Handi kembali memelukku, tetapi kemudian aku meringis karena tangannya tidak sengaja mengenai perutku.
"Maaf ... " ucapnya sambil mengecup keningku. Untuk sesaat kami saling menatap dengan mata yang sama-sama basah karena bahagia dan haru bercampur menjadi satu. Aku bahkan sampai lupa jika ada mertuaku di sini.
"Kalau tahu kamu akan melahirkan hari ini, aku pasti tidak akan pergi. Tetapi bukankah belum waktunya?" tanya Handi.
"Iya, maju dua minggu. Aku melahirkan secara Caesar," jawabku pelan.
"Tidak masalah, mau Caesar mau normal yang penting kamu dan bayi kita selamat." Sekali lagi Handi mengecup keningku.
"Aku ingin melihat anak kita dulu. Kamu tidak apa-apa kan aku tinggal?"
Aku mengangguk.
"Bu, apa ibu tahu dimana kamar bayinya?"
"Sudah sadar kamu jika ada ibumu di sini?!" tanya mertuaku dengan ketus.
Memang begitu masuk ke dalam kamar, mata Handi hanya tertuju padaku. Dia juga belum sempat menyapa ibunya.
"Maaf Bu, aku tadi tergesa-gesa." Handi menghampiri ibunya lalu mencium tangannya. "Terimakasih ya Bu, sudah menemani Emma di sini."
Tanpa berkata apa-apa mertuaku berjalan keluar dari kamar. Lalu Handi pun berjalan mengikuti ibunya untuk melihat bayi kami di ruangan lain. Rasanya lebih tenang setelah suamiku ada di sini.
Setelah beberapa saat mertuaku dan suamiku kembali.
"Emm ... anak kita ganteng ganteng banget, wajahnya mirip sekali denganku," ucap Handi dengan bangganya. Dia terlihat sangat bahagia berbeda dengan mertuaku yang sejak tadi terus memasang wajah masamnya.
Belum sempat aku menjawab terdengar suara pintu di ketuk. Petugas rumah sakit datang mengantarkan makan malam.
"Sini aku suapi." Handi duduk di kursi di samping tempat tidurku. Dia tahu keadaanku. Aku belum boleh duduk jadi hanya bisa berbaring. Tidak mungkin aku bisa makan sendiri dengan posisi seperti ini.
"Handi, sebaiknya kamu istirahat dulu. Kamu kan habis perjalanan jauh, pasti kamu capek. Biarkan istrimu makan sendiri!" Mertuaku seperti tidak rela melihat Handi menyuapiku.
"Tidak apa-apa Bu, lagi pula Emma tidak bisa makan sendiri karena belum boleh duduk."
"Tuh ... Coba saja tadi lahiran normal, pasti sekarang sudah bisa melakukan apa-apa sendiri!" Mertuaku tidak bosan-bosannya membahas masalah operasi padahal Handi sama sekali tidak mempermasalahkan itu. "Memang pada dasarnya manja, minta di operasi agar apa-apa dilayani!"
"Aku tidak minta dioperasi Han, Dokter yang mengharuskan. Air ketubanku kering karena sudah merembes sejak tadi pagi. Nanti kamu bisa tanyakan sendiri ke dokter yang menangani." Aku menjelaskan situasiku kepada Handi.
"Tidak apa-apa Emm, yang penting kalian berdua sehat." Handi lanjut menyuapi aku. Sesekali tangannya menyibakkan anak rambut yang menutupi wajahku. Perlakuannya kepadaku menunjukkan betapa dia sangat menyayangiku.
Tepat setelah selesai makan perawat datang mengantarkan bayiku. Suara tangisnya membuatku ingin segera meraihnya ke dalam pangkuanku tetapi aku lupa aku belum bisa banyak bergerak.
Perawat itu memberikan bayiku kepadaku tetapi aku tidak bisa menerimanya. Posisiku sangat sulit, aku tidak bisa miring karena masih terasa sakit sementara aku juga tidak bisa duduk. Bayiku menangis semakin keras dan membuat aku semakin panik. Handi pun demikian, dia tidak tega melihat bayiku menangis dan ikut panik.
"Sus, gimana ini kok nangisnya semakin keras?" tanyaku hampir putus asa.
"Tenang ibu ... Nanti kalau ibu sudah tidak sakit pasti bisa. Ini hanya belum terbiasa saja." Perawat itu berusaha menenangkan aku dan bayiku setelah itu dia pun pergi.
Tangis bayiku tidak juga reda dan aku tidak bisa melakukan apa-apa. Handi berusaha menenangkannya tetapi juga tidak berhasil.
"Emm ... Bagaimana ini? Aku ingin menggendongnya tapi takut jatuh," ucap Handi yang terlihat panik karena bayiku masih belum berhenti menangis.
Akhirnya mertuaku mengambil bayiku lalu menimangnya. Tanpa berkata apa-apa dia mengambil sendok di atas meja lalu menyuapkan beberapa sendok air putih ke mulut bayiku.
"Han ... Apa yang ibu lakukan?" tanyaku tidak percaya.
"Bu, apa yang ibu lakukan? Bayi baru lahir tidak boleh diberi air putih?!"
"Bayi-bayi jaman dulu begitu lahir langsung diberi makan. Ini cuma diberi air putih saja kalian ribut?! Tuh kan? Anak kalian langsung diam," jawab mertuaku acuh.
Memang benar bayiku langsung berhenti menangis tetapi aku tetap tidak rela jika bayiku diberi selain ASI. Itu bayiku, aku yang berhak menentukan dia mau diberi apa.
"Han, berikan anakku!" Aku meminta Handi mengambil bayiku dari tangan ibunya. Lalu Handi pun menurutinya. Dia mengambil bayiku lalu meletakkannya di samping aku berbaring. Aku menangis menyesali apa yang telah mertuaku lakukan kepada bayiku.
"Tidak usah berlebihan, anakmu itu menangis karena haus. Kalau kamu belum bisa menyusui beri saja apa yang ada! Aku tidak mengerti dengan pemikiran perempuan jaman sekarang!Ini tidak boleh itu, tidak boleh!"
"Bagaimana mau jadi ibu jika menggendong bayinya saja tidak bisa?!" Mertuaku masih saja menyudutkan aku.
"Bukannya tidak bisa Bu, Emma belum bisa karena luka operasinya masih sakit."
"Siapa suruh operasi?!" ketus mertuaku.
"Sebaiknya aku antar ibu pulang. Nanti ibu kecapekan kalau harus menunggu Emma di rumah sakit. Ibu bisa istirahat di rumah, aku yang akan menemani Emma. Lagi pula kasihan Heni di rumah sendirian kalau ibu terus di sini." Handi berusaha mengusir ibunya secara halus.
"Iya, lama-lama di sini juga ibu tidak betah. Ibu tidak suka melihat perempuan manja! Perempuan melahirkan itu banyak sekali di dunia ini, tetapi yang manja hanya satu atau dua, salah satunya istrimu!" ucap mertuaku sebelum meninggalkan ruanganku di rawat.
Air mataku mengalir semakin deras mendengar perkataan mertuaku. Tega sekali dia berkata seperti itu langsung kepada suamiku tepat di depan mataku.
Setelah kepergian mertuaku aku melatih tubuhku agar badanku bisa miring seperti yang suster perintahkan. Rasanya sakit luar biasa tetapi aku terus berusaha agar aku bisa segera menyusui bayiku. Aku tidak ingin mertuaku memberinya air putih lagi atau lebih buruk memberinya makanan sebelum waktunya, aku tidak ingin itu terjadi.
Setelah beberapa kali berusaha akhirnya aku bisa menyusui bayiku. Rasanya haru melihat makhluk mungil ini keluar dari perutku. Air mataku terus menetes, seandainya saja ibuku masih ada tentu semua akan lebih mudah.
Tidak berselang lama Handi sudah kembali. Rupanya dia hanya mengantarkan ibunya sampai tempat parkir karena tadi mertuaku datang membawa kendaraan sendiri.
Handi mendekatiku. "Kamu sudah bisa menyusui?"
Aku hanya mengangguk karena aku juga menahan rasa sakit di perutku. Tiba-tiba tangan Handi meraih pipiku lalu mengusap air mataku.
"Maafkan ibu ya Em ... "
"Seharusnya dia minta ijin untuk memberi sesuatu kepada bayiku. Dia anakku dan hanya aku yang berhak atas anakku!"
"Iya ... Iya aku tahu. Maafkan ibu ya ... " Handi terus meminta maaf atas ibunya.
"Aku tidak manja Han, kamu tahu itu! Aku ingin sekali menggendong bayiku tetapi aku masih kesulitan. Kamu tahu bahagianya aku mempunyai seorang anak? Apa hanya karena aku belum bisa menggendong dan menyusui lantas aku bisa disebut bukan ibu yang baik?" ucapku dengan air mata yang kembali mengalir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments