Bab. 3 Menyusul Babi Beranting

"Akang mengakui kesalahan akang, karena akang merasa kurang sopan, Kurang ajar, karena akang berani berbuat tidak sopan kepada pemilik Saung. kemarin akang kemalaman di jalan, sehingga akang memutuskan beristirahat di saung ini. menurut pemikiran Akang tempat ini jauh dari kampung, jauh dari desa. Dan Akang tidak terlalu hafal tempat ini, Akang memutuskan menginap di saung itu karena kalau tidur di atas rumput, Akang takut terendam oleh air embun. sehingga akang pun ketiduran dengan begitu lelap sampai pagi, karena siangnya sudah berjalan jauh.

"Akang merasa dosa, Akang merasa salah, karena akang tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik Saung karena orangnya tidak ada. sehingga akang memutuskan dengan memberanikan diri untuk tidur di dalam Saung, walaupun belum meminta izin. tapi ketika yang punya Saung datang tadi pagi, tiba-tiba dia memarahi Akang yang diakhiri dengan penyiksaan, hingga akhirnya akang seperti ini." Jelas Eman panjang lebar agar pemuda itu mengerti.

"Jadi Akang disiksa oleh pemilik Saung?" tanya pemuda itu memastikan.

"Benar Jang seperti itu, orang yang memiliki Saung ini yang menyiksa Akang."

"Kang Jana, begitu...?" ujar Pemuda tanggung yang terlihat mengerutkan dahi, karena dia tahu bahwa kebun itu adalah milik Jana.

"Mungkin iya Jana, karena dia masih muda, ganteng, bersih, badannya sangat kekar, bajunya sederhana. tapi rapi seperti Ujang, pakaiannya sangat bersih tidak kucel seperti Akang yang sengsara, karena Akang orang Melarat, makanya sangat pantas menerima kenyataan seperti ini."

"Begini saja Kang, saya akan melepaskan ikatan Akang. tapi kalau hati akang ingin bebas dari rasa dosa dan kesalahan, coba temui saja Kang Jana ke kampung Sukaraja, karena seluruh warga Kampung sudah mengenalnya, tidak akan ada orang yang tidak kenal dengan Kang Jana," ujar pemuda itu memberi keputusan dengan segera dia pun memotong tali pengikat Eman dengan aritnya.

Akhirnya tangan Eman pun terbebas, membuat hatinya terasa plong, karena dipenuhi dengan kebahagiaan bisa bebas dari siksaan.

"Terima kasih banyak Ujang, Terima kasih banyak atas pertolongannya. tapi mohon maaf, Akang tidak bisa membalas kebaikan Ujang, kecuali hanya berdoa sama sang pencipta. semoga kebaikan Ujang diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala,"

"Amin.....!"

"Semoga dijadikan amal sholeh yang baik."

"Amin.....!"

"Yang bisa menjadi bekal yang bermanfaat bagi Ujang baik di dunia dan di akhirat."

"Amin.....!"

Doa Eman untuk pemuda yang menolongnya dengan begitu tegas dan dipenuhi keikhlasan, sehingga membuat pemuda itu mengucapkan kata amin berulang kali.

Mendengar doa yang dipanjatkan oleh Eman, membuat pemuda itu hanya bisa menatap melongo, soalnya doa yang dipanjatkan oleh Eman terasa pas, terasa menusuk ke dalam hati sanubarinya, doa yang bisa dia mengerti dan bisa diterima oleh batinnya.

Sorot mata Eman terasa Teduh, seperti mengandung ketentraman, seperti memiliki kekuatan aneh yang bisa meluluhkan hati manusia, sehingga membuat pemuda itu memiliki prasangka lain dia menyangka kalau Eman adalah seorang malaikat yang sedang menguji terhadap dirinya, yang sedang merubah wujud menjadi manusia sengsara. soalnya dia suka terbawa oleh dongeng dan cerita-cerita orang tuanya, yang suka menerangkan seorang malaikat yang bisa merubah wujud menjadi laki-laki atau perempuan, menjadi orang yang sengsara atau susah, untuk menguji kebaikan seseorang.

"Sudah....! sudah kang. jangan terlalu banyak berbicara, karena saya sangat ikhlas, sangat Ridho, tidak ada yang diharapkan selain menolong orang lain." jawab pemuda itu yang semakin merasa tidak enak, perasaannya semakin campur aduk bahkan pembicaraannya semakin terlihat sopan.

