"Dia itu lelaki munafik, Ran! Di depan kita baik, tapi sebenernya hatinya busuk. Apalagi dia anak orang kaya, pasti kamu bakal di rendahkan nantinya. Aku nggak mau kalau kamu nanti berumah tangga dengan laki-laki seperti itu. Bahkan untuk beribadah aja dia nggak mau. Bisa makan hati setiap hari kamu nanti," ucap Johan penuh emosi.
"Tapi aku sedang hamil anaknya sekarang, Mas. Dan aku juga cinta sama dia. Aku yakin aku pasti bisa membuatnya cinta juga sama aku dan anakku nanti. Kalau soal dia yang nggak mau ibadah, itu mungkin hanya pura-pura saja, Mas," kekeh Karina sembari mengelus perutnya yang masih rata.
"Kenapa kamu jadi keras kepala sekarang? Aku bakal bantuin kamu buat besarin anakmu itu. Tapi tolong batalkan pernikahanmu dengannya!"
"Nggak, Mas! Aku nggak mau batalin pernikahan ini, apapun alasannya, titik," lalu Kirana berlari keluar meninggalkan Johan yang masih di selimuti dengan amarah.
"Semoga hidupmu bahagia nantinya, Ran. Meskipun aku tau kalau kamu sudah salah pilih keputusan," gumam Johan dengan meneteskan air mata.
Adik semata wayang yang sangat dia cintai, ternyata telah jatuh cinta pada orang yang salah. Tetapi Johan sadar, kalau dia tidak bisa terlalu mengatur hidup Kirana. Apalagi sekarang Kirana sedang hamil anak Hendrik.
*****
Keesokan harinya, pukul 07.00 Kirana sudah bersiap akan berangkat kerja. Tetapi tiba-tibq ponsel Kirana berdering. Ternyata itu panggilan dari Hendrik.
"Halo, Mas."
"Aku jemput kamu sekitar satu jam lagi. Tolong kirim alamat kos-mu," titah Hendrik.
"Mau kemana kita? Aku hari ini harus kerja pagi," tolak Kirana.
"Kamu resign aja dari tempat kerjamu mulai hari ini. Aku nggak mau punya istri yang kerja di swalayan kecil seperti itu."
"Tapi, Mas ....," namun ternyata panggilan telponnya di putus sepihak oleh Hendrik.
Dengan berat hati akhirnya Kirana menghubungi bos nya untuk mengajukan pengunduran diri, dengan alasan akan pulang kampung. Awalnya bos nya tak menyetujui, karena Kirana sudah cukup lama kerja disana. Apalagi Kirana termasuk karyawati yang paling rajin. Tetapi karena Kirana terus memohon, akhirnya bos nya menyetujui pengunduran diri Kirana.
Satu jam kemudian, terlihat mobil Hendrik terparkir di depan gang yang menuju ke kos Kirana. Banyak pasang mata yang memperhatikannya. Tak sedikit pula yang terpesona dengan ketampanannya.
Saat Hendrik berhenti di depan kamar Kirana, orang-orang yang tadi hanya memperhatikan, kini mulai berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bicarakan. Yang jelas nampak dari raut wajah mereka kalau mereka iri. Apalagi saat Kirana mulai berjalan keluar bersama Hendrik. Tatapan sinis dan gunjingan tertuju pada Kirana.
"Laku juga akhirnya."
"Halah paling-paling juga pakai ilmu pelet. Kasian banget ya laki-laki itu, mau-maunya dia jalan sama Kirana yang kucel gitu."
Semua kalimat jahat terlontar dari mulut ibu-ibu yang sedang duduk di teras kamar masing-masing.
Kirana menoleh ke arah Hendrik, dia takut jika ucapan para ibu-ibu tadi di dengar olehnya. Namun ternyata Hendrik terlihat acuh. Hal itu membuat Kirana sedikit bernafas lega.
"Semoga aja Mas Hendrik nggak terpengaruh sama ucapan ibu-ibu tadi," gumam Kirana dalam hati.
"Masuk!" titah Hendrik saat dia sudah duduk di balik kemudi.
Kirana segera membuka pintu bagian tengah mobil. Saat kakinya baru masuk sebagian, terdengar Hendrik membuang nafas kasar.
"Kamu pikir aku sopirmu?" sinisnya tanpa menoleh sedikitpun.
"Kan iya, uups," Kirana menutup mulutnya lalu matanya membulat.
Hendrik seketika menolah ke arahnya, "Apa kamau bilang? Duduk depan sini!"
"Ma-maaf, aku nggak tau kalau kamu ngijinin aku duduk di depan," sahut Kirana kikuk.
Selama di perjalanan menuju ke gereja, mereka sama-sama diam. Tak ada yang berniat membuka obrolan agar suasana tidak hening. Ya, hubungan pertemanan mereka yang dulu selalu bercanda ketika bertemu, kini berubah jadi dingin karena sebentar lagi mereka akan resmi menjadi suami istri.
"Buruan turun!" ajak Hendrik karena mereka telah sampai di depan gereja.
Kirana yang asik melamun dari tadi, segera mengedarkan pandangan ke sekitar. Kemudian dia ikut turun dan masuk ke dalam.
"Wah, tumben Kirana datang kesini sama cowok?" sapa Pak Gembala ketika mereka baru masuk.
"I-iya, Pak. Ini calon suami saya," Ucap Kirana terbata saat memperkenalkan Hendrik.
"Haleluya, saya ikut senang dengarnya." Pak Gembala menatap ke arah Hendrik.
"Saya Hendrik, Pak," ujarnya sembari mengulurkan tangan.
"Ayo, silahkan duduk."
"Ada apa ini, Ran? Apa mau daftar bimbingan pranikah? Saya lihat kalian berdua sudah siap untuk menikah loh," tebak Pak Gembala dengan tatapan penuh arti.
"Iya, Pak. Tapi, ...." Kirana bingung mau menjelaskannya mulai darimana.
"Tapi apa, Ran? Kenapa jadi gelisah begitu?" Pak Gembala merasa heran dengan tingkah Kirana.
"Saya sekarang sedang hamil, Pak. Apa bisa kalau bimbingan pranikahnya di persingkat waktunya?" jawab Kirana namun tetap menunduk. Ia sama sekali tak berani menatap ke arah Pak Gembala.
Pak Gembala nampak kaget dengan penjelasan Kirana barusan. Bagaimana tidak, selama ini Kirana di kenal sebagai perempuan baik-baik dan taat beribadah. Tapi kenapa sampai bisa melakukan hal yang di larang agama.
"Saya sangat menyanyangkan dengan kejadian ini. Tapi mau bagaimana lagi?"
"Baiklah, kalau begitu mulai besok kita mulai bimbingannya ya. Mungkin butuh waktu satu setengah bulan saja. Jadi akhir bulan depan kalian sudah bisa menikah." imbuh Pak Gembala.
Kirana menganggukan kepala.
"Tapi kita hanya keluarkan akte nikah gereja saja, ya. Untuk urusan di catatan sipil, bisa kalian urus sendiri nanti. Kan KTP kalian berdua bukan domisili sini," jelas Pak Gembala.
"Oh iya, satu lagi. Saya mau kasih tau, untuk biaya sewa gereja sebesar satu juta rupiah, jika ada. Tetapi jika tidak ada, tidak masalah."
"Iya, Pak. Kami sudah menyiapkan semuanya kok," sahut Hendrik dengan tegas.
"Baiklah, kalau untuk persyaratannya kalian minta ke Pak Jefri ya."
Kirana dan Hendrik menganggukan kepala secara bersamaan tanda mereka mengerti.
Kirana merasa bersyukur, karena satu masalah telah teratasi. Mau dapetnya hanya akte nikah gereja saja, itu tak masalah bagi Kirana.
Setelahnya mereka berdua pamit pulang. Karena ada kiriman paket dari orangtua Hendrik yang datang hari ini.
"Kita ke apartemenku ya. Mamaku mengirim paket baju nikah buat kamu dan aku," ucap Hendrik sembari tetap fokus menyetir.
"Serius, Mas?" Kirana sangat bahagia saat Hendrik mengatakan hal tersebut.
"Ternyata calon mertuaku meskipun mereka tak bisa datang nantinya, mereka sangat perhatian sama aku. Buktinya mereka mau membelikan aku baju buat acara pernikahan nanti. Jadi kekhawatiran Mas Johan ternyata salah," Kirana berucap dalam hati sambil senyum-senyum menatap ke jalanan.
Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka telah sampai di parkiran apartemen Hendrik. Mereka segera keluar dan menuju ke lobby untuk mengambil paketnya.
"Besar juga ya paketnya, Mas," seloroh Kirana saking takjubnya.
Hendrik hanya menyunggingkan bibirnya saat mendengar ucapan Kirana barusan.
"Buruan kita naik ke atas. Kamu cobain dulu pakaiannya," ajak Hendrik lalu berjalan meninggalkan Kirana.
Sesampainya di kamar, Kirana benar-benar sudah tak sabar ingin melihat baju pengantin yang di belikan oleh calon mertuanya.
"Nih cobain," Hendrik menyerahkan atasan model kebaya ke arah Kirana.
Kirana yang menerima kebaya itu seketika mulutnya terbuka lebar saking kagetnya.
"Ini serius buat nikahan kita nanti, Mas?" Kirana mengkerutkan dahinya sembari terus memperhatikan dan mengangkat tinggi-tinggi baju kebayanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments