Sakitnya Menikah Denganmu
Di siang hari yang sangat terik, ada seorang perempuan yang sedang menangis seorang diri di bawah pohon.
"Bagaimana ini? Hal yang aku takutkan akhirnya terjadi juga. Apa yang harus aku katakan pada mereka nanti? Akankah mereka percaya padaku?" ratap Kirana sambil terus memegangi perutnya.
"Sebaiknya sekarang juga aku harus memberitahu Mas Hendrik kalau aku sedang hamil anaknya. Iya, dia harus tanggung jawab sama perbuatannya!" Lalu Kirana segera memesan taksi online dan menuju ke apartment Hendrik.
Sesampainya di depan pintu kamar apartemen Hendrik, Kirana segera mengetuk pintu beberapa kali.
"Kirana?" ucap Hendrik terkejut saat melihat Kirana sudah berdiri di depan kamar apartmentnya dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
"Mas, aku hamil." Kirana menyodorkan alat tes kehamilan yang sudah ada dua garis merahnya.
Lalu ia menerobos masuk ke dalam yang kemudian di ikuti oleh Hendrik.
"Hah? Kamu hamil sama siapa? Kenapa bilangnya sama aku?" tanya Hendrik dengan alis berkerut.
"Jelas aku hamil anakmu lah, Mas! Apa kamu lupa kejadian hampir 2 bulan yang lalu?" Kirana mencoba mengingatkan Hendrik kembali tentang kejadian malam itu.
Ya, malam itu adalah malam yang tak bisa di lupakan bagi Kirana sampai kapanpun. Bagaimana tidak, karena di malam itu Kirana harus kehilangan kesuciannya secara paksa. Memang sudah lama Kirana menyukai Hendrik, tetapi bukan berarti Kirana rela begitu saja jika keperawanannya di ambil sebelum mereka resmi menikah.
Malam itu, Kirana yang baru pulang dari bekerja dan sedang menunggu datangnya taksi online, tanpa sengaja ia melihat Hendrik sedang duduk di salah satu cafe dalam keadaan kepala tergeletak di atas meja.
Kirana buru-buru masuk ke dalam cafe itu dan menghampiri meja Hendrik. Saat Kirana sudah ada di sampingnya, Kirana baru sadar jika Hendrik dalam keadaan mabuk berat malam itu.
Kirana yang merasa khawatir dengan keadaan Hendrik, segera meminta tolong pada karyawan cafe untuk membantunya menuntun Hendrik masuk ke dalam taksi online yang sudah ia pesan sebelumnya.
"Pak, antar saya ke alamat ini ya," Kirana menyerahkan kartu nama Hendrik pada pak supir.
Pak supir itu pun mengangguk dan segera mengemudikan mobilnya ke arah alamat yang di minta Kirana.
"Maaf ya, Mas. Aku sudah lancang membuka dompetmu. Tapi aku nggak ambil apapun kok. Aku hanya cari kartu namamu saja. Karena aku nggak tau kamu tinggal dimana selama ini. Sekali lagi maafkan aku ya." Kirana berucap dalam hati.
Sedangkan Hendrik yang dalam keadaan mabuk, tanpa sadar kini justru memeluk Kirana secara tiba-tiba.
Pak supir yang melihat tingkah Hendrik dari kaca spion tengah pun kini mulai bertanya-tanya.
"Itu pacarnya apa suaminya, Mbak? Kok bisa sampai mabuk berat begitu?" tanya pak supir.
"Ini teman saya, pak."
"Teman tapi mesra ya, Mbak," ledeknya lagi.
Kirana enggan menanggapi ucapan pak supir itu. Takutnya nanti pak supir itu semakin kemana-mana tanyanya.
"Ganteng banget loh Mbak temennya. Kelihatannya juga anak orang kaya ya? Kalau Mbak bisa nikah sama dia, saya jamin pasti banyak orang yang iri. Dan maaf ya, bisa aja nanti orang-orang bakal ngira kalau Mbak pakai ilmu pelet buat dapetin Mas ini," ungkapnya.
Kirana membuang muka ke arah jendela mobil. Dia berusaha mengatur nafasnya agar tidak emosi dengan ucapan pak supir barusan. Memang Kirana akui, dia tidak memiliki kecantikan seperti perempuan yang rajin melakukan perawatan. Karena Kirana terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi jika ada yang mengatakan dia bisa mendapatkan lelaki seperti Hendrik dengan cara pakai ilmu pelet itu terlalu menyakitkan baginya.
"Maaf Mbak kalau ucapan saya terlalu menyakitkan. Tapi saya hanya bicara apa adanya." Pak Supir itu akhirnya menyadari jika ucapannya membuat Kirana sakit hati.
"Nggak masalah, Pak. Saya sudah biasa mendengar kalimat seperti itu."
"Coba Mbak melakukan perawatan, pasti bisa cantik seperti perempuan di luar sana," sarannya kemudian sambil tetap fokus menyetir.
"Saya nggak ada waktu, Pak. Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya saat ini. Biarlah saya seperti ini saja, yang penting saya bahagia," sahut Kirana santai.
"Memang saya juga jatuh cinta sama lelaki ini sejak dulu, Pak. Tapi bagi saya, jika memang dia juga mencintai saya, dia pasti akan menerima semua kekurangan dan kelebihan saya."
Pak supir menganggukan kepalanya.
Beberapa saat kemudian, mobil telah sampai di depan apartmen milik Hendrik.
Tetapi Kirana tak langsung turun, dia berpikir bagaimana caranya agar dia bisa membawa Hendrik naik ke lantai atas? Sedangkan tadi di cafe dia di bantu sama karyawan disana.
"Pak, bisa minta tolong untuk mengantar saya membawanya ke kamarnya?" Lagi-lagi Kirana harus minta tolong ke orang lain untuk membantunya menuntun Hendrik.
Tanpa banyak bicara, pak supir tersebut segera turun dan membuka pintu mobil bagian tengah. Dia segera meletakkan tangan kiri Hendrik melingkar di bahunya. Sedangkan tangan kanan Hendrik melingkar di bahu Kirana.
Sesampainya di depan pintu kamar, Kirana segera merogoh kantong celana Hendrik lagi. Dia mencari kartu yang biasa Hendrik gunakan untuk membuka pintu kamar apartementnya.
"Pak, ayo bantu saya membawanya ke dalam kamar," pinta Kirana dengan nafas terengah-engah.
Setelah tubuh Hendrik berhasil di rebahkan di atas tempat tidurnya, Pak supir itupun segera pamit.
"Saya pamit ya, Mbak. Sekali lagi saya minta maaf kalau ada perkataan saya tadi yang menyinggung perasaan, Mbak. Tapi tolong di pertimbangkan saran saya tadi. Percantik diri Mbak, supaya Mbak lebih di hargai sama orang lain," ucap Pak supir itu lalu ia berjalan keluar.
Degh!
"Kenapa seakan-akan Pak supir ini tau kalau selama ini hampir semua orang selalu merendahkanku? Apa karena aku yang jarang melakukan perawatan? Bahkan Sintya sahabatku sendiri, juga sering mengejekku," batin Kirana.
Kirana membalikkan badan, lalu melihat Hendrik yang sedang tertidur pulas. Dia berniat ingin memakaikan Hendrik selimut, lalu segera keluar dari apartement ini.
Namun tiba-tiba saat tangan Kirana tanpa sengaja menyengol tangan Hendrik, secara spontan ia menarik kuat tangan Kirana. Hingga Kirana terjatuh tepat di atas badan Hendrik.
"Aduh!" pekik Kirana tertahan. Karena dia tak mau suaranya menganggu Hendrik yang sedang tertidur.
"Kamu mau kemana, Sayang? Ayo kita bersenang-senang malam ini. Aku mohon kamu jangan pergi," Ucap Hendrik denga mata masih tertutup rapat.
"Mas, sepertinya kamu salah orang," Kirana berusaha melepaskan tangan Hendrik yang kini sudah menahan tubuhnya.
"Aku cinta sama kamu. Kamu mau kan menikah denganku?"
"Kamu cinta sama aku, Mas?" tanya Kirana dengan mata membulat tak percaya.
"Iya, aku cinta sama kamu. Apa kamu nggak cinta sama aku?" kali ini Hendrik mulai mencium bibir tipis Kirana secara paksa.
"Mmmmppphhhh,"
Kirana masih terus berusaha melepaskan diri dari Hendrik. Namun usahanya sia-sia, Hendrik yang dalam keadaan mabuk ternyata masih memiliki banyak tenaga untuk menahan Kirana.
"Mas, sadar! Jangan seperti ini, aku Kirana temanmu. Kita juga belum menikah, tolong jangan lakuin ini sama aku," ucap Kirana kala Hendrik sudah melepaskan ciumannya.
Bukannya sadar, Hendrik justru semakin berani melakukan hal yang tak sepantasnya malam itu.
"Aku cinta sama kamu, ayo kita bersenang-senang, Sayang!"
Hendrik segera melepas secara paksa kaos dan celana yang Kirana kenakan. Hingga Kirana kini tak memakai sehelai kainpun di tubuhnya.
Kirana segera meringkuk dan menutupi tubuhnya menggunakan bedcover. Namun lagi-lagi tenaga Hendrik mampu menarik bedcover yang menutupi tubuh Kirana.
"Mas, tolong jangan! Aku nggak mau, Mas!"
Hendrik segera menarik tubuh Kirana dan menindihnya dari atas meskipun Kirana terus saja menolak.
"Akkkkkhhhhh! Sakit, Mas!" pekik Kirana dengan deraian air mata yang sudah membasahi pipi mulusnya.
Entah sudah berapa lama Hendrik menikmati aktifitasnya itu. Berbeda dengan Kirana yang justru kesakitan akibat ulah Hendrik.
Hingga beberapa jam kemudian, Hendrik merebahkan tubuhnya di samping Kirana yang masih diam mematung sambil terus menangis.
"kamu jahat, Mas! Bagaimana kalau aku hamil nantinya?" isak Kirana yang masih di abaikan oleh Hendrik.
Dengan sekuat tenaga, Kirana mencoba untuk berdiri. Meskipun masih terasa sakit, Kirana harus bisa pergi secepatnya dari apartment ini. Namun ternyata usahanya sia-sia, Kirana yang sudah tidak berdaya kembali terduduk dan bahkan tertidur di lantai hingga keesokan paginya.
"Kamu ngapain tidur di lantai kamarku?" tanya Hendrik sambil menepuk pipi Kirana.
"Mas, tolong jangan lakuin lagi. Aku mohon sama kamu," Kirana beringsut menjauh dari Hendrik.
"Maksud kamu apa?" Hendrik mencoba memperhatikan sekitar.
Seketika matanya membulat sempurna. Ternyata dia baru menyadari hal apa yang sudah terjadi semalam antara dia dan Kirana. Ada bercak merah di sprei putihnya. Apalagi di tambah Kirana yang saat ini masih belum mengenakan pakaiannya lagi.
"Nggak mungkin! Ini pasti hanya mimpi, atau kamu sengaja menjebak aku?" tuduh Hendrik pada Kirana yang kini mulai terisak lagi.
"Jahat kamu, Mas! Semalam aku hanya berniat menolongmu yang sedang mabuk berat di cafe saja. Tetapi ternyata malah kamu ambil kesucianku secara paksa. Dan sekarang kamu malah nuduh aku sudah menjebak kamu?" tanya Kirana tak habis pikir.
"Aku akui, kalau aku memang suka sama kamu. Tapi aku nggak pernah punya niatan buat menjebak kamu dengan cara murahan seperti ini, Mas!"
"Kamu tenang aja, Mas. Aku nggak bakal nuntut kamu buat nikahin aku kalau aku nggak hamil kok! Biarlah aku simpan sendiri aib ini! Tapi jika sampai aku nanti hamil, aku akan datang lagi menemui kamu untuk minta kamu bertanggung jawab!" Lalu Kirana berusaha berdiri dan berlalu ke kamar mandi.
Sedangkan Hendrik masih terduduk di pinggir tempat tidurnya sambil meremas kasar rambutnya.
"Aku pamit, Mas. Berdoalah semoga aku nggak hamil anakmu! Jadi kita nggak perlu terikat dalam sebuah pernikahan nantinya!" Kirana berlalu keluar dari dalam kamar apartemen Hendrik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Ulmaaspandi Ulma
maaf ya aku bru mampir di karya kk🙏🥰
2023-08-05
0
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-03-29
2