Setelah kemarin mendapat arahan cukup mendetail dari Thomas dan beberapa jam yang lalu ia juga mengikuti briefing singkat dari Indra, Jayden bersama rekan-rekannya langsung menempatkan diri di posisi masing-masing. Berada di sebelah kanan panggung, ratusan foto seketika memenuhi memori kamera dalam genggamannya begitu acara pemberkatan Vania dan Albert berlangsung.
Jayden tersenyum cukup puas melihat hasil jepretannya. Meskipun fotografi hanya hobi, tapi jangan salah, Jayden pernah memenangkan juara satu lomba fotografi se-provinsi DKI Jakarta. Jadi, saat Thomas mengusulkan dirinya untuk menggantikan laki-laki itu, Indra sama sekali tidak meragukannya. Lelaki berkacamata itu bahkan menawari Jayden agar bergabung dengan vendor fotografi miliknya. Namun, sebagai orang yang bisa dibilang cukup perfeksionis dan teroganisir, Jayden tidak bisa mengambil keputusan secara langsung.
"Jay, makan dulu."
Terdengar Indra memanggilnya saat prosesi pemberkatan selesai. Jayden segera mematikan kamera dan menuju backstage. Sembari menyantap makanan yang diberikan, Indra kembali memberikan arahan untuk acara resepsi yang akan dimulai dua puluh menit lagi.
Jika tadi saat pemberkatan Jayden berada di bagian depan, nanti saat acara resepsi, Jayden ditugaskan untuk memotret pengantin saat mulai memasuki ballroom hotel.
Karena waktu sudah semakin menghimpit, mereka dengan gegas memasuki tempat diadakannya resepsi. Jayden langsung mengarahkan kameranya begitu pengantin mulai berjalan di lorong, menuju singgasananya. Lelaki itu tidak se-hectic tadi karena pekerjaannya terbilang lebih ringan.
Jayden sudah berpindah ke bagian depan panggung dan siap mengarahkan lensa kameranya kembali. Namun, napasnya seketika tertahan mendengar sang mempelai pria menyayikan lagu "Thinking Out Loud" milik Ed Sheeran yang ditujukan kepada sang mempelai wanita. Lagu yang sama yang juga pernah ia nyanyikan untuk seseorang yang namanya begitu mudah tercetus di hatinya.
"Aku nggak tahu kamu bisa nyanyi. Sering-sering, dong, kayak gini. Aku suka dengernya."
Waktu itu malam Minggu, Jayden yang mendatangi apartemen Zevanna dan berniat mengajak gadis itu pergi berkencan justru dikejutkan dengan mendapati sang pemilik sedang terbaring tak berdaya di balik selimut.
"Kamu sakit?"
Zevanna mengangguk pelan, lalu membuka matanya perlahan.
"Udah makan?" tanya Jayden sambil menempelkan telapak tangannya ke dahi Zevanna.
Gadis itu menggeleng. "Haus," katanya seraya mendudukkan tubuhnya.
Jayden dengan sigap meraih botol air mineral yang selalu tersedia di nakas, kemudian memberikannya pada Zevanna. "Aku masakin, ya. Mau makan apa?"
"Pesen aja. Nggak ada apa-apa di kulkas."
Embusan napas kasar terdengar. Jayden ingin menceramahi, tapi sudah tahu ujung-ujungnya akan ke mana. Zevanna selalu memiliki seribu alasan yang entah mengapa selalu membuatnya tidak bisa berkutik. Seperti contohnya, untuk apa gadis itu menyewa apartemen sebesar ini dengan peralatan yang lengkap, tapi untuk sekadar menyetok bahan makanan di kulkas saja malas. Bukankah lebih hemat jika Zevanna menyewa kos-kosan biasa?
Karena tidak ingin sendirian di kamar, akhirnya Zevanna mengekori Jayden yang sekarang duduk di ruang tamu.
Setelah hampir setengah jam menunggu, akhirnya makanan yang dipesan pun datang. Dengan cekatan Jayden menyiapkan semuanya, termasuk air minum dan juga obat penurun panas.
"Maaf, ya ... gagal, deh, kencannya," ujar Zevanna sebelum menyendokan suapan pertamanya.
"It's okay. Kesehatan kamu lebih penting dari apa pun." Jayden mengelus puncak kepala Zevanna dan tersenyum.
Hangat, nyaman, dan menenangkan. Itulah yang dirasakan Zevanna saat bersama Jayden. Lelaki itu benar-benar melengkapi segala kekurangan yang ada di dalam dirinya.
"Sepi banget ...." Zevanna kembali berujar setelah selesai makan.
"Mau nonton film?"
Zevanna menggeleng. "Kepalaku agak pusing."
Jayden memutar otak, memikirkan hal yang sekiranya asyik dilakukan meski di dalam rumah. Cukup lama hingga akhirnya dia mengingat gitar milik Thomas dititipkan di mobilnya. "Mau dengerin aku nyanyi sambil main gitar?"
"Emang bisa?"
Jayden tak menjawab. Ia langsung keluar dari apartemen Zevanna dan kembali sambil menenteng gitar. Menit berikutnya, petikan gitar perlahan mulai terdengar.
Tatapan kagum Zevanna layangkan. Bibirnya mengukir senyum mendengar suara merdu laki-laki yang baru sebulan ia pacari. Perlahan binar matanya meredup karena efek obat yang baru saja ia minum.
Jayden tersenyum mengingatnya dan baru sepenuhnya tersadar dari lamunan kala seorang anak kecil tidak sengaja menabraknya. Tanpa meminta maaf, bocah itu pergi begitu saja. Jayden membuang napas. Lega karena kameranya tidak jatuh.
Drrtt ... drrtttt ....
Getaran ponsel di saku celana mengalihkan perhatian Jayden. Ia menggeser ikon warna hijau melihat nama Thomas terpampang di layar usai izin kepada salah satu rekannya untuk mengangkat telepon di luar. Bukan tanpa alasan Jayden sampai meninggalkan sejenak tanggung jawabnya, Thomas tidak pernah menelepon jika tidak benar-benar penting.
"Halo, Jay." Suara di seberang sana sudah mendahului.
Jayden tidak mendengar dengan jelas karena suasana di ballroom begitu bising sehingga dia memutuskan keluar. "Kenapa, Thom?"
"Gue kecelakaan sama Joanne."
"APA?!" Raut khawatir kontan menghiasi wajah oriental lelaki itu.
"Lo nggak usah cemas. Gue sama Joanne nggak apa-apa cuma kayaknya kita nginep semalam soalnya masih shock juga."
"Lo di rumah sakit mana? Gue jemput sekarang."
"Besok pagi aja, Bro. Lo juga masih kerja, kan? Lo tenang aja gue pasti jagain Joanne, kok. Udah, ya. Bye." Thomas memutuskan sambungan karena kepalanya sedikit pusing.
Helaan napas panjang terdengar. Ada-ada saja musibah yang menimpanya. Entah langsung lewat dirinya atau pun adiknya. "Kuat, Jay, kuat," batin Jayden menguatkan diri.
Dia yang hendak kembali ke ballroom mendadak menghentikan langkah lantaran mendengar teriakan wanita yang seketika menyita perhatiannya.
"Jahat kamu, Yan! Bajingan!" teriak Melisa dengan berurai air mata.
"Cukup, Mel! Kamu nggak perlu teriak-teriak kayak gitu. Malu-maluin." Adrian mulai murka dengan sikap mantan istrinya.
"Nggak! Biar aja seisi dunia tahu kalau kamu emang pria berengsek. Dan kamu!" Melisa menunjuk wanita di sebelah sang pria sambil menatapnya jijik. "Dasar wanita penggoda. Murahan!" Ia maju beberapa langkah dan mendorong bahu Lily.
"Melisa!!!" Adrian melayangkan tatapan sengit. "Jaga sikap kamu! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan Lily dan bayi kami aku tidak akan mau lagi bertemu denganmu. Ingat itu!"
"Tapi, Yan! Kenapa?" Melisa melunak. Dia meraih lengan Adrian dengan derai air mata yang semakin deras, sedangkan Adrian yang sudah telanjur kesal merasa risih dengan perbuatan Melisa.
"Lepas!" Pria itu mengibaskan lengannya kuat sampai-sampai Melisa terhuyung ke belakang, kemudian jatuh.
"Om, nggak usah kasar gitu, dong, sama perempuan!" Suara Jayden menginterupsi. Lelaki berkemeja putih itu langsung membantu Melisa berdiri begitu sampai di tempat pertengkaran terjadi.
"Diem kamu! Nggak usah ikut campur urusan orang tua!"
"Saya nggak ikut campur. Saya cuma nggak suka ada laki-laki bertindak kasar pada perempuan."
"Terserah apa katamu." Adrian mencoba tak peduli. Pandangannya sudah jatuh ke arah Lily. "Ayo, Sayang, kita tinggalkan tempat ini." Dirangkulnya bahu sang istri, lalu ia tinggalkan begitu saja Jayden serta Melisa.
Begitu Adrian dan Lily lenyap dari pandangannya, Jayden bertanya pada Melisa, "Tante, gimana keadaannya?"
"Tante nggak apa-apa. Makasih, ya."
Jayden mengangguk. Dia membiarkan Melisa pergi, tapi baru selangkah wanita itu berjalan, badannya kembali oleng entah karena efek jatuh tadi atau akibat minuman beralkohol yang sempat ia minum sebelumnya. Sejak bercerai dari Adrian, Melisa yang sebelumnya tak pernah menyentuh minuman semacam itu memang sekarang jadi kecanduan.
"Tante rumahnya di mana? Biar aku anterin aja."
Melisa mendesis merasakan kepalanya sedikit berputar. "Tante belum mau pulang. Bisa minta tolong antar Tante ke salah satu kamar di hotel ini nggak?"
"Bisa, Tante."
"Kamu baik banget. Sekali lagi makasih, ya."
"Sama-sama, Tan." Jayden lantas membantu Melisa menuju kamar hotel yang dimaksud dengan memapahnya karena setelah dilihat lebih jelas pergelangan kaki Melisa sedikit memar akibat high heels yang dipakai wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sunny
masih nyimak belon mau komen 🤭
2023-03-15
0
Hearty 💕
Kok kesel ya bacanya
2023-03-15
0