...⚠️ Kissing ⚠️...
"Jayden, kamu sudah sampai?"
Suara itu datang dari arah belakang Zevanna. Gadis itu kontan menengok dan wajah bahagia mamanya secara jelas terpampang di hadapannya. Secepat dan semudah ini suasana hati mamanya berubah hanya karena kedatangan Jayden. Zevanna tersenyum getir.
"Disuruh masuk dong, Ze." Lagi, Melisa berkata seraya menghampiri.
Sedikit tergagap, Zevanna segera menyingkir sambil membuka pintu lebih lebar. Jayden melangkah masuk sesaat setelahnya. Lalu, lelaki itu dan mamanya saling melempar senyum.
Oh, gini rasanya jadi manusia invisible
"Kamu datang pagi sekali, Jay. Mobil yang ngangkut barang aja belum datang," kata Melisa.
Lipatan samar kontan menghiasi dahi Zevanna. Mobil apa? Barang apa? Karena penasaran, tapi gengsi untuk bertanya, Zevanna memasang telinga baik-baik.
"Kebetulan saya naik motor, Tante. Jadi bisa nyelip-nyelip."
Melisa mengangguk-angguk. "Eh, kalian udah kenal 'kan ya? Yah, meskipun Zevanna kemarin sibuknya minta ampun," ucapnya dengan nada menyindir di bagian kata sibuk.
"Sudah, Tante," jawab Jayden.
Sudah sayang-sayangan sama bobo bareng malah!
Zevanna sontak memalingkan muka ketika Jayden menoleh kepadanya. Ia mengatur napas demi kewarasan jiwanya selama di dekat Jayden dan mamanya.
"Kamu sudah sarapan, Jay?" tanya Melisa lagi.
"Mmm ... sudah, Tan."
"Jawaban kamu nggak meyakinkan." Melisa tertawa renyah.
Jayden sedikit menunduk seraya tersenyum. Zevanna langsung meliriknya sinis. Sok manis. Najis!
"Kita sarapan dulu deh atau sekadar ngeteh juga nggak apa-apa kalau memang sudah sarapan." Melisa berjalan ke meja makan diikuti Jayden di belakangnya. Sementara Zevanna masih berdiam di tempat semula.
"Aku mau sarapan di kamar aja," celetuk Zevanna, "Mama bilangin Mbok Diah suruh nganter ke atas ya kalau udah pulang."
"Nggak!" tolak Melisa tegas. "Duduk. Sarapan bareng Mama dan Jayden. Ada yang mau Mama bicarakan sama kamu."
Tubuh Zevanna menegang. Seperti deja vu atau ... mimpinya memang akan menjadi kenyataan? Zevanna merasakan matanya memanas. Kalau mamanya tidak tahu tentang hubungannya dengan Jayden dulu, setidaknya laki-laki itu 'kan tahu. Kenapa Jayden sampai hati memacari mamanya?
"Zevanna!"
Dengan batin yang dikuat-kuatkan, Zevanna ikut duduk di meja makan, di sebelah mamanya. Ia mengambil selembar roti dan mengolesinya dengan selai nanas.
"Sejak kapan kamu suka selai nanas?" tanya Melisa sukses membuat Zevanna terkesiap. "Kamu kayaknya beneran marah ya sama Mama?"
Menatap kesal, Zevanna menaruh kembali rotinya dengan sedikit entakkan. "Mama paksa aku, gimana aku nggak marah!" ungkap Zevanna kelewat emosi.
Kemudian kecanggungan merajai. Jayden menatap Zevanna yang sedang menyesali cara bicaranya yang kasar. Sementara Melisa hanya bisa menghela napas pasrah.
"Kamu benar-benar nggak mau ternyata. Nggak apa-apa, nanti Mama minta Nadira buat lembur aja," ucap Melisa murung.
Zevanna tambah merasa bersalah. Apalagi ia tahu kalau job MUA-nya sepi. Priscilla hanya akan menggunakan jasanya jika sudah tidak dapat meng-handle sendiri. "A-aku mau kok, Ma. Maaf ya," putusnya kemudian.
Senyum Melisa mengembang. "Benar?"
"Emmm ...." Zevanna mengangguk dan balas tersenyum. Hanya sebentar karena setelahnya matanya tidak sengaja bertubrukan dengan milik Jayden.
Tepat ketika Zevanna—terpaksa—menghabiskan roti selai nanasnya, Pak Karto—satpam rumahnya—memberitahu jika mobil yang mengantar barang telah sampai. Karena penasaran sekaligus tidak mau berduaan dengan Jayden, Zevanna mengekori mamanya.
Ia melongo melihat tidak hanya satu, tetapi tiga mobil pick up membawa seabreg barang dari butik. Zevanna mengetahuinya dari kepala manekin yang menyembul dari balik terpal. Orang-orang di jalan yang tidak sengaja melihatnya pasti kaget apalagi kalau mengangkutnya pas malam hari. Zevanna terkekeh pelan.
"Biar saya bantu, Tante."
Zevana menengok. Saat itulah Jayden lewat di sampingnya dan menyebarkan wangi oceanic. Menyegarkan, minta dipeluk. Yang terakhir itu bohong.
Jayden mengambil alih kardus berukuran sedang yang entah apa isinya dan menaruhnya sementara di lantai. Ketika hendak menurunkan barang yang lain, Melisa mencegahnya.
"Jay, kamu belum sempat lihat ruangannya, kan? Gimana kalau kita cek dulu biar barang-barang ini diturunin sama bapaknya," kata wanita berblus putih itu.
Setelah Jayden mengiakan, mereka—tentu saja Zevanna tidak ketinggalan karena diperintah mamanya untuk ikut—menuju bagian sayap kanan lantai satu rumah tersebut.
Ada dua ruangan kosong; bekas ruang kerja Adrian dan kamar Nando. Kakak Zevanna itu memang punya dua kamar. Kamar atas khusus untuk tidur, kamar bawah jika teman-temannya kumpul di rumahnya. Melihat Jayden dan mamanya kompak bersedekap seraya menatap dua ruangan yang pintunya telah dibuka membuat Zevanna yang belum juga tahu jadi kepikiran.
Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Apa mamanya sengaja meminta bantuannya agar suatu saat bisa bertanya pendapatnya.
"Ze, menurut kamu ... Jayden itu gimana? Dia ganteng nggak? Baik nggak?" Lalu, dengan mata berbinar-binar, mamanya melanjutkan, "Mama jatuh cinta sama dia."
Bahhhh! Zevanna menahan napas membayangkannya.
"Zevanna! Kamu dengerin, nggak? Menurut kamu baiknya gimana?" tanya Melisa sebal.
"Hah?" Zevanna plonga-plongo ditatap mamanya dan Jayden.
Melisa geleng-geleng kepala. Sementara Jayden bisa-bisanya mengulum tawa. Zevanna memicingkan matanya sinis.
"Aku nggak tahu, Ma. Barang-barang di butik kenapa di bawa ke sini aja aku nggak tahu tujuannya apa," jelas Zevanna tak kalah sebal.
Barulah Melisa sadar akan kesalahannya. Wanita itu meringis dengan mata menyiratkan permohonan maaf. "Mama lupa," katanya, kemudian memberitahu jika selama butik direnovasi, maka pekerjaannya akan dibawa ke rumah, termasuk pemotretan kemarin yang belum selesai. Tak lupa wanita itu juga memberitahu dengan wajah bangga jika ide brilian ini dicetuskan oleh Jayden dengan alasan efisiensi waktu serta hemat biaya. Daripada menyewa tempat, lebih baik memanfaatkan yang sudah ada, kan?
"Oohh ... gitu," jawab Zevanna tanpa minat begitu nama mantannya disebut.
"Iya, jadi menurutmu gimana penataan barangnya biar nggak terlalu makan tempat?" tanya Melisa.
"Terserah Mama. Lagian luas ruangannya nggak beda jauh. Kalau buat pemotretan mending di luar ruangan aja toh cuma sebentar," jelas Zevanna.
"Ahhh ... bener juga." Melisa lantas bergegas untuk menyuruh orang-orang di depan supaya menata barang-barangnya di dalam.
Tinggallah Zevanna bersama Jayden. Seharusnya Zevanna memaki atau gampangnya pergi. Namun tidak, tubuhnya kembali diserang kaku saat Jayden sedikit berputar agar menghadapnya. Mata hitam lelaki itu yang menatapnya lekat membuat jantung Zevanna berdebar-debar. Belum lagi ketika perlahan Jayden memangkas jarak di antara mereka, Zevanna merasakan kesulitan bernapas. Dan puncaknya, gadis itu memejamkan mata sebelum kemudian sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya sekilas. Lalu lagi, tapi kali ini disertai pagutan ringan yang membuatnya mendamba ingin lebih lagi.
"Jayden ...."
"Ya, Ze. Kenapa?"
Zevanna mengerjap-ngerjapkan mata. Bibirnya setengah terbuka. Yang tadi rupanya khayalan semata. Bisa-bisanya dia berpikiran mesum! Zevanna mengerang dalam hati. Jayden sialan! Semua ini salah Jayden! Semestinya laki-laki itu tidak pernah mengenal mamanya agar hal memalukan seperti ini tidak terjadi!
Jayden yang sedang melihat-lihat kamar Nando berjalan menghampiri Zevanna lantaran gadis itu tak melanjutkan ucapannya. "Ada apa?"
"Ng-nggak!" Beruntungnya ponsel Zevanna berbunyi. Ada nomor asing yang menghubunginya. Sebelumnya, Zevanna tidak pernah meladeni, tetapi karena keadaan saat ini lain dari biasanya, ia mengangkatnya. "Ya, halo?" ucapnya sambil lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Ini kayanya Zevanna salah paham sama mm nya ????
2023-04-05
0
Sunny
yg mati matian lari sana sini biar ga ketemu malah plenga plengo begitu di depan mata 🤣🤣🤣
2023-04-04
0
Hearty💕💕
Zevanna kanhen berat yaa
2023-04-04
1