"Bahagia, akang sangat bahagia kalau Ujang punya hati sebaik itu. syukur, syukur. semoga Ujang menjadi orang yang banyak rezeki, orang yang tinggi derajat, jauh dari Balahi dekat dengan rezeki. Oh iya, siapa tadi orang yang memiliki Saung ini?"

"Kang Jana, orang Sukaraja."

"Kalau Ujang orang Sukaraja bukan?"

"Bukan, saya bukan orang Sukaraja. tapi saya orang Cibeureum, kampungnya berdekatan dengan Kampung Sukaraja, hanya terhalang oleh selokan Ci Mandiri. Ya sudah Kang saya mohon izin untuk melanjutkan pekerjaan saya yang sedang mencari rumput." ujar pemuda itu sambil berdiri, karena hatinya dipenuhi dengan rasa sungkan dan ketakutan.

"Ya sudah kalau begitu, sekali lagi akang ucapkan terima kasih dan Ujang harus hati-hati ketika mengambil rumput nanti bisa terluka oleh Arit." ujar Eman memberikan nasehat, matanya terus menatap ke arah pemuda yang sudah pergi sambil membawa Arit, Eman terus menatap sampai pemuda itu tak terlihat lagi, terhalang oleh rerumpunan rumput yang menjulang tinggi.

Burung-burung terus berkicau saling sahut menyahuti dengan burung-burung lainnya, seperti yang sedang bersukacita. sedangkan Eman dia terdiam memikirkan pembicaraan pemuda yang menolongnya, yang menjelaskan bahwa pemilik Saung yang menyiksanya adalah Jana orang kampung Sukaraja.

Hati Eman merasa bahagia karena sudah menemukan jejak bisa menyusuri babi ngepet bernama Ranti yang dibawa oleh orang itu. "Alhamdulillah Akhirnya aku bisa menemukan jejak, Terima kasih ya Allah, semoga Neng Ranti berada dalam lindunganMu, jangan sampai disiksa oleh orang yang kejam, jangan sampai dibawa ke mana-mana."  begitulah gumam Eman sambil bangkit dari tempat duduk, kemudian dia meregangkan otot-otot yang terasa kaku, sehingga terdengar suara kemeretek akibat tulang yang ditarik.

Setelah berdiri, Eman pun berjalan dengan gontai menuju ke arah Saung kebun, kemudian dia memindai sekitar tempat itu, terlihatlah sisa-sisa bambu pembuatan tali dan ada potongan bambu, kayaknya sisa pembuatan pikulan.

Eman terus memperhatikan meneliti Saung itu, kadang pula dia mengerutkan dahi seperti seorang detektif yang sedang mencari bukti otentik, yang nantinya bisa dijadikan petunjuk untuk menyusuri jejak Ranti. Namun sayang tidak ada petunjuk yang jelas, tapi dia punya perhitungan pasti Ranti digotong dibawa ke kampung Sukaraja.

"Iya, benar. sudah jelas alamatnya, mendingan Aku susul saja ke kampung Sukaraja, apapun yang akan terjadi pasti akan aku hadapi," begitulah keputusan Eman.

Setelah puas memindai sekitar Saung, akhirnya Eman pun berjalan dengan santai, tujuannya mau menuju Kampung Sukaraja, mau mencari pemuda yang bernama Jana.

Perjalanan Eman Akhirnya sampai ke jalan desa yang sedikit agak lebar, dia terus berjalan menuju ke arah Timur, punduknya terasa panas karena matahari sudah condong ke sebelah barat, panas matahari itu sedang terik teriknya, membuat Siapa saja yang tersinari oleh sinarnya akan merasakan pusing, apalagi buat orang yang sedang mempunyai rasa sakit, rasa capek. ditambah dengan rasa lapar membuat perut akan semakin terasa melilit.

Eman terus berjalan tanpa mengeluh sedikitpun, hingga akhirnya dia sampai ke sebuah bukit, terlihatlah ada sebuah Saung yang berada di samping jalan. Eman tidak berpikir panjang Walaupun dia tidak memiliki uang, dia tetap mampir ke warung itu, Karena dia sudah tidak kuat dengan teriknya matahari dan dia mengetahui bahwa Saung itu adalah jongko atau kios penjual makanan, yang dijaga oleh seorang wanita yang bernama Salamah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!