CHAPTER - 02

Setelah membersihkan tubuh dan mengganti pakaiannya, Snow menghampiri Aaric di ruang kerjanya. "Sayang..." sapanya sembari membawakan secangkir coklat hangat kesukaan suaminya, ia mencoba melupakan desakan ibu mertuanya untuk berhenti bekerja, dan memilih untuk fokus pada suaminya. Selama Aaric tak memintanya berhenti, maka Snow akan terus bekerja.

Aaric hanya melirik Snow sekilas, kemudian ia kembali fokus pada meja gambarnya. Beberapa waktu lalu Aaric dan timnya berhasil memenangkan mega project pembangunan perumahan mewah di kawasan Jakarta Selatan, untuk itulah ia harus berkonsentrasi agar pekerjaannya selesai tepat pada waktunya dan sesuai dengan permintaan client.

Snow mengulurkan coklat hangat buatannya kepada Aaric "Saat aku syuting tadi, Cahaya bilang kalau kamu memintaku untuk segera pulang, ada apa sayang?" tanyanya.

Aaric menerima dan meminum coklat hangat buatan istrinya, kemudian ia menaruhnya di atas meja. "Tadi aku sempat menonton acaramu di televisi, aku tidak suka melihatmu tertawa maja dengan para bintang tamumu itu, aku tidak suka melihatmu berjabatan tangan dan cipika-cipiki dengan mereka."

Snow mengerutkan keningnya mendengar semua kalimat yang di lontarkan oleh suaminya, "Mas, bukankah sebelum kita menikah mas Aaric tahu pekerjaanku, mas Astrid tahu dunia yang telah membesarkan namaku, kenapa baru sekarang mas Aaric mempermasalahkan hal itu?"

Meski mereka melewati masa pacaran yang singkat, sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, namun di awal perkenalan mereka Aaric sudah mengetahu bahwa wanita pujaan hatinya adalah seorang host yang cukup ternama, sehingga tentunya Snow banyak berinteraksi dengan banyak lawan jenis, terutama ketika sedang onair, tentu Snow akan membangun chemistri dengan bintang tamunya agar program yang bawakannya terlihat menarik dan tidak terkesan membosankan.

Aaric menarik pinggang Snow merapat kepadanya. "Dan bukankah kau juga sudah mengetahui jika aku seorang yang sangat pencemburu? Aku tidak ingin membagi dirimu dengan siapa pun."

Snow menghembuskan napasnya, ia mulai mengerti mengapa Aaric berulangkali menghubunginya saat dirinya tengah syuting, rupanya Aaric tengah cemburu pada bintang tamu di program acaranya. Snow tersenyum, sembari mengalungkan tangannya di leher suaminya, ia mencoba memahami kecemburuan suaminya. "Aku janji, lebih membatasi diri dalam berinteraksi dengan bintang tamu pria yang hadir dalam programku," ucapnya. Snow menginginkan adanya sebuah kesepakatan agar ia tetap bisa berkarya di dunia entertainment. "Mulai besok aku juga akan meminta persetujuan mas Aaric mengenai pakaian yang aku kenakan untuk tampil di programku," ia bersedia menuruti semua kemauan Aaric asalakan Aaric tetap memperbolehkannya tetap bekerja.

Aaric memandang Snow sejenak, ekspresinya sama sekali tak terbaca. Tapi kemudian ia mulai menggelengkan kepalanya. "Tidak," ucapnya. "Aku ingin kau berhenti dari pekerjaanmu."

Mata Snow mulai berkaca-kaca, ia merasa ini semua tidak adil untuk dirinya. "Mas, ini semua tidak ada dalam perjanjian pernikahan kita, tolong jangan minta aku berhenti bekerja," ia menyesal mengapa dulu sebelum menikah ia tak menuliskan akan tetap meneruskan karirnya di dunia entertainment.

"Kamu tidak perlu khawatir, aku akan memberimu uang belanja tambahan melebihi honor yang kau dapatkan. Tah hanya itu, aku pun akan membayar semua penalti kontrak kerjamu," ucap Aaric seolah sudah tidak bisa ia kompromikan lagi.

"Tapi mas...."

Aaric membungkam bantahan Snow dengan mendaratkan bibirnya di bibir Snow, dan dengan satu gerakan tangkas, Aaric menarik Lingerie yang di kenakan Snow dan melepasnya ke bawah. Seketika Snow langsung menarik tubuhnya menjauh dari Aaric, sembari menutup dadanya yang tak mengenakan b*a. "Mas Aaric kita belum selesai membicarakan masalah ini."

"Close the topic," Aaric membopong Snow ke kamar tidurnya lewat pintu penghubung yang menghubungkan kamar dengan ruang kerjanya.

Aaric merebahkan Snow secara perlahan di atas tempat tidur. "Aku hanya ingin memilikimu sepenuhnya sayang," ucap Aaric. Selanjutnya yang terjadi adalah perpaduan tangan, erangan dan keringat.

Pukul 04.00 dini hari Snow terbangun oleh suara ketukan pintu kamarnya. "Siapa sih?" gumamnya. Ia menoleh ke samping, suaminya nampak tidur dengan lelap setelah malam panas yang mereka lewati. Snow melirik kearah jam di dinding masih menunjukan pukul 04.00 subuh, namun suara ketukan pintunya semakin kencang.

Tak ingin membuat suaminya bangun, Snow bergegas turun dari tempat tidur dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. "Sebentar," ia berjalan cepat ke arah pintu dan membuka pintu kamar.

Snow terkejut karena ternyata ibu mertuanyalah yang sedari tadi mengetuk pintu kamarnya. Astrid berkacak pinggang sembari memandangi Snow dari atas kebawah dengan tatapan sinisnya, hingga membuat Snow risih, dan langsung menarik piyamanya menutup dada yang di penuhi tanda kepemilikan yang di buat oleh suaminya. "Ada apa mommy pagi-pagi buta begini mengetuk pintu kamarku?" tanya Snow.

"Kau ini selain murahan ternyata sangat malas," ucapnya dengan ketus. "Harusnya jam segini kau sudah bangun dan menyiapkan segala keperluan suamimu?!" bentaknya.

"Hah? Tapi ini masih jam 04.00 pagi mom."

"Sudah sana kau kebelakang, tangkap ikan di kolam!!" perintahnya. "Kemarin suamimu bilang ingin makan ikan bakar."

Snow bingung dengan perintah ibu mertuanya. "Mas Aaric tadi malam tak meminta apa pun..."

Tak menerima bantahan dari menantunya Astrid meraih tangan Snow dan menariknya ke balakang kediamannya. "Cepat kau tangkap ikan-ikan itu!!"

"Ia sebentar mom," Snow mengambil jaring-jaring, kemudian perlahan turun ke dasar kolam yang di penuhi oleh ikan mas dan mujahir. "Aduuhh susah sekali." Snow yang tak terbiasa menangkap ikan pun kesulitan mendapatkan ikan.

Hampir tiga puluh menit Snow bertarung dengan ikan-ikan, akhirnya ia berhasil mengumpulkan empat ekor ikan mas. "Mom, aku berhasil mendapatkan empat. Apa ini sudah cukup?" tanyanya dengan riang.

"Ya, sekarang kau bakarlah ikan-ikan itu untuk sarapan pagi ini." Perintahnya kembali.

Mendengar adzan subuh berkumandang, Snow menaruh ikan-ikan tersebut di dapur, kemudian ia membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Raut wajah Snow berubah menjadi panik ketika melihat ikan hasil tangkapannya sudah tidak ada di dapur. "Kemana ikan-ikanku?" gumamnya sedih, ia tak bisa membayangkan jika dirinya harus masuk kolam lagi. "Tidak, tidak aku yakin tadi ada di sini!" ia pun mencari keberadaan ikan-ikan-ikannya bahkan hingga ke kolong meja makan.

"Mba Snow sedang apa?" tanya bik Inem, asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman Aaric.

"Bibik lihat ikan-ikanku tidak? tadi aku taruh di dekat tempat pencucian piring."

"Oh ikan itu sudah bibik bersihkan, dan bibik taruh di kulkas. Maaf tadi bibik tidak izin memindahkannya karena setelah membersihkan ikan-ikan itu bibik langsung shalat," ucap bik Inem. "Memangnya mau di masak apa mba? Biar bibik saja yang masak."

Tak ingin menambah masalah dengan ibu mertuanya, Snow pun melarang bik Inem memasak ikan-ikannya. "Jangan bik, biar aku saja yang masak," selain tak ingin mencari masalah dengan ibu mertuanya, masak merupakan hobby Snow, ia sangat senang jika suaminya makan masakannya.

Terpopuler

Comments

🥀⃟ʙʀ🇹ᴿᴵᴱ 𝓓𝓮𝔀𝓲ˢⁿ᭄🌀🖌:

🥀⃟ʙʀ🇹ᴿᴵᴱ 𝓓𝓮𝔀𝓲ˢⁿ᭄🌀🖌:

duwe mertua Yo ngono amat, gawe rekoso

2023-04-06

1

🥀⃟ʙʀ🇹ᴿᴵᴱ 𝓓𝓮𝔀𝓲ˢⁿ᭄🌀🖌:

🥀⃟ʙʀ🇹ᴿᴵᴱ 𝓓𝓮𝔀𝓲ˢⁿ᭄🌀🖌:

bibit bibit penyakit dalam rumah tangga

2023-04-06

1

Diaz

Diaz

mertua kau terlalu 😡

2023-03-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!