Annoying Ex-Boyfirend
"Makasih, ya, Ze. Tante suka banget sama hasil make up kamu." Miranda memuji sang make up artist yang tidak lain ialah keponakannya sendiri. Wanita kisaran usia pertengahan 50-an itu seakan tak ada bosan memandangi wajahnya yang tampak dua puluh tahun lebih muda.
"Sama-sama, Tante. Hasilnya bagus juga karena kulit wajah Tante yang sangat terawat." Zevanna balas memuji.
Ini sudah kesekian kalinya gadis itu merias wajah orang dan belum ada satu pun yang protes dengan hasil make up-nya. Jika begini terus Zevanna makin percaya diri untuk membuka jasa make up menggunakan namanya sendiri.
"Ya, sudah. Tante mau lihat Vania dulu, ya."
"Iya, Tante."
Wanita dalam balutan gaun brokat berwarna pastel itu lantas keluar, meninggalkan Zevanna yang kini sedang merapikan alat-alat make up. Tiga puluh menit kemudian, pintu kamar hotel kembali dibuka. Priscilla—kakak sepupu sekaligus atasannya—masuk sambil menenteng gaun dan menghampiri Zevanna yang baru saja merebahkan tubuh di sofa.
"By the way, tadi gue lihat eyeshadow-nya Tante Miranda kurang nge-blend. Lain kali lebih diperhatiin lagi, ya," ucap Priscilla selalu to the point jika sudah menyangkut pekerjaan.
Kening Zevanna berkerut samar. Rasa-rasanya ia sudah memperhatikan setiap detailnya. Dia juga selalu mengingat masukan-masukan yang selama ini diberikan Priscilla. Namun, entah mengapa selalu ada saja kurangnya.
Malas berpikir panjang, Zevanna pun mengambil notebook bergambar unicorn untuk mencatat. Memang lebih mudah kalau mengetik di ponsel, tapi bagi Zevanna, sesuatu akan gampang diingat jika ia pernah menulisnya di buku.
"Kalau udah selesai langsung siap-siap. Gue udah kasih tahu Bobby suruh ke sini buat bantu nata rambut kita. Tuh, dress-nya." Priscilla menunjuk gaun yang ia bawa menggunakan dagu, sementara tangannya meraih kopi yang memang disediakan keluarga pengantin untuk dia, Zevanna, dan juga Bobby—hair stylist sekaligus teman semasa kuliah Priscilla.
"Kak Priss ...." Zevanna merengek. Ia melempar notebook serta pulpennya ke meja secara sembarangan. "Gue absen, ya, di pemberkatannya Kak Vania. Capek. Nanti pas resepsi gue nongol, kok. Janji." Tangan kanannya membentuk tanda victory.
"Jangan gitu. Gue juga capek, tapi emang lo mau kalau pas nikah nanti ada saudara yang nggak dateng cuma gara-gara capek?"
Wajah Zevanna makin ditekuk. Dengan ogah-ogahan akhirnya dia bangkit berdiri, mengambil gaunnya, dan menghilang di balik pintu kamar mandi. Sempat terpikir olehnya untuk tidur di dalam sana, tapi mengingat ada Bobby yang bisa mendobrak pintu kapan saja membuat Zevanna mengurungkan niatnya.
Bobby sudah berada di kamar dan sedang mengeriting rambut Priscilla saat Zevanna keluar dari kamar mandi. Kontan gadis itu mendekat, menarik kursi, dan duduk di sebelah Priscilla.
"Eits! Sabar napa, Ze. Prissy bentar lagi selesai, kok," seru Bobby melihat Zevanna mengambil catokan rambut miliknya.
"Gue abis dari salon kemaren. Jadi, cukup catok aja udah beres." Zevanna tak ambil pusing. Dia langsung menyatok rambut hitam panjangnya yang berkilau, sedangkan Bobby hanya mengedikkan bahu tak acuh.
Di tengah prosesi pemberkatan pernikahan yang nantinya langsung dilanjutkan dengan resepsi, Zevanna terkantuk-kantuk. Maklum saja, dia memang kurang tidur sebab semalam baru berpesta pora di acara ulang tahun Astrid, sahabatnya, dan baru sampai rumah pukul lima pagi dalam kondisi setengah mabuk. Selang beberapa jam, Priscilla sudah menggedor-gedor pintu kamarnya karena mereka harus segera menuju hotel di mana ia berada sekarang.
Zevanna langsung pergi mencari minum begitu resepsi dimulai. Matanya sudah sangat merah. Dia butuh teman yang bisa diajak mengobrol demi menjaga kesadarannya. Namun sialnya, di tengah keramaian pesta yang mengusung tema fairy tale itu, tidak ada seorang pun yang dikenalnya, kecuali Priscilla yang sudah pergi entah ke mana mengingat kenalannya bejibun. Sementara Bobby sudah pasti sedang berfoto-foto dengan fans-nya. Ya, selain berprofesi sebagai hair stylist, Bobby yang memiliki banyak pengikut di Instagram juga merupakan seorang selebgram.
Perhatian Zevanna yang sejak tadi tertuju pada minuman dengan kadar alkohol rendah di tangannya langsung teralihkan kala mendengar sebuah lagu yang cukup membekas dalam ingatannya karena pernah dinyanyikan seseorang yang seakan menjadi penghuni tetap di hatinya. Sontak ia mengangkat wajah dan mendapati Albert—sang mempelai pria—kini mulai melantunkan lagu untuk Vania. Zevanna melengos. Yeah, jelas bukan laki-laki itu. "Nggak mungkin juga dia ada di sini," batinnya meringis pedih.
"Dor!"
Zevanna menjengit kaget mendapatkan tepukan di bahu. Memutar arah duduknya, ia bersungut-sungut melihat Priscilla justru tertawa cekikikan. "Duh, nggak asik banget, sih!"
"Lo, tuh, yang nggak asik. Di pesta bukannya senang-senang malah ngalamun. Mikirin apa, sih?"
"Mikirrr … ada, deh. Kepo banget, sih!" Zevanna menjulurkan lidah. Untuk urusan asmara dia memang tidak gampang terbuka pada orang lain, termasuk ibunya.
Omong-omong soal ibunya, sejak tadi Zevanna tidak melihat wanita yang terkadang sibuknya mengalahkan pejabat negara.
"Kak, lihat Mama nggak?"
"Nggak, tuh. Udah kayak anak kecil aja nyariin emaknya di tempat beginian." Priscilla meledek. "Eh, dipanggil, tuh, buat foto," tunjuknya ke panggung yang sudah dipenuhi keluarga besar mereka.
Kedua gadis itu segera bangkit berdiri dan berjalan menuju singgasana pengantin yang didominasi warna putih.
"Selamat, ya, Kak. Happily ever after." Zevanna memeluk, kemudian bercipika-cipiki dengan Vania.
"Thanks, Ze. Semoga cepet nyusul, ya."
"Kak Prissy duluan, deh. Kan dia lebih senior." Zevanna melirik perempuan yang ada di belakangnya. "Gue nggak mau durhaka. Ntar malah dikutuk jadi kuas make up lagi."
Tawa renyah seketika membahana. Dari dulu Zevanna memang paling pintar kalau disuruh menjawab.
"Kebagusan kalau jadi kuas. Gue kutuk lo jadi plester komedo aja." Priscilla tak mau kalah.
"Kak Prissy!" Zevanna merajuk. Yang mana membuat yang lain justru makin tertawa kencang.
Begitu sesi foto selesai, Zevanna yang sudah tak kuat lagi berada di tempat itu berinisiatif pergi ke kamar hotel yang tadi siang ia gunakan untuk merias Tante Miranda. Namun, sebuah kesialan justru menimpanya. Seorang anak kecil yang berlari-larian tak sengaja menabraknya dan menumpahkan minuman di gaunnya. Zevanna ingin marah, tapi menyadari yang melakukannya anak kecil ditambah wajah bocah itu yang sontak ketakutan membuatnya mengurungkan niat.
"Lain kali hati-hati, ya, Dek." Zevanna menghela napas panjang, mencoba bersabar.
"I-iya. Maaf, ya, Kak."
Zevanna mengangguk dan membiarkan anak itu menemui orang tuanya. Setelahnya, ******* pelan terdengar saat melihat noda bekas minuman barusan. Jika tidak segera dibersihkan pasti tidak bisa hilang. Karena itu, Zevanna dengan cepat pergi menaiki lift, menuju kamar hotelnya. Masa bodoh orang-orang masih belum pulang. Lagi pula, dia punya alasan berarti jika nanti Priscilla atau keluarganya yang lain berkomentar tidak sedap.
Pintu lift terbuka begitu sampai di lantai yang dituju. Zevanna baru berjalan beberapa langkah tatkala matanya menangkap sepasang pria dan wanita berbeda generasi tengah berangkulan, hendak masuk ke salah satu kamar hotel di lantai tersebut. Kakinya mendadak lemas, sedangkan matanya terasa memanas karena air mata telah membayang di pelupuk mata.
"Mama ... Jayden ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Rita
penasaran
2023-09-21
0
💦Cﺃꪀꪻꪖ ✿︎ ᭙ꫝﺃꪻꫀ☕️ ⏤͟͟͞͞R ❥︎ᥫᩣ
mampir kak
2023-05-14
1
Be___Mei
mampir nih, mampir!!!
2023-04-10
0