Proposal Nikah

Di ruang tamu rumah Pak Sultan, tampak ramai perkumpulan dua keluarga. Setelah berdiskusi dengan kedua orang tuanya, Nadira menjadi yakin akan keputusan yang diambil atas lamaran yang diajukan Ammar kepada kakaknya.

"Nadira, ke mana? Tamunya sudah pada datang nih," tanya Sultan, sambil tengok-tengok.

"Iya, nih! Adik kamu ke mana, Kak? Belum turun juga dari tadi. Mama takut dia kabur atau gimana." Wajah Fenny begitu cemas dan tegang.

"Hus, Mama ini kebanyakan nonton sinetron, sih! Anak kita enggak mungkin kabur-kaburan begitu," tegur Sultan.

"Pa, Ma! Tenang kenapa, sih? Aku kenal dengan Nadira, kalau dia bilang, oke, pasti jawabannya itu. Tidak akan berubah. Anaknya konsisten, kok." Haikal mencoba menenangkan kedua orang tuanya.

"Ya sudah, coba kamu jemput adikmu di kamarnya." Perintah Sultan karena keluarga Ammar, termasuk Ammar sudah datang.

"Iya, Pa. Iya ...," jawab Haikal dan mencoba mencairkan suasana tegang dengan candaan. "Ini yang mau nikah anaknya, tapi ortunya yang pada tegang. Santai, Pa, jangan seperti kanebo kering."

"Haikal ...!" ujar Fenny sambil mencubit bahu anak sulungnya.

Haikal pun segera menemui adik semata wayangnya.

...***...

Di kamar, Nadira sedang mondar-mandir seperti setrikaan. Tiba-tiba suara Haikal mengagetkannya.

"Iih, Kakak! Tumben banget, masuk ke kamar tidak ketuk pintu dulu!" gerutu Nadira dengan wajah cemberut.

"Kakak tadi udah ketuk pintu, Adik manis, tapi kamu tidak mendengarnya," ujar Haikal sambil mengelus kepala adiknya.

Nadira memeluk Haikal dan meminta maaf.

"Iya, kah? Maaf, Kak, kalau begitu. Aku tegang banget, nih."

Haikal menenangkan Nadira, mengelus pundak dan mencium kening adiknya. Lalu berkata, "Adikku, sayang. Semua keputusan ada di tanganmu. Kalau memang belum siap menikah untuk saat ini, bicarakan saja dengan Ammar dan keluarganya. Karena ini menyangkut masa depanmu. Kakak yakin, kamu sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan."

Nadira mengangguk.

"Ya sudah, ayo kita turun! Tidak enak membiarkan orang lain menunggu terlalu lama."

Mereka berdua pun turun. Nadira menghela napas, mencoba merilekskan diri.

Tiba di ruang pertemuan, semua orang menatap Nadira. Pakaian gamis yang simple berwarna orange dengan jilbab hitam bermotif bunga, membuat Ammar semakin mengagumi sosok Nadira. Sederhana, tapi selalu terlihat cantik.

Fenny menghampiri Nadira.

"Adik lama banget. Gugup, ya?" tanya Fenny memegang bahu Nadira, berbisik.

"Iya, Ma. Aku gugup banget," jawab Nadira.

"Tapi kamu sudah siap menikah apa belum?" tanya Fenny, serius.

Dengan helaan napas, Nadira menjawab tegas.

"Bismillahirrahmaanir rahiim. Insya Allah, siap, Ma." Nadira tersenyum dan berjalan menuju keluarga Ammar.

...***...

"Nah, ini anak gadis kami, Pak, Bu." Fenny memperkenalkan Nadira dihadapan keluarga Ammar yang hadir.

Terdengar suara bisik-bisik dari keluarga Ammar.

"Masya Allah. Cantik, ya. Ammar memang pintar mencari calon istri," ujar salah seorang dari kerabat Ammar.

"Iya, alhamdulillah. Masya Allah. Pilihan Ammar memang tidak pernah salah," ujar perempuan berpakaian gamis dengan warna tosca dan jilbab hitam. Dia adalah Aisyah; uminya Ammar.

Aisyah berdiri dan memegang dagu Nadira yang sedari tadi menunduk.

"Masya Allah, Nak. Kamu cantik banget. Umi yakin, kamu adalah perempuan terbaik yang dikirim Allah untuk menjadi istrinya Ammar. Semoga kalian selalu diberikan kebahagiaan dan kedamaian dalam membina rumah tangga." Aisyah tak henti-hentinya memuji Nadira.

"Umi tidak mau duduk lagi, kah? Ngobrolnya sambil duduk saja, Mi," saran Ammar.

"Ehem, sepertinya ada yang tidak sabaran nih," goda Abinya Ammar sambil menyenggol bahu anak pertamanya.

Muhammad Ammar Baraqbah adalah anak pertama dari empat bersaudara. Putra sulung dari pasangan Muhammad Lutfi Baraqbah dan Syarifah Aisyah ini dua bulan lalu baru saja menyelesaikan pendidikan S2-nya di Kairo. Hampir sama dengan kisah drama sebuah film berjudul "Setelah Dapat Ijazah, Langsung Ijab Sah".

Padahal sebelumnya, Ammar sama sekali belum merencanakan sebuah pernikahan. Namun, entah mengapa, tiba-tiba dia memikirkan Nadira karena mengingat ucapan kedua orang tua yang ingin sekali melihatnya segera menikah setelah lulus kuliah. Ini pun telah diikrarkan Ammar ketika dia hendak berangkat ke Kairo beberapa tahun lalu. Ammar pun mulai mencari tahu keberadaan Nadira dan aktivitasnya setelah bertahun-tahun tidak bertemu.

Ya, begitulah hidup. Terkadang rencana bisa saja berubah dengan melihat sikon yang terjadi.

Acara lamaran pun dimulai. Suasana riuh menjadi tenang. Hanya ada beberapa orang yang bicara, perwakilan dari masing-masing keluarga.

"Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh." Haikal memulai acara dengan mengucap salam dulu.

Semua orang menjawab salamnya dan memerhatikan rangkaian acara.

"Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh."

"Bismillahirrahmaanirrahiim. Baiklah, saya mulai saja acaranya, ya," ujar Haikal dan memaparkan rangkaian acaranya.

Lalu, tanpa menunggu lama lagi, rangkaian acara langsung dilaksanakan untuk mempercepat waktu. Sampai tiba pada acara inti, yaitu lamaran Ammar kepada Nadira dihadapan keluarga besar masing-masing. Ammar pun dipersilakan untuk berbicara setelah abinya yang menyampaikan niat baik putra sulungnya.

Tanpa basa-basi, Ammar langsung mengutarakan niatnya, setelah mengucap salam dan basmallah.

"Sebelumnya, saya berterima kasih banyak kepada Bang Haikal yang pertama kali menerima saya untuk menjalin hubungan yang serius dengan Nadira. Meskipun saya belum tahu, apa jawaban dari Nadira pada saat itu, tapi saya yakin—Allah akan mempersatukan kami jika memang ditakdirkan bersama. Hari ini, saya akan menyampaikan kembali niat untuk mempersunting Nadira Khumairah, putri dari Bapak Sultan Aji Permata dan Ibu Fenny Rahayu."

Ammar menghela napas sejenak, lalu melanjutkan ucapannya.

"Bismillahirrahmaanirrahiim. Sejak awal mengenalmu pada saat ikut ekstrakurikuler di kampus kita dulu, sebelum akhirnya aku berangkat ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan S2, aku sudah mengagumimu. Untuk itu, Nadira Khumairah, apakah kamu bersedia untuk menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku?" tanya Ammar dengan tegas.

Semua orang merasa deg-degan menunggu jawaban dari Nadira.

"Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Kak Ammar atas pinangannya. Jika boleh jujur, aku pun memiliki perasaan yang sama, mengagumi Kak Ammar sejak awal kita bertemu di ekskul UKMI. Namun, perasaan itu dibiarkan saja berlalu. Hingga pada akhirnya, kita dipertemukan kembali. Aku pun bersyukur, ternyata takdir masih menginginkan kita bertemu, bahkan hari ini, laki-laki yang selama ini dikagumi ternyata memiliki niat untuk menikahiku. Namun, ...." Nadira menghentikan ucapannya sejenak. Membuat suasana semakin menegangkan.

Ammar hanya pasrah dengan keputusan Nadira. Apa pun yang menjadi keputusan perempuan idamannya itu, akan diterima dengan ikhlas. Dia pun tertunduk.

"Namun, apakah boleh setelah kita menikah, aku masih bisa mengejar mimpiku? Masih banyak mimpi-mimpi yang sedang kuusahakan, salah satunya; Kak Ammar pasti tahu," lanjut Nadira.

"Menjadi penulis, bukan?" tanya Ammar, memastikan.

"Benar sekali. Apabila kita sudah menikah, apakah aku diizinkan untuk tetap berkarya, apa lagi saat ini beberapa jadwal sudah dicatat untuk mengikuti seminar bahkan dalam waktu dekat, akan launching buku novel perdanaku? Setelah sekian abad tulisan hanyalah berupa artikel dan puisi untuk mading dan majalah sekolah."

"Kamu tidak perlu khawatir, Nadira, aku akan menemani perjalanan meraih mimpi-mimpimu. Trust me!" jawab Ammar, meyakinkan.

"Bismillah, aku menerima lamaran ini," ujar Nadira, penuh keyakinan.

"Alhamdulillahi Rabbil 'alaamiin."

Semua orang tersenyum dan mengucap syukur. Ammar pun sujud syukur atas penerimaan pinangannya.

Abi Ammar membangunkannya dan memeluk putra sulungnya itu. Sedangkan kerabat yang lain, termasuk umi Ammar dan mama Nadira saling berpelukan dan mengucapkan selamat. Acara lamaran selesai dan mereka langsung menentukan tanggal pernikahan.

Telah diputuskan, Nadira dan Ammar akan menikah dua bulan lagi. Karena Nadira ingin fokus mengurus acara launching novel perdananya dulu. Setelah membicarakan tanggal pernikahan, mereka menyantap makanan yang telah disajikan.

...****...

Episodes
1 Awal Kisah Dimulai
2 Menganalisa Kejadian Lalu
3 Janji Ammar untuk Nadira
4 Proposal Nikah
5 Akhirnya Nadira Melahirkan
6 Guru Terbaik
7 Pernikahan Impian
8 Jeritan Malam Pertama
9 Sarapan Ikan Gosong
10 Tangisan Perpisahan
11 Bersyukur Pada-Nya
12 Definisi Rumah
13 Garis Dua
14 Tujuh Bulanan
15 Pekan Budaya dan Rumah Sakit
16 Bersyukur Atas Nikmat-Nya
17 Perjuangan Melahirkan Anak Pertama
18 Arti Nama Anak Pertama Nadira
19 Pertemuan Tak Disengaja
20 Perdana Hafiz Masuk Sekolah
21 Takdir Tak Pernah Salah
22 Berdamai Dengan Masa Lalu
23 Mencari Rida Allah
24 Memulai Hidup Lebih Baik
25 Melepas Rindu
26 Kutinggalkan Dia untuk Dia
27 Selamat Menempuh Hidup Baru
28 Firasat Seorang Ibu
29 Keyakinan Nadira dan Amarah Ammar
30 Kebakaran di Dapur Pesantren
31 Hanya Rindu
32 Andai Waktu Bisa Dibeli
33 Kejutan untuk Nadira
34 Masa Lajang Berakhir
35 Wisuda Tahfidz Quran
36 Kasus Tabrak Lari Berbuntut Panjang
37 Musibah Membawa Hikmah
38 Keberangkatan Hafiz ke Kairo
39 Rindu yang Tak Pernah Usai
40 Keponakanku Ternyata Kembar
41 Rindu yang Terbalas
42 Kembali Menjelajahi Kota Kairo
43 Nadira Merasa Terharu
44 Kebebasan Jerry
45 Kemarahan Ammar
46 Ucapan Terima Kasih Kepada Pembaca
47 Tutur Batin
48 Bintang Kejora
49 Misi Rahasia
50 Keluarga yang Hangat
51 Berkat Doa Ibu
52 Peran Suami dalam Rumah Tangga
53 Cahaya Cinta
54 Hamzah Siap Merantau
55 Doa Nadira Terkabul
56 Kebahagiaan yang Meluap
57 Harmoni Cinta
58 Akikah Putri Kembar Nadira
59 Rencana Besar Ali
60 Berita Baik Kembali Hadir
61 Persiapan Pernikahan Ali
62 Jodoh Tak Terduga
63 Rekonsiliasi Keluarga Ali
64 Kilau Hikmah
65 Harta Paling Berharga
66 Kabar Baik dari London
67 Bab Ketenangan
68 Cahaya Kehadiran Yusuf
69 Keluarga Harmonis
70 Mengabdi di Pondok Pesantren Al Fathonah
71 Terima Kasih Atas Segalanya
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Awal Kisah Dimulai
2
Menganalisa Kejadian Lalu
3
Janji Ammar untuk Nadira
4
Proposal Nikah
5
Akhirnya Nadira Melahirkan
6
Guru Terbaik
7
Pernikahan Impian
8
Jeritan Malam Pertama
9
Sarapan Ikan Gosong
10
Tangisan Perpisahan
11
Bersyukur Pada-Nya
12
Definisi Rumah
13
Garis Dua
14
Tujuh Bulanan
15
Pekan Budaya dan Rumah Sakit
16
Bersyukur Atas Nikmat-Nya
17
Perjuangan Melahirkan Anak Pertama
18
Arti Nama Anak Pertama Nadira
19
Pertemuan Tak Disengaja
20
Perdana Hafiz Masuk Sekolah
21
Takdir Tak Pernah Salah
22
Berdamai Dengan Masa Lalu
23
Mencari Rida Allah
24
Memulai Hidup Lebih Baik
25
Melepas Rindu
26
Kutinggalkan Dia untuk Dia
27
Selamat Menempuh Hidup Baru
28
Firasat Seorang Ibu
29
Keyakinan Nadira dan Amarah Ammar
30
Kebakaran di Dapur Pesantren
31
Hanya Rindu
32
Andai Waktu Bisa Dibeli
33
Kejutan untuk Nadira
34
Masa Lajang Berakhir
35
Wisuda Tahfidz Quran
36
Kasus Tabrak Lari Berbuntut Panjang
37
Musibah Membawa Hikmah
38
Keberangkatan Hafiz ke Kairo
39
Rindu yang Tak Pernah Usai
40
Keponakanku Ternyata Kembar
41
Rindu yang Terbalas
42
Kembali Menjelajahi Kota Kairo
43
Nadira Merasa Terharu
44
Kebebasan Jerry
45
Kemarahan Ammar
46
Ucapan Terima Kasih Kepada Pembaca
47
Tutur Batin
48
Bintang Kejora
49
Misi Rahasia
50
Keluarga yang Hangat
51
Berkat Doa Ibu
52
Peran Suami dalam Rumah Tangga
53
Cahaya Cinta
54
Hamzah Siap Merantau
55
Doa Nadira Terkabul
56
Kebahagiaan yang Meluap
57
Harmoni Cinta
58
Akikah Putri Kembar Nadira
59
Rencana Besar Ali
60
Berita Baik Kembali Hadir
61
Persiapan Pernikahan Ali
62
Jodoh Tak Terduga
63
Rekonsiliasi Keluarga Ali
64
Kilau Hikmah
65
Harta Paling Berharga
66
Kabar Baik dari London
67
Bab Ketenangan
68
Cahaya Kehadiran Yusuf
69
Keluarga Harmonis
70
Mengabdi di Pondok Pesantren Al Fathonah
71
Terima Kasih Atas Segalanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!