"Memang ada yang salah dengan baju itu?" tanya Hendrik tapi tak melihat ke arah Kirana.
"Coba kamu lihat sendiri deh, Mas." Kirana meletakkan baju itu di samping Hendrik.
Lalu Hendrik mulai mengamati baju kebaya yang Kirana maksud.
Kirana benar-benar syok saat pertama kali melihat baju itu. Bagaimana tidak, dari warnanya aja sudah ada yang kelunturan warna lain. Terus ukurannya juga lebih kecil dari tubuh Kirana. Mungkin kalau yang pakai anak kelas 6 SD muat. Di tambah lagi ada bagian ketiaknya yang sobek sedikit.
"Apa seperti itu yang mamamu kirim untuk acara pernikahan kita, Mas?" Kirana merasa terhina dengan pemberian calon mertuanya.
"Coba aku telpon mamaku dulu."
Hendrik mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor mamanya. Tak berselang lama, panggilannya pun di terima. Hendrik sengaja meloudspeaker panggilannya agar Kirana bisa ikut dengar juga.
"Halo, Nak. Bagaiamana paketnya sudah sampai? Jas-nya muat kan sama kamu? Sepatunya juga muat kan? Itu semua Mama beli baru loh, Nak," cecar Bu Mery, mamanya Hendrik.
Seketika Kirana melihat ke arah tumpukan baju-baju dan sepatu yang untuk Hendrik. Memang benar ternyata semua masih baru. Terlihat dari masih adanya label harga yang menempel di setiap barangnya.
"Semua barang yang untuk aku muat, Ma. Tapi yang untuk Kirana kenapa seperti, ...." Hendrik terlihat ragu saat akan meneruskan kalimatnya. Dia takut kalau sampai mamanya tersinggung.
"Oh, iya memang yang untuk Kirana itu semua bekas dari nikahannya kakakmu beberapa tahun yang lalu. Sayangkan kalau nggak kepakai. Lagipula buat apa beli atau sewa? Buang-buang uang yang ada. Mending uangnya kamu pakai buat besarin usaha rumah makanmu itu. Yang penting kalian sudah resmi jadi suami istri, dan mama dapat cucu," sahut Bu Mery tanpa rasa bersalah.
"Tapi istri Kak Handoko kan tubuhnya kecil, Ma. Sedangkan Kirana tinggi dan perutnya mulai membuncit karena hamil. Jadi nggak mungkin pas dengan kebaya ini," bela Hendrik.
Kirana yang merasa mendapat pembelaan dari Hendrik, seketika tersenyum senang. Inilah yang Kirana impikan, mempunyai suami yang mau membelanya karena memang dia tidak salah.
"Terus ini baju-baju dasternya juga kenapa pada sobek-sobek sih, Ma?" tanya Hendrik lagi.
"Iya itu baju-baju bekas Mama semua. Lagian pakai sobek-sobek juga nggak masalah. Kan hanya di pakai di dalam rumah aja. Nggak perlu lah beli yang baru. Yang penting itu masih bisa di pakai. Kalau sobek ya tinggal di jahit. Kirana bisa jahit baju yang sobek kan?" sanggah Bu Mery.
"Astaga, Mama. Terus kalau misal temanku datang berkunjung ke apartemen ini, terus lihat penampilan Kirana yang seperti pembantu, kan aku juga yang malu, Ma."
"Haduh! Terserah kamu sajalah sekarang! Kalau Kirana tetep nggak mau pakai baju-baju yang Mama kirim, berarti Kirana nggak menghargai pemberian Mama." lalu Bu Mery memutuskan panggilan telponnya.
Hendrik membuang nafas kasar. Dia benar-benar dilema saat ini. Lalu ia melirik ke arah Kirana yang ternyata kini sedang menangis. Tiba-tiba ada rasa bersalah dan kasihan juga yang muncul di hati Hendrik.
"Sudah jangan nangis gitu," Hendrik menyodorkan tisu ke arah Kirana.
"Nanti kita sewa gaun di tempat temenku ya," tanpa sadar Hendrik mengelus punggung Kirana.
Ini pertama kalinya Hendrik menyentuk Kirana dalam keadaan sadar. Hingga membuat Kirana seketika berhenti menangis dan menoleh ke arah Hendrik.
Hendrik yang sadar di tatap Kirana, segera mengangkat tanganya. "Maaf aku nggak sengaja," ujarnya.
"Nggak apa kok, Mas. Aku hanya kaget aja saat kamu menyentuhku tadi."
"Ya udah yuk, kalau gitu sekarang kita ke tempat temenku. Tapi sebelumnya kita mampir makan siang dulu ya."
Kirana mengacungkan kedua jempolnya. Baru kali ini mereka kembali tertawa bersama.
"Kok kita makan disini, Mas? Nanti kalau karyawanmu tau kamu jalan sama aku apa kamu nggak malu?" tanya Kirana saat mobil Hendrik sudah berhenti di parkiran rumah makan miliknya.
"Toh nanti mereka juga bakal tau kalau aku nikah sama kamu," sahut Hendrik santai.
"Tapi aku tadi pagi pamit ke Bu Siska, bos ku kalau aku mau pulang kampung. Kalau sampai Bu Siska tau aku bohong kan nggak enak, Mas," Kirana meremas jari-jari kukunya saking cemasnya.
"Siapa suruh kamu bohong? Dah sekarang buruan turun. Aku sudah laper berat, tapi kalau kamu nggak mau turun juga nggak apa."
BRAK!
Pintu mobil di tutup cukup keras hingga membuat Kirana terlonjak kaget.
"Haduh, gimana ya? Kalau aku nggak turun bakal kelaperan yang ada. Mungkin aku memang harus ikut turun, toh cepat atau lambat mereka juga bakal tau kalau aku nikah sama Mas Hendrik," Kirana berucap dalam hati.
"Mas tunggu," teriak Kirana saat Hendrik sudah hampir masuk ke dalam pintu.
Hendrik akhirnya mau berhenti dan menunggu Kirana lalu masuk bersamaan.
"Loh, Kirana? Kok kamu bisa dateng sama Pak Hendrik? Apa kamu mau kerja disini juga sekarang?" tanya salah satu pelayan yang kebetulan berpapasan dengan Kirana dan Hendrik.
Namun saat Kirana akan menjawab, tiba-tiba Hendrik memotongnya.
"Mbak, tolong anterin dua porsi rawon, dua jus alpukat, satu kentang goreng, sama dua ice cream ke ruangan saya ya," titah Hendrik pada karyawannya itu.
"Baik, Pak. Nanti akan saya antar ke ruangan Bapak." sahut pelayan itu sopan.
"Ayok naik ke atas. Kita makan di ruanganku aja," ajak Hendrik sembari menarik tangan Kirana.
Beberapa karyawan yang melihat mereka berdua, kini mulai menerka-nerka ada hubungan apa antara bos nya dan Kirana. Tapi tak ada satupun di antara mereka yang berani bertanya langsung.
Tok
Tok
Tok
"Permisi, Pak. Saya mau antarkan makanannya," ucap salah satu pelayan dari balik pintu.
"Masuk aja."
Saat menata piring dan gelas di atas meja, pelayan itu kembali mencuri pandang ke arah Hendrik dan Kirana.
"Kenapa, Mbak? Apakah ada yang mau di tanyakan?" tebak Hendrik seketika membuat pelayan itu gelapan.
"Ti-tidak ada, Pak," sahutnya sembari mengelengkan kepalanya.
"Kamu pasti penasaran kan sama Kirana kenapa saat ini bisa masuk ke ruangan saya? Bahkan saya ajak makan berdua saja?"
"Ti-tidak kok, Pak." namun ucapan di mulut bertolak belakang dengan anggukan kepalanya.
"Ya sudah, biar kamu dan yang lainnya nggak penasaran lagi, saya mau kasih tau satu kabar. Entah ini bisa di bilang kabar gembira atau tidak," ucap Hendrik sembari berdiri lalu berjalan ke arah jendela yang menghadap ke jalanan.
Pelayan itu kini mulai memasang telinga lebar-lebar. Dia sangat penasaran dengan apa yang akan di sampaikan oleh bos-nya itu. Karena ini bakal bisa jadi gosip terhangat.
"Saya dan Kirana bulan depan akan menikah."
"Me-menikah?" tanya pelayan itu dengan raut wajah tak percaya.
"Iya, memangnya ada yang salah?" Hendrik bertanya balik dengan alis berkerut.
"Terus wanita cantik yang biasanya sering datang kesini itu siapanya, Pak? Kok sekarang malah mau nikah sama Kirana yang jelas-jelas bagai langit dan bumi sama wanita itu?" bebernya.
"Jangan lancang kamu!" bentak Hendrik tak terima karena ada yang menghina calon istrinya.
Meskipun Hendrik tak cinta sedikitpun pada Kirana, tapi kalau ada yang menghina penampilan Kirana, itu sama aja dengan menghina Hendrik yang tak mampu memilih calon istri.
"Maafkan saya, Pak. Saya nggak ada maksud untuk lancang. Kalau begitu saya pamit permisi, silahkan menikmati makanannya," lalu pelayan itu kembali turun ke bawah. Pasti pelayan itu juga sudah nggak sabar ingin bergosip di dapur.
"Mas, wanita yang di maksud pelayan tadi itu siapa? Kenapa dia sering datang kesini? Apakah dia kekasihmu?" cecar Kirana saking penasarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Rere Behelshop
calon mertuanya ga ngotak wey
2023-03-19
0