatin. Dia tidak cukup nyali untuk mengatakan itu. Dimas juga sudah berlalu dari tadi, karena Nirmala yang cuma terdiam seribu bahasa.
Nirmala segera menaiki tangga, menuju kamarnya yang istimewa. Bibirnya terus saja mengulas senyum. Dia benar-benar akan mimpi indah malam ini.
***
Beberapa hari berikutnya, Nirmala dan Dimas semakin akrab. Sebenarnya tidak hanya dengan Nirmala saja, Dimas juga akrab dengan Claudia. Bedanya, Dimas suka sekali menjahili Claudia, gadis kecil kelas 3 SD itu, sedangkan dengan Nirmala, perhatiannya lebih seperti memperlakukan seorang gadis remaja.
Suatu malam Minggu, Nirmala duduk bersantai di sofa ruang tengah. Dia menonton TV sambil memainkan ponselnya.
"Eh, La! Malem Minggu di rumah aja?" Dimas menyapa Nirmala.
"Iya, Kak. Biasa sih, emangnya malem Minggu harus keluar?"
"Ya enggak sih, cuma biasanya kan anak muda kalau malem Minggu pada keluar gitu, main sama pacarnya. Kamu nggak kencan sama pacar kamu?" Dimas meledek Nirmala.
"Pacar aja nggak punya, Kak."
"Masa sih? Cewek secantik kamu nggak punya pacar?" Dimas memuji, sekaligus meledek Nirmala. Tanpa sadar, pipi Nirmala memerah.
"Beneran, Kak."
"Temen kamu itu, si Rosa, nggak ngajak kamu keluar?" Dimas kembali bertanya.
"Enggak. Dia udah sama pacarnya. Kalau aku ikut, ya cuma jadi obat nyamuk. Nggak mau lah, mending di rumah aja. Kakak sendiri? Kenapa nggak malem Mingguan? Emang pacarnya nggak sewot?" Nirmala balas bertanya pada Dimas. Sekaligus ingin tahu, status kepemilikan Dimas.
"Enggak. Aku belum lama ini putus, jadi ya udah. Nggak ada malem Minggu, malem Mingguan." Dimas berusaha menutupi rona kesedihannya. Sedangkan Nirmala bersorak senang dalam hati, dia jadi punya kesempatan lebih untuk mendapatkan hati Dimas. Apalagi Dimas pasti sedang kacau, waktu yang pas untuk masuk ke hatinya.
"La! Ngapain senyum-senyum? Ngeledek, ya?" Dimas melempar Nirmala dengan tisu yang ia gulung-gulung.
"Eh, enggak, Kak." Nirmala salah tingkah.
"Kena sawan kayaknya nih anak! Dari pada senyam-senyum nggak jelas, mending kita makan mie instant aja. Aku aku habis beli mie instant, nih. Kamu masakin, ya?" Dimas mengangkat sekantong kresek besar yang baru dia bawa pulang. Bisa dipastikan, dia baru saja belanja di toko.
"Wah, habis gajian ya, Kak? Belanja banyak gitu." Bukannya menyahuti permintaan Dimas, Nirmala justru mengomentari hal lain.
"Hehe, iya nih. Dah, sana masak mienya! Nanti aku kasih sesuatu." Dimas meletakkan sekresek mie di atas meja kecil di ruang tengah yang serba guna itu.
"Oke, buat berapa ini?" Nirmala melihat isi kresek yang isinya lumayan banyak.
"Bapak sama Ibu ditanyain sekalian, mau apa enggak. Claudia juga. Kalau mau ya sekalian dibuatin." Dimas melenggang pergi, menuju kamarnya yang ada di depan ruang tengah itu.
"Oke. Yah! Bu! Yak! Mau mie nggak?" Nirmala berteriak memanggil anggota keluarganya yang ada di kamarnya masing-masing. Kamar yang ada di samping ruang tengah, tempat Nirmala sedang bersantai malam itu.
Pintu kamar ayah dan ibunya Nirmala dibuka. Ternyata ibunya yang keluar.
"Enggak, tadi kan udah makan." Sukma menjawab dengan lembut.
"Aku mau, Kak!" Claudia menyahut dari dalam kamarnya.
"Oke, Ayah mau nggak?" Nirmala bertanya pada ibunya, sebagai wakil ayahnya.
"Enggak, kamu kaya nggak tau ayahmu aja. Kalau masak mie harus pakai bumbu buatan sendiri. Nggak bakalan mau dia, kalau pakai bumbu bawaan pabrik. Emang kamu bisa, masak mie pakai bumbu sendiri?" Sukma meledek anak sulungnya itu.
"Hehe, enggak lah, Bu." Nirmala tersenyum lebar.
"Yaudah, nggak usah. Kalian aja, kalau mau." Sukma kembali masuk ke dalam kamarnya, menemani suaminya beristirahat.
"Oke! Yak! Kamu mau rasa apa?" Nirmala kembali berteriak, karena Claudia tidak membuka pintu kamarnya.
"Mie goreng ada, Kak?" Claudia membuka pintu kamarnya.
"Ada, nih." Nirmala membolak-balik mie yang ada di dalam kresek.
"Oke, pake telur ya, Kak. Telurnya setengah mateng aja ya! Biar kayak di acara mukbang-mukbang gitu." Claudia menelan ludahnya sendiri. Membayangkan enaknya mie yang akan disantap nanti.
"Idih! Apa enaknya telur setengah mateng? Bayangin aja udah bikin eneg." Nirmala membekap mulutnya, pura-pura ingin muntah.
"Nggak tau juga sih, tapi kalau liat di video-video itu kayaknya enak banget. Makanya aku pengen coba. Kakak buatin aku, ya! Mau kan?"
"Ya, ya. Nanti aku buatin sesuai keinginan kamu." Nirmala ikut saja. Dia mengambil tiga bungkus mie.
"Udah jadi belum, La?" Dimas sudah keluar lagi dari kamarnya.
"Belum aku buat, Kak. Mau yang rasa apa, Kak? Pakai telur enggak?" Nirmala menyembunyikan rasa bersalahnya.
"Yang goreng aja deh, malem-malem enaknya makan mie goreng. Kalau ada telur, pakai aja! Tapi yang beneran mateng ya, nggak mau kalau setengah mateng. Takut masih ada bakterinya sih. Nanti kemakan, terus bikin sakit, malah repot."
"Hah? Emang bisa gitu ya, Kak?" Claudia ikut nyaut, ia jadi takut, setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Dimas.
"Ya, kan buat jaga-jaga aja." Dimas menjawab sekenanya. Dia juga tidak terlalu tau tentang itu.
"Kak, aku nggak jadi pakai telur setengah mateng deh. Telurnya yang mateng aja!" Claudia merubah pesanannya pada Nirmala.
"Oke deh."
Nirmala segera membuat mie di dapur. Dia ditemani oleh Dimas dan Claudia yang terus menerus bercanda, tertawa ria. Dalam hati Nirmala tersenyum, dia bersyukur karena Dimas hadir di tengah-tengah keluarganya. Suasana rumah jadi lebih hangat.
"Udah mateng nih, ayo kita makan dulu!" Nirmala menyiapkan mie di masing-masing mangkok. Kemudian menatanya di nampan.
"Sini aku bantuin bawa ke ruang tengah." Dimas mengambil alih nampan dari tangan Nirmala.
"Makasih, Kak!" Nirmala tersenyum, dia sangat bahagia, perhatian kecil dari Dimas benar-benar membuat perasaannya melambung tinggi.
Mereka bertiga menikmati mie mereka masing-masing, sambil menonton TV, juga bercanda dengan hangat. Dimas bisa membuat Nirmala dan Claudia tertawa bahagia.
Setelah menghabiskan mie mereka, Nirmala membersihkan alat makan yang kotor. Sukma, ibunya selalu mengajarkan untuk segera membersihkan alat makan setelah dipakai, supaya tidak menumpuk dan menjadi sarang penyakit.
Setelah selesai mencuci peralatan yang kotor, Nirmala kembali ke ruang tengah lagi. Claudia sudah tidak ada di sana, cuma tinggal Dimas saja.
"Diyak ke mana, Kak?" Nirmala bertanya pada Dimas yang duduk bersandar di sofa.
"Oh, udah masuk kamar duluan dia. Katanya mau main game lagi. Nih, buat kamu!" Dimas memberikan sekotak coklat, dengan hiasan hati di atasnya pada Nirmala.
Nirmala terdiam, dia bingung harus berekspresi seperti apa. Dia bahagia tapi juga bertanya-tanya dalam hati, apa maksud Dimas memberinya coklat dengan hiasan hati di atasnya itu? Apa artinya Nirmala orang yang spesial di hati Dimas? Apalagi Dimas baru saja putus cinta?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments