Bab 4. Kebaikan Salamah

Eman pun masuk ke dalam kanopi warung, kemudian dia duduk dengan menjatuhkan tubuhnya. nafas Eman terlihat memburu, dadanya dikipasi menggunakan tangan, matanya terus memindai seluruh tempat yang berada di samping kanan kiri warung.

Setelah diperhatikan ternyata di bawah Saung itu terlihat banyak atap rumah yang terlihat berjejer rapi, dihiasi oleh jalan desa yang membelah, sungai-sungai kecil saling melingkar seperti ular yang sedang mencari makan. di samping kanan kiri sungai itu terlihat hamparan sawah yang padinya sedang hijau bak permadani yang dihamparkan.

"Hai Ujang....! mau jajan silakan," tawar Salamah yang terdengar sangat ramah layaknya seorang penjual pada umumnya. bahkan Salamah menghampiri Eman yang sedang duduk di bangku panjang yang berada di luar warung, kebetulan waktu itu tidak ada orang yang sedang jajan.

"Iya Bi, Saya sangat lapar....! saya mohon keridhoan dari Bibi kalau bangkunya saya duduki, di pakai buat istirahat. Tapi kalau jajan Saya tidak akan, karena saya tidak punya uang." jawab Eman dengan sebenarnya, karena dia tidak pernah ragu-ragu untuk berkata jujur, karena jiwanya memang terbuka dan bisa dipercaya.

"Oh begitu, ya sudah nggak apa-apa. kalau Bibi boleh tahu Ujang Mau ke mana, atau pulang dari mana. karena baru kali ini Bibi melihat Ujang?" ujar Salamah yang terlihat penasaran ingin tahu asal usul Eman yang terlihat agak aneh.

"Nama saya adalah Eman, Asal saya dari kampung Sukamaju, Saya pulang dari Berkelana dan mau Berkelana, karena saya sedang mencari sesuatu."

"Mencari apa itu Jang?"

"Saya lagi mencari orang yang bernama Kang Jana, orang Sukaraja."

"Saudara bukan?" tanya Salamah yang terlihat semakin penasaran.

"Bukan Bi, tapi Kang Jana adalah teman saya," jawab Eman yang terpaksa berbohong, karena nalurinya berkata kalau dia berkata jujur akan merugikan diri sendiri, bisa jadi orang yang memiliki warung tidak akan memberitahu Di mana keberadaan Jana.

"Oh Ternyata Jang Jana punya teman dari kampung Sukamaju, Padahal kalau dari tadi agak pagian ke sininya...!"

"Kenapa emang Bi, apa Bibi kenal dengan orang yang bernama Kang Jana?" tanya Eman mulai menyelidiki.

"Sangat kenal Jang, karena saudara sekampung dan rumahnya juga tidak jauh dari rumah. Bibi berada di sini, Bibi hanya jualan saja. Rumah Bibi berada di kampung Sukaraja," jawab Salamah tanpa ragu-ragu karena melihat kebaikan Eman.

"Terima kasih kalau Bibi kenal, Oh iya kalau boleh tahu sebelah mana rumah Kang Jana itu?"

"Tuh lihat ke bawah, itu adalah Kampung Sukaraja. di sebelah Selatan di dekat pohon asem, ada 4 rumah yang berkumpul. Nah semuanya itu adalah saudara-saudara Jang Jana, dari sana berjalan ke sebelah Barat, di situ ada pos ronda. di depan pos ronda ada rumah, Nah itulah rumah Jang Jana yang berhadapan dengan pos. sedangkan rumah bibi sebelah kiri rumahnya." jawab Salamah sambil menunjuk ke tempat yang ia ceritakan, walaupun tidak jelas namun Eman sudah memiliki perkiraan.

"Terima kasih banyak Bi, Terima kasih sudah memberitahu. nanti kalau suasananya sudah Teduh, saya akan bertamu ke rumahnya, Karena kepala saya sekarang terasa sangat pening dan tubuh saya terasa lemas. Maaf Bi Kalau saya mengganggu ketenangan bibi," ujar Eman meminta izin.

"Oh nggak apa-apa, kalau Ujang Mau beristirahat. beristirahatlah dengan nyaman dan tenang," jawab Salamah matanya terus memindai Eman, dia ingin melihat jelas wajah pemuda itu. di dalam hatinya dipenuhi dengan rasa heran, karena wajah Eman terlihat penuh lebam bahkan sampai membiru.

Semilir angin kecil menerpa dada, rasanya memberikan ketenangan sehingga kantuk pun datang. Eman menggeserkan tempat duduk menyandarkan tubuh ke tiang warung, matanya terus menatap ke arah bawah Menikmati keindahan perkampungan yang terlihat begitu Asri, pikirannya terus melayang ke mana-mana, hingga akhirnya dia teringat dengan gadis yang bernama Ranti. Eman merasa khawatir, takut terjadi apa-apa sama gadis yang baru ia kenal dalam bentuk babi ngepetnya, Eman merasa takut kalau dia tidak bisa bertemu lagi dengan Ranti. kalau sampai dia berpisah, hidupnya mungkin tidak akan tenang, soalnya dia tidak bisa membalas kebaikan Ranti.

Eman terlihat menarik nafas, matanya dipejamkan. namun bayangan Ranti semakin tercipta dengan jelas dalam pikirannya, walaupun wujudnya seekor babi tapi tingkah lakunya mengganggu penglihatan. Eman mengingat kembali dengan sosok wanita yang bertemu dalam impian, terlihat menggoda di dalam kelopak matanya.

Terlarut dalam khayalan kekhawatiran, ketakutan, ditambah rasa capek dan lapar, hingga akhirnya Eman pun mengantuk, dia pun mulai tertidur sambil menyandarkan tubuh ke tiang warung. Salamah yang melihat kejadian seperti itu, dia tidak mengganggu hanya mengumpat dalam hatinya, sambil masuk kembali ke dalam warung.

"Kasihan banget anak itu, mungkin dia kecapean. tapi kenapa tubuhnya sangat dekil lebih dari pengemis. tapi melihat dari pembicaraannya, Dia sangat baik dan sopan, membuat Siapa saja orang akan nyaman mengobrol dengannya. benar memang kata peribahasa, Jangan menilai sesuatu dari sampulnya, jangan menilai orang dari pakaiannya. walaupun dekil tapi tingkah lakunya lebih baik daripada orang yang berpakaian rapi." begitulah gumam hati Salamah sehingga lama-kelamaan timbulah rasa kasihan sama Eman, namun dia belum berani memutuskan dengan cara apa dia harus mengasihani Pemuda malang itu, dia belum bisa memikirkan.

Matahari semakin lama semakin condong ke arah barat, tapi sekarang panasnya tidak seterik tadi, soalnya terhalang oleh awan tipis yang tersebar di langit. semakin lama awan itu semakin terlihat menebal, cahaya matahari itu semakin terhalang. sedangkan Eman terlihat masih terlelap dalam tidurnya, bahkan sampai keluar dengkuran seperti orang yang terkena ilmu sirep, tidak bergerak sedikitpun, walaupun sudah beberapa kali ada orang yang jajan ke warung Salamah. tapi Eman sama sekali tidak terganggu dan orang yang jajan pun tidak mengganggu, seperti tidak memperdulikan keberadaan Eman.

Datang dan pergi pembeli menghampiri warung Salamah, tapi para pembeli itu tidak mengganggu dan tidak memperdulikan keberadaan Eman, mereka asyik menyantap jajanannya. setelah selesai jajan Mereka pun membayar, kemudian pergi kembali untuk melanjutkan perjalanan.

Lama kelamaan awan yang tadi menggumpal di atas langit, semakin lama semakin tebal hingga menutup sinar matahari. dan keadaan pun berubah menjadi mendung seperti mau datang hujan badai, karena angin besar mulai terlihat menerpa pepohonan sampai bergoyang-goyang seperti Mau patah.

Dari belakang warung Salamah yang ada pohon bambu, terdengar suara tonggeret atau grapung yang terdengar sangat nyaring. burung-burung berkicau menambah rasa Genting suasana sore, takut ada hujan besar yang akan turun. bahkan orang yang lewat pun Mereka terlihat mempercepat langkah takut kehujanan, tidak sempat mampir ke warung terlebih dahulu, karena mereka ingin cepat sampai ke tempat tujuan takut kehujanan di jalan.

Melihat keadaan seperti itu, dengan segera Salamah pun membangunkan Eman. Membuat pemuda itu pun terperanjat bangun dari tidurnya, bahkan terlihat mau jatuh karena tidurnya yang menyandar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!