5. Keterkaitan Kenyataan

Hal pertama yang bisa Karina harapkan adalah informasi dari kedua orang tuanya. Beruntung, keduanya bisa segera pulang setelah mendapat Karina yang sedang sakit. Namun, ekspresi kecewa segera mereka tunjukkan saat melihat putri tunggal mereka dalam kondisi baik-baik saja.

"Jadi, apa Rafa bohong ke kami kalau kamu sakit, Karina?" tanya sang mama—Adeline—dengan nada menuduh.

Karina tidak menjawab pertanyaan tersebut, tetapi kemudian mengalihkan ke topik lain yang membuatnya hampir tidak bisa tenang selama beberapa hari ini.

"Aku mau tanya beberapa hal sama Mama, dan juga Papa!" Karina mencegah sang papa yang berniat meninggalkan kamar setelah tahu kondisi putrinya masih baik-baik saja.

"Cuman tanya aja, Karina?" tanya Adeline disusul decakan tidak percaya. "Kamu membuat Papa sama Mama harus pulang dan tinggalkan kerjaan penting di luar negeri cuman supaya bisa tanya-tanya? Bahkan sampai pakai alasan bohong kalau kamu sakit? Kamu ... hidup di tahun berapa Karina? Mana hape kamu? Kamu bisa telepon dan bicara atau tanya apa aja sama kami melalui telepon!"

"Ini penting. Aku harus lihat wajah Mama sama Papa buat memastikan sesuatu."

Sekarang, Adeline tiba-tiba diam dengan wajah yang menyiratkan rasa penasaran yang terlihat jelas karena ucapan sang putri. Ia sempatkan melirik pada suaminya seolah ingin saling menebak mengenai hal apa yang akan gadisnya itu tanyakan.  

"Tentang?" tanya Adeline, mengutarakan penasarannya.

Sementara Erwin hanya menunggu apa yang diobrolkan oleh dua perempuan ini untuk memutuskan apa harus pergi atas tetap menetap sampai obrolan habis.

"Mama sama Papa wajib jawab jujur." Sebelum mengutarakan awal interogasinya, terlebih dahulu Karina mengutarakan syarat dengan nada tegas.

"Apa kamu pikir kami besarkan kamu pakai kebohongan? Kami nggak pernah bohong sama kamu, Karina. Jangan kekanak-kanakan." Adeline tampak jenuh, bahkan melipat kedua tangan depan dada untuk menunjukkan status dingin dan malasnya. "Katakan, apa yang mau kamu tanyakan sampai harus melihat kami berdua. Jangan sampai pertanyaan ini membuat sia-sia pengorbanan kami mengubah dan harus mengatur ulang jadwal pekerjaan kami."

Karina terlihat kehilangan semangatnya untuk bertanya sebab apa yang dikatakan oleh Adeline. Entah mengapa, ucapan wanita itu membuatnya merasa jenuh, dan seolah meyakinkan bahwa mimpi Karina benar-benar nyata. Bahwa ia sebenarnya bagian dari keluarga lain yang selalu muncul dalam mimpinya. Bukan keluarga ini.

"Mama sama Papa kenal Erik Eduardo?" tanya Karina dengan suara yang terdengar hati-hati, sedikit penekanan agar orang tuanya tahu betapa serius masalah ini.

"Erik?" Adeline mengulang nama tersebut.

Sementara Erwin mengulang nama belakangnya. "Eduardo?"

Pasangan itu saling bertukar pandang sesaat, kemudian Adeline yang mewakili untuk memberikan jawaban.

"Nggak. Kami nggak saling kenal, tapi kami tahu siapa Erik Eduardo, dan dia juga seharusnya sudah tahu siapa kami dan siapa kamu. Kenapa? Ada masalah dengan orang itu?"

Karina menggeleng kecil. Sejujurnya sedikit bimbang harus mengutarakan hal ini atau tidak, tentang lamaran pria itu. Namun, setelah memilin ujung bantal yang berada di pangkuannya—mempertimbangkan dengan sangat matang—Karina memutuskan untuk tidak menceritakan hal itu.

"Mama sama Papa tahu siapa itu ... Siska ... Bella?" tanyaku secara hati-hati. Mungkin saja mereka sedikit mengingat hal yang sudah aku lupakan di masa-masa menjelang remajaku dulu.

"Temanmu? Kenapa dengan temanmu itu?" Adeline balas bertanya dengan nada menuntut, dan melihat tidak adanya perubahan ekspresi kejut di wajah sang mama dan papa, Karina yakin bahwa orang tuanya benar-benar tidak tahu tentang dua nama itu.

"Karina?" panggil Adeline ketika Karina tidak bisa menjawab pertanyaannya. Kesabaran wanita itu tampaknya mulai menipis ketika merasa bahwa dirinya hanya dipermainkan oleh sang putri.

"Aku ...." Karina juga kebingungan untuk mengatakan apa, karena mimpi aneh ini masih ia ragukan kebenarannya. Hanya berlandaskan feeling, Karina tidak bisa mengambil kesimpulan atau pernyataan apa pun. "Mau istirahat selama beberapa hari ini, Ma, Pa. Aku selalu pusing sejak beberapa hari ini, jadi aku mau minta tolong sama Mama dan Papa buat handle gimana pun caranya supaya aku nggak perlu hadir di acara promosi."

"Gimana caranya, Karina?" Kali ini, Erwin yang paling ambisius angkat suara. "Kamu ini pemeran utamanya. Nggak masuk akal kalau pemeran utamanya malah nggak datang! Otak kamu ke mana, sampai hal penting kayak gini nggak kamu pikirin?"

Adeline segera maju selangkah untuk membatasi kemarahan sang suami, sekaligus melindungi dan mewakili kesan intimidasi dari Erwin ke Karina.

"Sudah minum obat?" tanya Adeline. "Kami bakalan anter kamu ke rumah sakit."

"****! Cuman masalah sesepele ini dia panggil kita secara paksa buat pulang?" Erwin terdengar sangat kecewa, bahkan tidak ragu menunjukkan kemarahannya.

Pria itu memilih meninggalkan kamar Karina, dan membanting pintu dengan keras sebagai bentuk pelampiasan kesalnya pada sang putri.

"Kamu siap-siap. Mama tunggu di bawah. Kamu bakalan Mama sama Papa antar ke rumah sakit, setelah itu nanti kamu bisa diurus sama Rafa ya. Mama sama Papa beneran nggak bisa 24 jam jaga kamu, karena kami lagi sibuk-sibuknya kembangin perusahaan demi bersaing kalahkan kompetitor. Lengah sedikit, kami bisa kalah, Karina. Kita harus jaga nama perusahaan sebagai top 1 penyedia jasa terbaik di Indonesia selama satu dekade berturut-turut."

Karina tidak memiliki banyak teman, kecuali hanya Rafa yang menemani sejak kecil. Untuk itu, ia tidak terlalu tahu bagaimana keluarga orang lain, sehingga ia tidak pernah mempertanyakan sikap orang tuanya. Namun, setelah menjadi aktris dan memerankan kehidupan gadis dalam keluarga hangat, Karina diam-diam mengidamkan keluarga seperti itu.

Maka, Karina mengubah pertanyaannya ke hal lain.

"Apa aku anak kalian, Ma?"

"Hah?" Adeline terkejut.

...*...

Karina sudah dalam kondisi yang sangat stabil setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Hal itu sudah menjadi keputusan telak dari orang tua Karina agar ia memiliki alasan untuk tidak menghadiri promosi film.

Sementara mereka berdua, bisa kembali ke luar negeri untuk mengurus pekerjaan masing-masing.

Sementara Karina sama sekali tidak mau menghabiskan waktunya secara sia-sia di ranjang sempit pasien ini. Hampir setiap hari, entah ia duduk, berbaring, atau yoga—perempuan itu mencoba mencari dan menggali ingatan apa saja yang bisa dijadikan petunjuk dari mimpi rutinnya setiap malam.

Hingga pada jam istirahat, saat Karina sedang duduk bersila di atas ranjang pasien, ia mengecek ponselnya dan secara iseng mengetik tiga nama di laman pencarian.

Erik, Bella, Siska.

Sederetan berita bermunculan, membuat Karina langsung membekap mulut sendiri. Ia men-scroll hingga ke bawah dan menemukan fakta bahwa mimpinya benar-benar bukan sekadar kebetulan.

Karina bahkan hampir tidak bisa berkedip ketika ia menelusuri salah satu berita dan menemukan informasi bahwa ... putri Erik saat ini adalah anak dari Bella yang telah meninggal puluhan tahun lalu. Kasus kematian adik-kakak itu sempat heboh, dan alasan itu juga mengapa nama Erik naik hingga menjadi terkenal sebab sangat terpukul oleh kematian kekasihnya.

Mengetahui hak ini, Karina sangat susah payah meneguk ludah secara kasar hanya untuk melancarkan tenggorokannya yang mendadak kering usai mengetahui hal ini. Ia menelusuri lagi lebih jauh, dan sekali lagi dibuat terkejut ketika ia menemukan sebuah foto.

Tangan Karina langsung gemetar hebat hingga tanpa sadar menjatuhkan ponsel di lantai. Tatapnya berubah kosong mengarah ke depan, ketika ia mencoba mengingat lagi foto di berita online tadi.

Salah satu foto—yaitu gadis berusia 12 tahun bernama Siska—memiliki wajah yang mirip dengan Karina. Persis seperti apa yang ditampilkan dalam mimpi.

Karina membekap mulut sendiri karena syok. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihat saat ini. Ia sulit mencerna semuanya. Sulit mengerti apa yang terjadi sekarang. Sementara ia sendiri tahu bahwa dirinya lahir sembilan belas tahun lalu dari rahim Adeline tanpa bisa dibantah sedikit pun.

Namun, bagaimana bisa kebetulan ini muncul?

Karina tidak paham.

Ia kembali mengambil ponsel, dan semakin melotot saat melihat satu hal lagi dari hal aneh tersebut.

Bahwa ia dilahirkan tepat setahun setelah kasus kematian itu terjadi.

Karina tercengang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!