Mata Eman mengkereyep sambil menyeka bibirnya. mungkin takut ada iler yang keluar. "Aduh kenapa keadaannya menjadi gelap seperti ini?" ujarnya yang terlihat seperti ketakutan.
"Mendung Ujang, ditambah sebentar lagi mau magrib, jangan terlena tidur di sini. bukannya Ujang Mau ke kampung Sukaraja?" ujar Salamah orang yang membangunkan Eman.
"Hehehe, iya benar Bi. Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu," ujar Eman sambil bangkit dari tempat duduk, dia mau pergi melanjutkan perjuangan, namun perutnya terasa melilit karena semenjak kemarin dia belum pernah menemukan makan, hanya memakan buah-buahan yang ia temui di jalan dan pucuk-pucuk dedaunan.
"Tunggu dulu sebentar jangan buru-buru, Mending Ujang minum dulu...!" tahan Salamah.
"Saya tidak punya uang Bi," jawab Eman sambil menundukkan pandangan, merasa sedih dengan kenyataan yang dialami.
"Yeh Bibi nggak mau menjual, Bibi hanya kasihan sama Ujang. Ya sudah ayo makan kebetulan masih ada lontong sisa. Ya sudah Ujang habiskan."
Eman tidak langsung mengiyakan tawaran itu, dia terlihat ragu-ragu, namun matanya menatap ke arah wadah yang diisi oleh lontong empat biji dan Goreng bakwan yang sudah terlihat mengeras tiga biji. setelah memindai tempat itu dia pun menatap kembali ke pemilik warung seperti meminta kepastian.
"Kenapa kayak ragu-ragu, Ayo makan....!" seru Salamah.
Setelah yakin dengan tawaran tukang warung, Eman pun tanpa membuang waktu. dia mengambil lontong kemudian membuka bungkusnya, lalu isinya dimasukkan ke dalam mulut, terlihat Dia sangat menikmati. karena dia memang sangat lapar, sehingga lontong yang empat biji dan gorengan tiga biji. dalam waktu singkat sudah pindah tempat ke perut Eman.
Setelah memakan lontong, Eman pun mengambil gelas lalu mengisinya dengan air, kemudian meneguknya Sampai Habis tak tersisa. setelah itu dia pun berpamitan kembali hendak melanjutkan perjalanan, tak lupa dia mengucapkan terima kasih atas kebaikan Salamah.
"Ya sudah hati-hati di jalan...!" jawab Salamah mengingatkan.
"Terima kasih banyak Bi, terima kasih."
"Iya sama-sama Jang."
Akhirnya Eman pun pergi meninggalkan warung Salamah, mau menuju ke kampung Sukaraja yang sudah terlihat dari atas bukit, mau menemui Jana yang telah menangkap babi ngepet yang bernama Ranti.
Lama berjalan akhirnya Eman pun sampai di tempat yang dituju, Karena selama di perjalanan dia tidak mendapat gangguan. Sesampainya di kampung Sukaraja, terlihat ada anak-anak kecil yang sedang bermain. namun ketika melihat ke arah Eman, tiba-tiba anak itu berteriak histeris, saling memberitahu bahwa ke kampungnya ada orang gil4. membuat anak-anak yang lain merasa terkejut, anak-anak yang awalnya terlihat tenang bermain, mereka pun berhamburan berlari menuju ke rumah masing-masing. bahkan orang tuanya terlihat ketakutan, karena terdengar suara teriakan teriakan yang memanggil anak anaknya.
"Astaghfirullahaladzim, kenapa aku disangka orang gil4. kejam....., memang kejam. ada-ada saja kalau Nasib orang yang sedang kesusahan," Umpat hati Eman sambil mengelus dada, hatinya terasa sedih karena dipanggil orang gila sama anak kecil.
Sebenarnya dia mau bertanya sama anak yang paling besar, mau menanyakan rumah Jana. Tapi orang yang mau ditanya keburu berlari duluan, membuat Eman merasa kebingungan. sehingga dia hanya bisa berdiam diri di tepian jalan, matanya memindai area sekitar kampung Sukaraja.
Keadaan semakin lama semakin menuju ke waktu maghrib, suara tonggeret sudah tidak terdengar lagi, diganti dengan suara kodok yang terdengar dari arah sawah di sahuti oleh suara katak. bahkan jangkrik tanah dan jangkrik semak sudah terdengar menggema, ditambah dengan suara belalang hijau.
Lama berdiri Eman tidak menemukan siapapun di tempat itu, karena orang-orang sudah masuk ke dalam rumahnya, mungkin keadaan yang sangat menakutkan karena seperti mau hujan badai, ditambah waktu malam sebentar lagi akan tiba. Tapi walau begitu, Eman masih ingat dengan petunjuk yang diberikan oleh Salamah.
Akhirnya Eman pun berjalan menuju ke arah selatan, mencari pohon asem, mencari empat rumah yang berkumpul, mencari rumah yang berhadap-hadapan dengan pos ronda. namun sebelum sampai ke tempat yang ia cari Eman bertemu seorang nenek-nenek yang baru pulang dari air, karena tubuhnya dililit dengan sarung, dan handuk yang mengalung di lehernya.
"Maaf nenek mengganggu, saya mau bertanya." tahan Eman dengan sopan.
"Mau bertanya apa Ujang?" ujar nenek-nenek itu sambil berhenti, matanya menatap ke arah Eman.
"Saya sedang mencari babi yang dibawa oleh Kang Jana, barangkali nenek tahu di mana Babi itu sekarang."
"Oh, babi aneh bukan Ujang?" jawab nenek itu balik bertanya.
"Benar Nini."
"Kalau itu tadi Nini dengar dari anak-anak Nini, tapi nenek tidak pernah melihat karena tadi sedang menjemur padi. menurut keterangan babi itu dibawa ke rumah Mang sarpu, ditahan tempat dipenyimpanan padi."
"Hah kok nyimpen babi di tempat penyimpanan padi?" tanya Eman sambil menurunkan alis.
"Nggak tahu Jang, Nini gak ngurus...!" jawab nenek-nenek itu sambil berlalu pergi, seperti orang yang sedang buru-buru ingin cepat sampai ke rumahnya, karena dia takut kehujanan.
Mendengar penjelasan dari si nenek, membuat Eman pun terdiam kembali, karena dia tidak mengetahui Di mana letaknya rumah Mang sarpu. dengan cepat dia pun berjalan mengikuti si nenek, sambil berjalan sambil bertanya di mana letaknya rumah Mang sarpu.
Nenek-nenek itu memberi tahu, Bahkan dia sampai menunjukkan tempat detailnya, membuat Eman merasa bahagia karena usahanya tidak sia-sia.
"Terima kasih banyak Nini, terima kasih....!" ujar Eman sambil meninggalkan si Nini menuju ke rumah Mang sarpu.
Langkahnya dipercepat, jantungnya terasa berdegup. namun hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan Karena dia sudah menemukan petunjuk tentang babi yang diambil oleh Jana. Harapan untuk bisa memilikinya lagi mulai menggebu kembali.
*****
Sedangkan di rumah Mang sarpu, rumah yang sedang dituju oleh Eman. dari semenjak waktu Ashar jendela rumahnya sudah ditutup, pintunya juga sudah dikunci. bahkan istrinya yang bernama Marni dan anaknya yang bernama Kipli diungsikan terlebih dahulu ke rumah neneknya. bahkan Mang sarpu memberikan nasihat kedua orang itu tidak boleh pulang sebelum waktu Isya.
Suasana di rumah Mang sarpu terasa sangat sepi, karena rumah besar itu hanya diisi oleh seorang diri yang mau menjalankan rencana untuk menolong babi agar bisa kembali ke jenis semula, menjadi manusia yang bernama Ranti.
Di tengah rumahnya terlihat sajen yang terhampar di atas tampah, dihadapi oleh Mang sarpu yang sudah mengganti pakaian dengan baju kampret berwarna putih begitupun dengan celananya mengunakan warna yang sama, di kepalanya terikat kain berwarna hitam dengan posisi bersila tegap.
Tangannya mengambil kemenyan sebesar kepalan monyet, sebelum dibakar dia pun menjampinya terlebih dahulu. selesai mulutnya berkumat kamit, dia pun meniup kemenyan itu lalu dibakar di atas Bara yang berada di dalam gerabah. suara kemerepet pun terdengar, asapnya mengepul ke atas, baunya tercium sampai keluar rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments