bab 2. Eman

Tidak jauh dari kampung Sukaraja, tepatnya di kebun singkong yang berbatasan dengan kebun teh. terlihat ada seorang pemuda yang hidupnya selalu ditiban kesialan, karena baru saja dia disiksa kemudian diikat di pohon nangka. orang itu terlihat belum sadarkan diri, karena mendapat pukulan yang sangat keras dari musuhnya. orang itu terlihat berdiam tidak bergerak sama sekali. sehingga membuat siapapun orang yang melihat hatinya akan teriris merasa sedih, Bagaimana tidak sedih melihat kondisi pakaiannya yang dipenuhi dengan sobekan, badannya terlihat kotor dan dekil, wajahnya pucat bak manusia yang dibuang ke tong sampah.

Tapi walau begitu, Eman seperti memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang lain, walaupun dia sudah disiksa habis-habisan tidak sampai Kehilangan nyawa, dia hanya mengalami tidak sadarkan diri, sehingga lama-kelamaan dia pun terbangunkan oleh semilir angin kecil, seperti ada orang yang berbisik menyadarkan kesadarannya yang sempat menghilang.

Dengan perlahan tubuhnya terlihat bergerak sedikit, matanya perlahan terbuka, maksudnya dia ingin bangkit. tapi dia merasa kaget karena seluruh tubuhnya terasa susah untuk digerakkan karena dia diikat oleh Jana. Matanya memindai area sekitar, melirik ke samping kanan melirik ke samping kiri, terlihatlah pohon-pohon yang tumbuh menjulang tinggi, daunnya bergerak-gerak tertiup oleh semilir angin.

Pluk!

Satu daun kering jatuh menimpa dadanya, membuat Eman terlihat menarik nafas dalam, kemudian seperti biasa dia pun berbicara sendiri.

"Lah sebenarnya aku sedang berada di mana dan ke mana Neng Ranti?" Gumam Eman yang semakin sadar, makin ingat terhadap Ranti. menggejolakkan jantung yang berada di dada, sehingga dia pun mulai sadar kembali, mengingat dengan apa yang menimpa dirinya. Tadi sebelum dia pingsan, Dia pernah bertarung dengan seorang  Pemuda, Namun sayang dia yang sedang apes sehingga harus menerima kekalahan.

"Ke mana perginya si kurang ajar itu....., Kalau aku tidak jatuh pingsan, mungkin tubuhnya sudah dipotong-potong menjadi beberapa bagian, biar dia Jera....!" ujar Eman Sambil mencoba kembali menggoyangkan tubuhnya berharap tali pengikatnya terlepas. tapi daripada ikatan itu terlepas yang ada tangannya terasa sakit, tulangnya terdengar tertarik sehingga mengeluarkan suara kmeretek, membuat Eman pun terdiam kembali, menerima semua yang menimpa terhadap dirinya.

Khayalannya mulai kembali terbang memikirkan Ranti, dalam bayangannya sudah tergambar jelas pasti Ranti dibawa oleh orang yang tadi menyiksanya, membuat gigi Eman mengerat mengeluarkan suara, matanya memerah dan membulat sempurna, bibirnya digigit sedikit menandakan nafsunya sudah memuncak.

"Kurang ajar, dasar licik, dasar sial4n, dasar kejam.....! Awas kalau nanti kita bertemu kembali, tidak akan ada maaf lagi aku akan langsung membunuhmu," gumam hati Eman sambil mengatur nafas yang terlihat memburu keringat dingin mulai bercucuran, terdorong oleh amarah yang sudah memenuhi dada, nafsu yang tidak bisa keluar, nafsu yang tidak bisa dilampiaskan, napsu yang memenuhi seluruh relung hati, memenuhi seisi dada.

Keadaan matahari siang itu semakin lama semakin tinggi, walaupun terhalangi oleh pohon-pohon yang menjulang tinggi, tapi itu tidak bisa menahan cahaya matahari untuk menyinari wajah Eman. membuat tubuh pemuda itu terasa hangat, ditambah silau. Eman pun memejamkan mata, sambil terus berpikir mencari akal, mencari cara agar bisa melepaskan diri dari ikatan.

Burung-burung terdengar berkicau dari atas pohon, begitupun dengan bajing-bajing yang berlarian di rantingnya. Sebagian ada yang mengeluarkan suara seperti sedang menertawakan Eman, saling sahut menyahuti dengan tupai-tupai yang lainnya.

Ketika memejamkan mata, terdengar suara orang yang sedang bernyanyi dari arah atas, dengan nyanyian seingatnya, tidak terpaku dengan judul ataupun lirik. Tapi walaupun seperti itu, nyanyiannya bisa dimengerti oleh Eman, bahwa orang itu sedang bertemu dengan kesenangan, karena kalau dia sedang kesusahan mana mungkin orang itu bisa bernyanyi.

Eman terperanjat ketika mendengar ada orang. matanya terlihat bergerak ke arah kiri dan kanan, telinganya dipasang agar dia bisa mendengar jelas suara nyanyian itu

"Kenapa orang lain bisa bahagia, Kenapa hidupku selalu sengsara. kalau hidup hanya untuk berenang dalam kesedihan, mendingan aku lebih memilih selamat saja." ujar Eman sambil menggeliat, tapi tetap dia tidak bisa bergerak lebih, karena ikatannya sangat kuat.

Orang yang bernyanyi semakin lama semakin terdengar jelas, seperti sedang mendekati ke arah Eman. bahkan lama-kelamaan terdengar suara kemerosok seperti orang yang sedang berjalan menapaki rumput kering.

Pluk!

Terdengar suara batu kecil yang jatuh, mungkin ketendang oleh orang itu sehingga jatuh ke arah lembah.

Bret! bret! bret! krosok.

Bret! bret! bret! krosok.

Terdengar suara rumput yang sedang di Arit bergemuruh mengumpul dengan suara nyanyian, diiringi oleh lantunan suara angin yang menerpa dedaunan.

Eman merasa bahagia, sekilas dia menemukan ide. dengan cepat dia pun merintih kesakitan, bahkan diakhiri dengan teriakan minta tolong, setelah beberapa kali meminta pertolongan suara orang yang bernyanyi pun terdiam seketika, bahkan suara Arit yang menebas rumput pun terdiam, seperti sedang memfokuskan pendengaran, memastikan orang yang sedang merintih kesakitan.

Eman sangat mengerti, dengan segera dia pun meminta tolong kembali dengan teriakan yang lebih keras dari yang tadi. sehingga membuat teriakannya semakin terdengar jelas, tak lama setelah itu suara kemerosok orang yang berlari pun mendekat ke arahnya, bercampur dengan suara pijakan kaki yang mengenai tanah.

Setelah sampai, terlihatlah bahwa orang yang datang itu adalah seorang pemuda berbadan gempal, wajahnya sangat bersih, namun bajunya sederhana. memakai topi yang terbuat dari daun pandan yang sudah Rawing, tangannya memegang Arit yang terlihat sangat tajam.

"Terima kasih sudah datang, Tolong saya...! tolong, tolong....!" pinta Eman sambil terus menatap ke arah sang Pemuda, mungkin umurnya berada di bawah Eman, hanya badannya yang terlihat lebih besar.

"Kenapa Akang diikat seperti ini?" jawab pemuda itu balik bertanya sambil membalas tatapan Eman. tapi dia belum terlihat mau menolong, seperti orang yang memiliki banyak pertimbangan.

"Jang Akang ada yang menyiksa, tadi Akang dipukulin, di tampar, digebuk menggunakan kayu bakar, disiksa di saung, digilas di tungku pembakaran. lihat baju dan kepala Akang yang penuh dengan Abu pembakaran, seperti orang yang mau dipepes. Akang adalah orang yang susah dan dipenuhi dengan kesengsaraan, padahal kesalahan Akang hanya sedikit, tapi akibatnya harus menerima siksaan sampai seperti ini. tolong Akang Ujang, karena Akang ingin selamat, ingin bebas. yang terpenting akang ingin menjalankan tugas yang harus mendampingi sang adik, yang sama sedang mengalami kesusahan," ujar Eman yang terlihat mengiba.

"Sebentar....! Apa dosa Akang sampai harus disiksa seperti ini, dan siapa orang yang tega menyiksa Akang." jawab pemuda itu yang semakin terlihat penasaran, dia tetap tidak berdiri, tidak buru-buru menolong, karena dia takut masuk dalam peribahasa menolong anjing yang sedang terjepit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!