"La! Kok malah bengong? Udah! Buruan ambil sendok satu lagi! Makan bareng sini!" Dimas membuyarkan lamunan Nirmala.
"Eh, iya. Bentar, Kak."
Tanpa penolakan, Nirmala mengambil sendok dan makan sepiring berdua dengan Dimas. Kali ini dia makan dengan anggun dan lambat. Nirmala menyuap dan mengunyah dengan sangat hati-hati. Dia harus menjaga citranya di depan Dimas. Dia tidak mau dibilang nggak sopan atau yang lain sebagainya.
"Nah, gitu. Kakak adik harus akur. Jadi yang lihat juga seneng." Sukma mendukung Nirmala dan Dimas yang sudah dianggap sebagai anak sendiri itu makan bersama. Dia tidak berpikir bahwa hubungan kakak adik itu akan membuat mereka saling mencintai, sebagai dua orang yang berlainan jenis. Sukma hanya menganggap, Dimas dan Nirmala akan saling menyayangi, selayaknya kakak dan adik.
"Hehe, iya, Bu." Dimas tersenyum, apalagi mendapat dukungan seperti itu.
"La! Coba sini, A!" Dimas menodongkan sendoknya kepada Nirmala. Dia mencoba menyuapi Nirmala.
"Hah? Apaan sih, Kak?" Nirmala tersipu malu. Dia benar-benar dibuat melayang oleh Dimas.
"Buruan, buka mulutnya! A!" Dimas mengulangi ucapannya, kali ini Nirmala mengikuti, tanpa banyak tanya lagi.
"Aaaa!" Nirmala membuka mulutnya lebar-lebar. Dimas segera menyuapkan sendoknya pada Nirmala.
"Cie cieee!" Claudia yang baru nongol dari kamar tidurnya meledek Nirmala dan Dimas. Sontak saja Nirmala bertambah salah tingkah.
"Kamu mau disuapin juga? Sini!" Dimas menyodorkan sesendok nasi pada Claudia yang bahkan belum keluar dari kamarnya.
"Enggak, ah! Aku kan udah gede! Emang Kak Lala? Badannya aja yang gede, tapi makan aja masih minta disuapin." Claudia kembali meledek Nirmala. Tak tahan dengan ledekan adiknya yang masih kelas 3 SD itu, Nirmala berlari, memeluk dan menaboki adiknya tanpa ampun.
"Aduh! Aduh! Sakit, Kak! Ampun! Ampun!" Claudia berteriak minta ampun, meskipun sambil tertawa, karena berhasil membuat kakaknya jadi salah tingkah.
Semua orang di ruang keluarga itu tertawa melihat tingkah dua kakak beradik yang sangat menggemaskan.
***
Setelah selesai membantu ibunya berberes, Nirmala masuk ke kamarnya di lantai atas. Meskipun terpisah dari rumah utama, Nirmala tidak takut. Dia perempuan pemberani, prinsipnya, malu sama badan yang gagah, kalau mental ciut.
Nirmala mencoba mengerjakan PR, tapi entah kenapa, pikirannya tidak fokus. Dia terbayang-bayang kejadian tadi bersama Dimas. Nirmala tersenyum-senyum sendiri. Dia meraih ponselnya, kemudian mengirim pesan pada Rosa.
[Ros. Aku pengen main deh! Pengen cerita!]
Tak lama kemudian, Rosa sudah membalas pesan Nirmala.
[Heh! Udah malem! Nggak baik anak gadis keluar malem-malem! Wkwk]
Nirmala tertawa, padahal mereka tetangga. Jaraknya hanya tiga rumah saja.
[Astaga! Nggak mungkin juga ada yang mau nyulik aku kan? Lagian rumah kita cuma deket. Wkwk]
[Wkwk yaudah terserah sih, kalau mau kesini ya nggak papa. Nginep juga boleh. Kaya nggak biasanya aja.]
[Oke, bentar. Aku ijin dulu.]
Nirmala menyiapkan buku pelajaran, dia memasukkan ke dalam tas. Dengan semangat, dia turun ke ruang keluarga.
"Bu, aku mau ngerjain tugas kelompok di rumah Rosa, ya!" Nirmala meminta ijin pada ibunya.
"Kenapa nggak dari tadi siang, sih? Udah malem ini lho! Nanti kalau ada orang jahat gimana?" Sukma keberatan memberi ijin.
"Halah, kan udah biasa juga aku ke rumah Rosa malem-malem, Bu. Dan nggak pernah terjadi apa-apa tuh?" Nirmala tetap kekeuh ingin ke rumah Rosa.
"Kalau ada bahaya, siapa yang tau. Sekarang lagi marak pembegalan. Bahkan di jalan kecil. Apa kamu nggak takut jadi sasaran begal?" Sukma tetap berat memberi ijin. Karena memang sedang banyak kejahatan, bahkan menimpa orang yang tidak bersalah.
"Yah, trus gimana dong, Bu? Tugas kelompokku? Besok pagi dikumpulkan, ini!" Nirmala merajuk. Padahal sebenarnya tidak ada tugas kelompok, hanya PR biasa yang bisa dikerjakan sendiri.
"Minta tolong sama Ayah buat anterin aja kalau gitu. Biar ditungguin sekalian." Sukma memutuskan.
"Nggak berani lah, Bu. Nanti malah aku kena omelan ayah." Nirmala menciut.
Tiba-tiba saja Dimas muncul dari dalam kamarnya. Dia mendengar obrolan ibu dan anak itu dari tadi.
"Aku anterin aja! Kemana sih?" Dimas langsung sigap menawarkan diri.
"Ke rumah Rosa, Kak. Nggak jauh kok. Jalan kaki juga nggak sampai tiga menit. Tapi Ibu itu, terlalu parno. Biasanya juga ke sana sendiri nggak papa, ini tumben nggak dibolehin." Nirmala mengadu.
"Yaudah, ayo aku anter. Nanti kalau mau pulang, telfon aja! Nanti aku jemput lagi." Dimas menutup pintu kamarnya, langsung siap berangkat.
"Beneran, Kak? Nggak ngerepotin?" Nirmala pura-pura nggak enak. Padahal dalam hati dia melonjak kegirangan.
"Beneran, nggak repot, kok. Lagian di rumah juga nggak ngapa-ngapain, sekalian mau beli rokok." Dimas meyakinkan Nirmala.
"Gimana, Bu? Sekarang boleh, kan?" Nirmala tetap meminta persetujuan ibunya.
"Yaudah, nggak papa kalau sama Dimas sih. Kan jadi Ibu nggak khawatir." Sukma akhirnya mengijinkan.
"Makasih, Bu. Aku berangkat dulu, ya! Yuk, Kak!"
"Pergi dulu, Bu."
"Ya, sana hati-hati! Tolong jagain Nirmala ya, Dim!" Sukma berpesan.
"Siap, Bu!"
Nirmala dan Dimas pergi ke rumah Rosa, sepanjang perjalanan, mereka berdua berbincang dengan akrab.
"Kamu kelas berapa, La?" Dimas membuka pertanyaan.
"Kelas 9, Kak."
"Oh, bentar lagi ujian, dong."
"Masih lama lah, Kak. Masih semester depan."
"Percaya deh, itu bukan waktu yang lama. Apalagi kalau udah semester dua, kamu bakalan sibuk, les dan lain sebagainya. Pokoknya waktu bakalan berjalan cepet banget."
"Iya juga sih, Kak. Tapi nggak usah dipikirn sekarang deh, takut jadi stres." Nirmala tertawa kecil.
"Iya, bener juga."
"Udah sampai nih, Kak." Nirmala menghentikan langkahnya.
"Oh, udah sampai, ya. Deket banget ternyata."
"Lah, emang iya. Ibu aja yang over."
"Nggak papa lah, namanya Ibu, pasti khawatir sama anaknya. Apa lagi kamu perempuan."
"Iya juga sih, Kak. Yaudah, kalau mau pulang dulu nggak papa, Kak. Aku mau panggil Rosa dulu." Nirmala langsung mendekat ke pintu rumah Rosa.
"Aku nunggu sampai kamu masuk."
"Oke deh. Rosaa! Roosaa!" Nirmala berteriak-teriak, memanggil Rosa.
"Eh! Jangan teriak-teriak! Udah malem ini, nggak enak sama tetangga!" Dimas menegur cara Nirmala memanggil tuan rumah.
"Hehe. Maaf, Kak. Kebiasaan." Wajah Nirmala memerah, menahan malu.
Tok tok tok!
"Rosaa!" Nirmala memelankan suaranya.
"Ya, sebentar!" Terdengar suara Rosa dari dalam rumah. Tak lama kemudian, pintu dibuka.
"La! Kok baru sampe?"
"Iya, tadi sama Ibu pakai acara nggak dikasih ijin, sih. Untung Kak Dimas MENAWARKAN DIRI nganterin aku, jadi akhirnya dibolehin, deh." Nirmala sengaja menekankan kata menawarkan diri, berniat menyombongkan diri pada Rosa.
Rosa langsung memandang ke tempat Dimas berdiri. Dia terdiam cukup lama. Mulutnya hampir ternganga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Wiek Soen
lanjut thor
2023-05-04
0