"Terima kasih atas luka yang pernah kaugoreskan. Karenamu, aku sadar—salah satu proses pendewasaan adalah memaafkan kesalahan orang lain kepada kita dan berdamai dengan diri sendiri."
Nadira menutup buku diarynya setelah menuliskan kalimat penyemangat untuk mempersiapkan diri, memulai aktivitasnya hari ini.
Dua minggu kemudian setelah lamaran, akhirnya Nadira melahirkan anak juga. Dia tidak pernah menyangka bisa sampai pada posisi sekarang. Saat ini dia hanya bisa bersyukur dan berterima kasih kepada semua orang yang mendukung dan mendoakannya. Nadira melihat banner fotonya terpampang di depan gedung megah dengan sejumlah orang yang mengantre untuk membeli tiket masuk.
Luka yang pernah tergoreskan justru membantu Nadira mewujudkan mimpinya menjadi seorang penulis. Hari ini adalah hari bersejarah bagi Nadira. Bagaimana tidak? Peluncuran buku perdananya akan digelar beberapa jam lagi. Wajah Nadira tampak berseri, apalagi ditemani keluarga yang selalu mendukungnya. Untuk teman, Nadira termasuk orang yang tidak mudah dekat dengan orang lain, tetapi bukan berarti dia anti sosial. Ada hal yang menyebabkannya harus memfilter pertemanan, salah satunya adalah permintaan kedua orang tua agar perempuan kelahiran 1993 ini tidak terjerumus ke dalam lingkungan yang kurang baik.
Jantung Nadira berdegup kencang. Perasaannya campur aduk dan wajahnya terlihat tegang. Haikal mencoba menenangkan adik kesayangannya.
"Wajahmu jangan tegang begitu, Adik manis. Rileks saja! Semangat, ya!" Haikal memberikan pelukan dan kecupan dikening untuk menyemangati.
Nadira membalas pelukan kakaknya, sangat erat. Namun, tidak lama kemudian, keromantisan antara kakak-beradik menjadi buyar karena digoda papa mereka.
"Ehem! Terus papanya tidak mau dipeluk, nih?" Sultan berpura-pura mengambek, memperlihatkan kesan cemburu sosial.
Nadira melepaskan pelukan Haikal dan memeluk papanya. Fenny tersenyum melihat Nadira yang sudah semakin dewasa dalam menghadapi permasalahan dalam hidup.
"Kini, putri kecil mama sudah cukup dewasa. Semoga Allah selalu memberikanmu kebahagiaan, Nak!" ujar Fenny dalam hati, tersenyum melihat anak-anak dan suaminya bahagia.
Lalu, Nadira meraih tangannya dan Fenny ikut memeluk putri kesayangannya yang tidak lama lagi akan menikah.
Tiba-tiba seorang wanita menghampiri di saat keluarga Sultan sedang menikmati kebersamaan keluarga untuk menyemangati Nadira.
"Mohon maaf, drama keluarganya sudah selesai atau belum, nih?" tanya seorang wanita.
"Eh, iya! Mohon maaf, Kak! Terbawa suasana," ujar Nadira sambil menghapus air mata bahagianya.
Wanita itu tersenyum.
"Iya, Nadira. Saya cuma bercanda. Semoga berhasil, ya!" ujarnya. "Ayo, masuk! Acaranya sebentar lagi akan dimulai." Sarah adalah pewara dalam acara "Peluncuran Buku Perdana Nadira Khumairah Az-Zizah Berjudul "Takdir-Mu yang Terbaik."
Nadira, ditemani keluarganya segera masuk.
...***...
Di dalam, sudah ribuan orang yang hadir termasuk beberapa tokoh penting; baik penulis maupun influencer dari berbagai bidang.
Suara teriakan, memanggil-manggil nama Nadira sangat lantang terdengar. Sultan, Fenny, dan Haikal mengambil posisi tempat duduk yang telah disiapkan, khusus keluarga penulis. Disusul dengan keluarga dari calon suaminya Nadira yang diwakilkan oleh kedua orang tua Ammar dan Ammar sendiri. Namun, Ammar belum terlihat. Abi dan Uminya Ammar mengatakan kepada keluarga Nadira, bahwa laki-laki yang jarak usianya lima tahun dari Nadira ini, masih ada urusan yang harus diselesaikan, sehingga dia akan datang terlambat.
Nadira sudah duduk berjejer dengan Sarah (pewara) dan owner penerbit buku Takdir-Mu yang Terbaik. Nadira memerhatikan semua orang yang datang, seperti mencari seseorang. Namun, bola matanya tidak berhasil menangkap sosok yang dicari.
"Mungkin dia masih ada kerjaan. Tenang, Nad, dia pasti datang." Nadira mencoba menghibur dirinya.
Suara mikrofon sudah mulai terdengar, Sarah memaparkan rangkaian acaranya. Semua orang duduk tenang, mengikuti rangkaian kegiatan. Sampai tiba waktunya Nadira berbicara di depan, sosok yang diinginkan datang, tidak kunjung hadir dalam acara pentingnya. Namun, Nadira berusaha berpikir positif dan ingat kalimat, "jangan berharap kepada manusia, sebab kecewa kerap kali didapatkan" dan kalimat motivasi lainnya, "jangan menaruh hati pada yang belum menjadi jodohmu agar tidak ada luka yang didapat." Nadira berdiri dan mengambil mikrofon dari Sarah.
Saat Nadira akan memulai berbicara, pandangan Nadira langsung ke arah sosok laki-laki yang ada di tengah-tengah penonton. Sontak pewara yang juga melihatnya, langsung menyuruh Ammar duduk ke tempat yang telah disediakan untuknya.
"Luar biasa, sosok inspiratif yang dikenal masyarakat pun menghadiri acara Mba Nadira. Ada apa nih, pemirsa?" Sarah berguyon sambil tertawa. "Baik, Pak Ammar, selamat datang dan silakan duduk."
Ammar duduk dekat Haikal. Barisan pertama yang berhadapan langsung dengan Nadira. Memang, tidak banyak yang mengetahui rencana pernikahan Nadira dan Ammar. Hanya keluarga inti saja. Sebab, ini sudah menjadi kesepakatan dari keduanya calon mempelai.
Nadira tersenyum sesaat dan memalingkan wajahnya; sorot matanya berpindah ke semua orang yang hadir. Ammar pun melemparkan balasan senyum untuk gadis bersahaja yang sebulan lagi akan dinikahinya.
"Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Pertama-tama, saya ucapkan puji syukur kehadirat Allah Subahanahu Wa Taala, di mana pada saat ini kita masih diberikan kesehatan sehingga bisa berkumpul di tempat ini untuk acara peluncuran buku perdana saya. Tidak lupa, salawat serta salam atas junjungan kita nabi besar Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam ...," ujar Nadira memulai sambutannya dan ucap syukur atas pencapaiannya hingga sekarang.
Di akhir ucapannya, Nadira tidak kuat lagi menyeka air mata yang sedari tadi akan keluar. Matanya berbinar dan langsung merembes deras cairan bening dari bola matanya mengalir di pipi. Nadira tidak sanggup lagi melanjutkan ucapannya. Penonton pun ikut terharu mendengar perjuangan Nadira bisa menerbitkan buku dengan cukup menguras air mata, waktu, uang, dan tenaga. Tidak ada yang sia-sia. Setiap perjuangan pasti akan menemukan jalan untuk meraih kesuksesan yang diharapkan.
Tidak lama kemudian, orang tua Nadira naik ke panggung. Sedangkan Haikal yang sedari tadi berbicara serius dengan Ammar pun menangis haru. Badan kekar dan ditakuti laki-laki yang mendekati Nadira juga bisa menangis jika menyangkut masalah keluarga. Sultan dan Fenny memeluk Nadira dan mengusap punggung putri semata wayang mereka.
"Kamu kuat, Nak. Kamu hebat. Mama dan Papa bangga padamu," ucap Fenny yang juga menangis haru.
"Sukses dan terus semangat ya, putri kecil papa," timpal Sultan sambil mengepalkan tangannya.
Nadira tersenyum dan mengangguk. Tangisan haru pecah pada pagi hari itu. Dari berbagai konflik kehidupan yang dijalani Nadira, dia terus berusaha berdiri sekuat tenaga untuk mencapai mimpi-mimpi yang selama ini hanya dituliskan di buku mimpi/impian (dream book). Sedangkan Ammar beserta keluarganya, masih duduk dan menyaksikan drama keluarga cemara dihadapan mereka bersama ribuan penonton yang hadir.
Sarah menghidupkan mikrofonnya.
"Pecah! Gedung jadi banjir karena Nadira. Ayo, kita berikan tepuk tangan yang meriah untuk Nadira!" pinta Sarah.
Semua orang bertepuk tangan dan bersorak-sorai menyebut nama Nadira. Kagum dan bangga, serta menginspirasi semua orang.
"Untuk Bapak Sultan dan Ibu Fenny, boleh mendampingi Nadira. Silakan duduk di dekat putrinya, Pak, Bu!" ujar Sarah. Dia pun melanjutkan rangkaian acara berikutnya.
Acara pun selesai. Semua penonton antre meminta foto dan tanda tangan penulis novel "Takdir-Mu yang Terbaik." Ucapan selamat dan doa diberikan untuk Nadira. Tidak terkecuali Ammar, dia pun memberikan ucapan selamat serta sebuah kotak kecil sebagai hadiah. Nadira berterima kasih dan membuka hadiahnya.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments