Sepulang sekolah, Nirmala berniat untuk langsung PDKT dengan Dimas, karena saking semangatnya. Dia tidak mau membuang-buang waktu.
"Bu! Aku pulang!" Nirmala berteriak dari depan pintu.
"Ganti baju, terus makan, La!" Bu Sukma, ibunya Nirmala berteriak dari dalam rumah.
"Ya, Bu!" Nirmala langsung menuju kamarnya di lantai atas.
Rumah Nirmala tergolong unik, tidak seperti rumah pada umumnya. Di lantai bawah sebenarnya sudah ada tiga kamar tidur, masing-masing untuk orang tua, Nirmala dan juga adiknya, Claudia. Juga ada garasi untuk parkir motor juga mobil. Namun, dulu saat masih kecil, Nirmala pernah merengek pada ayahnya, untuk dibuatkan kamar di lantai atas. Hanya karena ingin naik turun tangga, seperti di film-film. Jadilah dibuatkan kamar lagi di atas garasi. Benar-benar hanya satu kamar saja.
Setelah ganti baju, Nirmala turun lagi. Dia langsung menuju kamar mandi, untuk cuci tangan dan kaki. Kemudian langsung ke ruang tengah, tempat biasa ibunya menyimpan makanan. Sekaligus tempat untuk makan dan juga bersantai, menonton TV.
"Bu! Ayah belum pulang ya?" Nirmala bertanya pada ibunya yang sedang melipat baju di dalam kamar. Pintunya dibiarkan terbuka, jadi Nirmala tau keberadaannya.
"Ya belum lah! Baru jam berapa ini? Biasanya juga belum pulang kan, kalau kamu pulang sekolah? Kamu tumben nanyain ayahmu?" Sukma memyelidik. Karena anak sulungnya ini memang tidak terlalu akrab dengan ayahnya yang super dingin juga galak.
"Hehe, enggak kok, Bu." Nirmala nyengir, dia tidak mau memberitahukan alasan yang sebenarnya,dia secara tersirat bertanya Dimas sudah pulang atau belum. Karena ayahnya dan juga Dimas berada dalam satu kantor perusahaan mobil yang ada di kotanya.
"Pasti ada maunya, ya? Cepet bilang sini sama Ibu! Mau minta uang? Berapa? Buat apa sih?" Sukma langsung berpikir itu pasti tentang uang.
"Bukan kok, Bu. Aku nggak mau minta uang. Yang kemarin juga masih." Nirmala mulai menikmati makan siangnya, sambil menonton TV yang ada di ruang tengah itu juga.
"Gimana kamu di sekolah? Lancar kan?" Sukma mengalihkan pembicaraan.
"Lancar kok, Ma. Semua baik-baik aja. Nggak ada yang usil atau apa." Nirmala menjawab sekenanya. Dia sudah asyik dengan tontonannya.
"Ya syukur deh kalau gitu." Sukma sadar diri, kalau anaknya tidak terlalu memperhatikannya lagi.
***
Saat tiba makan malam, Nirmala membantu ibunya menyiapkannya. Tanpa diduga, Dimas tiba-tiba datang ke dapur, ikut nimbrung dengan Sukma dan Nirmala.
"Udah mau mateng belum, La?" Dimas mengagetkan Nirmala yang tengah membolak-balik tempe goreng supaya tidak gosong.
"Eh, copot, eh, copot!" Nirmala melonjak kaget, latahnya tiba-tiba jadi kambuh.
"Apanya yang copot?" Dimas kembali bertanya, tanpa rasa bersalah.
'Jantungku yang copot, Kak!' Nirmala membatin.
"La! Kok diem aja sih? Ditanya nggak jawab?" Dimas tidak terima dicuekin.
"Hehe, enggak kok, Kak. Cuma kaget aja, tiba-tiba Kakak udah di belakangku gini." Nirmala tersipu malu. Tiba-tiba saja wajahnya memerah. Dia berusaha menutupinya setengah mati.
"Sorry deh, sorry. Masak apa ini, Bu?" Dimas berpindah menyapa Sukma.
"Sayur kangkung, kamu doyan apa enggak?"
"Apa aja doyan, Bu. Yang penting enggak pedes." Posisi Dimas sangat dekat dengan pundak Sukma maupun Nirmala, karena dia berada di tengah-tengah keduanya. Membuat jantung Nirmala berdegup cepat tidak karuan. Wajah semakin memerah.
"Loh, kok sama kayak Nirmala? Dia juga nggak suka pedes. Cabe satu aja dia nggak kuat!" Sukma membuat Nirmala semakin tersipu, hanya karena disamakan dengan Dimas.
"Masa sih, Bu? Aku nggak gitu-gitu banget sih, kalau cuma cabe satu masih bisa terima, tapi nggak bisa kalau yang udah pedes banget. Langsung mules, Bu." Dimas menceritakan dirinya.
"Nggak papa, kalau makan masakan Ibu, dijamin aman. Nggak bakal mules. Karena paling cuma pakai cabe merah yang nggak pedes. Cuma biar sayurnya kelihatan cantik aja." Sukma tersenyum.
"Cantik, seperti Ibu dan anak-anak Ibu, ya!" Dimas menggoda Sukma, secara tidak langsung menggoda Nirmala juga.
"Ah, kamu itu bisa aja." Sukma tidak menganggap serius ucapan Dimas, dia menganggap hanya bergurau saja.
"Beneran, Bu. Pantes Bapak suka sama Ibu, ya. Udah cantik, baik, pinter masak." Dimas kembali melemparkan pujiannya.
"Nggak tau itu, kenapa dia suka sama Ibu. Tapi cueknya itu lho, bikin Ibu kadang ngrasa bingung sendiri!" Sukma menceritakan suaminya.
"Masa sih, Bu? Sama aku enggak cuek tuh? Kalau ngobrol betah lama, nggak selesai-selesai." Dimas heran, karena yang dikatakan Sukma bertolak belakang dengan yang terjadi dengannya.
"Eh, nggak percaya. Ngapain juga Ibu bohong. Tanya aja itu sama Nirmala. Gimana Bapak kalau sama kami." Sukma meminta dukungan pada Nirmala.
"Beneran, La?" Dimas kembali membuat jantung Nirmala berdegup kencang.
"I - iya, Kak." Nirmala tergagap.
"Udah, ayo kita makan! Udah mateng ini." Sukma menyudahi pembicaraan, mengajak Dimas ke ruang makan.
"Siap, Bu!" Dimas menyomot sepotong tempe goreng yang dibawa Nirmala, kemudian berjalan duluan ke ruang makan.
Entah kenapa, setiap tindakan Dimas, membuat Nirmala benar-benar berdebar. Dalam hati dia tersenyum girang.
'Apa mungkin Kak Dimas suka sama aku? Makanya dia bersikap seperti itu?' Nirmala membatin, sembari menata makanan di meja makan.
Nirmala mengambilkan seporsi makanan untuk ayahnya, kemudian memberikannya.
"La, aku juga mau diambilin sekalian." Dimas tersenyum, membuat wajahnya yang tampan semakin menawan.
"Oh, oke, Kak. Banyak apa sedikit?" Nirmala gugup, dia belun tau porsi makan Dimas.
"Terserah kamu aja!"
"Oke." Nirmala mengambilkan makanan untuk Dimas, seperti porsinya saat makan. Kemudian membawanya ke tempat Dimas duduk di depan TV. Memang, di keluarga Nirmala, tidak ada meja makan dengan kursi mengelilinginya seperti di kebanyakan rumah. Jadi, mereka biasa makan dengan duduk di sofa yang disusun letter L menghadap meja kecil, juga TV tertempel di dinding.
"Nih, Kak!" Nirmala menyodorkan sepiring nasi lengkap dengan sayur dan lauknya kepada Dimas.
"Weh! Banyak banget, La! Kayak porsi kuli aja!" Dimas protes.
'Ya ampun, berarti aku makan kayak kuli dong?' Batin Nirmala, mengingat dia biasa makan segitu banyaknya.
"Ya, tadi katanya terserah. Yaudah, aku ambilin segitu!" Nirmala tidak mau disalahkan.
"Nirmala biasa makan segitu banyaknya soalnya, Dim!" Sukma menimpali perdebatan kedua anak muda itu.
"Yang bener, Bu? Astaga! Cewek kok makannya kaya barongan gitu sih, La!" Dimas tertawa meledek Nirmala.
"Biarin aja! Kan masa pertumbuhan! Wek!" Nirmala tidak mau kalah.
"Eleh! Yaudah, kamu harus tanggung jawab, sama makanan ini!" Dimas kembali ke topik pembicaraan.
"Maksudnya gimana? Masa dibalikin ke tempat nasi dan sayur sih? Nggak mungkin kan?" Nirmala belum nyambung dengan maksud Dimas.
"Siapa yang nyuruh kamu balikin makanan?"
"Lah itu tadi? Katanya suruh tanggung jawab sama makanan itu?"
"Iya, tanggung jawab habisin. Sini, makan bareng sama aku!"
Deg!
Deg!
Deg!
Nirmala terdiam, pikirannya melayang. 'Makan bareng sama Kak Dimas? Sepiring berdua?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments