Ini hanya sebuah jabatan tangan, tetapi Karina langsung dibuat tidak nyaman setelah hari itu; hari pertemuan perdananya dengan Erik Eduardo.
Setiap malam, Karina selalu bermimpi tentang jabatan tangan mereka. Dalam mimpi itu, Karina melihat jabat tangan mereka menghasilkan darah yang menetes. Karina meraung kesakitan saat itu, sementara Erik malah tersenyum menyeringai.
Entah hal aneh apa, sehingga Karina terus memimpikan hal itu, bahkan dalam mimpi singkat yang ia curi-curi di jam istirahat.
Mungkin, Karina tidak akan terlalu peduli jika tidak memiliki efek ke dunia nyatanya. Namun, fakta bahwa gadis itu selalu terengah saat bangun usai mendapati mimpi tersebut, serta sensasi terancam—entah dari hal apa—membuat Karina gelisah setengah hidup.
Setelah bangun tidur, perempuan itu akan mengatur napas lebih dulu. Ia sedang di dalam mobil dalam perjalanan menuju pertemuan dengan para penggemar film-nya. Karina linglung selama beberapa saat, sehingga tidak menjawab pertanyaan Rafa.
“Lo ini kenapa sih anjir? Bikin gue khawatir banget, Kar! Lo kenapa weh?!” tuntut Rafa, cemas.
Karina hanya mengibaskan tangan pada ucapan sahabatnya. Enggan peduli, dan ingin mengganti topik obrolan.
“Air. Aku mau air.”
Permintaan itu segera dituruti oleh Rafa. Sebotol air mineral penuh diberikan pada sang atasan, dan buru-buru diminum oleh Karina hampir tanpa jeda sampai isi air di sana tersisa seperempat.
“Astaga, lo bikin gue takut banget.” Rafa berceletuk, sembari mengambil botol dari Karina untuk ia tutup. “Lo kenapa sih anjir? Akhir-akhir ini beneran pucat padahal cuman promosi. Lo ngapain emang sampai kecapean gini?”
Karina hanya menyandarkan tubuhnya dengan lemas pada kursi, tidak memiliki minat untuk menjawab. Ia sendiri tampak masih mengantuk, tetapi enggan untuk memejamkan mata.
“Cerita, Kar. Lo kenapa? Kapasitas gue buat bantu permasalahan orang kayak lo emang nggak banyak, tapi seenggaknya lo bisa lega dikit gitu loh. Gue beneran khawatir.” Rafa terus bergumam cemas. “Mau gue pijitin?”
Karina menggeleng lemah, tetapi tatapnya lurus pada Rafa. Ia memperbaiki posisi, bersiap menyampaikan sesuatu yang penting pada pria itu.
“Menurut kamu... Pak Erik aneh nggak, sih?”
Pertanyaan dengan nada penasaran itu langsung membuat Rafa mengerutkan kening.
“Aneh? Aneh gimana nih? Gue cuman perhatiin Pak Erik dari jauh, sementara lo yang berinteraksi secara langsung. Aneh gimana menurut lo itu?” tanya Rafa dengan nada kebingungan. “Eh, kalian kemarin jabat tangan....”
Wajah Karina langsung berbinar, seolah menemukan secercah harapan untuk mengetahui penyebab dari gangguan tidurnya beberapa hari ini.
Berpikir bahwa Rafa akan memberikan jawaban dari kegelisahannya sekarang ini.
“.... Dia pegang tangan lo sambil ngelus-ngelus aneh?” lanjur Rafa, menebak. “Atau natap cabul ke elo?”
Karina menggeleng lemas. Harapannya sirna, sehingga ia hanya mengibaskan tangan sebagai isyarat untuk menutup topik dan mengabaikannya.
Sensasi aneh ini, hanya bisa dirasakan oleh Karina seorang. Gadis itu jadi takut untuk tidur, sehingga ia mengalihkan pandangan ke jendela demi menyimak dengan tatap kosong pada jalanan macet.
Gadis itu semakin gelisah dari hari ke hari, dan yakin akan semakin tersiksa jika penyebab dan alasan kejadian aneh ini belum ditemukan.
...*...
Seperti janji Karina beberapa hari yang lalu, sekarang Erik mengundang lagi untuk traktiran makan malam di sebuah restoran bintang lima. Karina dilarang untuk menolak, dan kata teman-teman timnya yang tidak ikut datang, ini sebagai bayaran karena Karina tidak ikut tempo hari.
Jika tahu akan membayar utang undangan dengan sendirian seperti ini, tentunya Karina akan memilih ikut dulu. Sayangnya ia tidak memiliki kekuatan memutar waktu ke masa lalu, sehingga Karina hanya bisa mempertahankan ekspresi ramahnya di depan pria yang tampak baik ini.
Lagi pula, Karina juga mendapatkan informasi dari Rafa bahwa Erik bukan orang buruk. Catatan hidupnya bagus, bahkan sangat positif. Ia hanya memiliki satu kesalahan: memiliki anak di luar nikah, tetapi pria itu tetap bertanggung jawab membesarkan bayinya sementara mantan kekasihnya meninggal saat melahirkan.
Jadi, Karina seharusnya tidak perlu menakutkan sesuatu yang tidak jelas, apalagi hanya didasari oleh mimpi aneh.
“Usia kamu masih 19 tahun, Karina?” tanya Erik, yang diangguki dengan anggun oleh Karina. “Wah, seusia anak saya, bahkan lebih mudah dari putri saya. Tapi kamu sudah sangat hebat bisa memiliki karier cemerlang dan karakter yang mahal di usia belia.”
Karina menyunggingkan senyum ramah pada pria itu.
“Terima kasih pujiannya, Pak. Ini tidak luput dari hasil kerja orang tua saya,” jawab Karina dengan rendah hati. “Omong-omong, Anda bilang ‘putri’? Saya jadi penasaran dengan putri Anda, Pak. Saya yakin, putri Anda hebat seperti Anda.”
Erik tersenyum lemah, tetapi tidak mengurangi kesan ramah di wajahnya.
“Sayangnya, dia tidak mengikuti saya, Karina. Dia lebih didominasi mendiang ibunya ....” Erik mendadak diam sesaat, dan itu memancing rasa penasaran Karina. “Bukan hal penting. Kita di sini bukan untuk membahas masa lalu kelam saya, tapi masa depan cerah kamu. Setelah film ini sukses, kamu punya rencana apa, Karina?” tanya Erik, kemudian mengambil gelas berkaki untuk menyesap dua teguk minuman dari sana.
“Tetap ambil proyek film, Pak, tapi mungkin yang ... pemeran figuran supaya jam kerja saya tidak terlalu berat. Mama saya menyarankan agar tidak lupa pendidikan juga.”
“Mama kamu sangat bijak, Karina.” Erik langsung memuji seketika. “Tapi, apa kamu tidak kasihan ke gadis lain jika kamu lanjutkan pendidikan, Karina?”
Gadis itu langsung memasang wajah kebingungan. Tampak tidak mengerti dengan arah pembicaraan Erik.
“Maksudnya, Pak?”
“Kamu ini sudah jadi bidadari sekarang. Tambah pendidikan lagi, kamu setingkat lebih tinggi. Kamu sudah sempurna dengan karier yang bagus, kecantikan luar-dalam, dan kelembutan bicara. Para gadis lain akan cemburu ke kamu, Karina, dan akan sulit bagi mereka mengejar standar kamu ini.”
Karina menanggapi ucapan Erik dengan senyum malu-malu, walau ia sendiri merasa garing dengan pujian tersebut. Gadis itu sudah muak dengan gombalan banyak pria padanya, sehingga ucapan senada dengan Erik membuatnya bosan.
“Anda bisa saja, Pak. Saya masih manusia, tidak akan pernah bisa mencapai tahap sempurna, karena saya perlu memperbaiki dan membekali diri sendiri dengan ilmu dari hari ke hari sampai meninggal nanti. Jadi, jangan berlebihan, sungguh, saya tidak pantas menerimanya.”
“Dan jangan terlalu merendah, Karina. Kamu terlalu tinggi dan sudah jelas akan gagal dengan usaha merendah kamu itu,” balas Erik.
Tatap pria itu berubah lurus pada Karina, menambahkan kesan serius, sehingga Karina ikut penasaran dengan isi kepala pria di depannya ini. Sayang, sosok matang Erik adalah tipikal pria yang sulit dibaca dari luar.
“Tapi, Karina, pembahasan masa depan ini bukan cuman tentang sekolah dan karier. Kamu sudah pintar dengan karier cemerlang. Kamu tidak mau mendapatkan sesuatu yang belum kamu dapatkan, Karina?”
“Sesuatu ... yang belum ... saya dapatkan?” Karina mengeja sepenggalan kalimat Erik dengan nada bingung.
Pria itu langsung menerbitkan senyum puas. Ia menegakkan punggung, dan menempelkannya pada sandaran sofa untuk memperkuat aura penguasa dan dominan dalam dirinya.
“Pasangan, Karina. Rencana masa depan kamu tentang pasangan, bagaimana, Karina?” Erik memperjelas kalimatnya yang membingungkan tadi. “Mungkin bisa sebutkan ... kriteria. Supaya saya bisa tahu, apakah saya harus mundur atau ... bisa mengusahakan agar bisa sesuai dengan kriteria kamu. Asalkan bukan masalah umur,” Erik kembali mencondongkan tubuh ke depan, “Saya yakin bisa sesuai dengan kriteria pasangan kamu Karina.”
“M—maksudnya, Pak?" Karina terbelalak, syok sekaligus bingung dengan arah pembicaraan pria matang ini. Ia meneguk ludah secara kasar, ketika Erik dengan ekspresi serius semakin mencondongkan tubuh ke arahnya.
“Apa bisa, saya mencalonkan diri jadi ... suami kamu, Karina?”
Karina mendadak berhenti bernapas, dengan mata hampir keluar dari tempatnya.
Bagaimana bisa?
Sementara pria itu bahkan sudah memiliki anak yang lebih tua dari Karina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments