Terserah Tuhan Saja

Terserah Tuhan Saja

Awal Kisah Dimulai

Suara klakson motor itu membuyarkan mimpi Nadira. Matanya seakan dioleskan lem karena lengket dan rasanya tak ingin dibuka. Nyawa belum juga terkumpul, tapi ada suara bising yang membuat mata terpaksa dibuka. Nadira merasa mimpinya hancur karena kebisingan tersebut.

"Sial! Ganggu tidurku saja! Suara siapa sih itu? Berisik banget." Nadira duduk sejenak karena mengidap penyakit anemia membuat dirinya tidak bisa langsung berdiri. Bisa-bisa terjatuh bila dipaksa berdiri.

Tidak lama kemudian, ponselnya berdering. Ada nomor tidak dikenal yang mengirimkan pesan.

Nadira mengangkat alisnya sambil berpikir, "Ini nomor siapa, ya?" Lalu tanpa pikir panjang, Nadira langsung membuka pesan tersebut.

"Keluar, dong! Aku sudah dari tadi tunggu kamu di sini," pinta seseorang tanpa nama.

"Lah, emang situ siapa? Perasaan hari ini gua kagak ada janji sama siapa pun, deh!" Nadira mengingat-ingat karena terkadang dia lupa ada janji atau hal lainnya. "Apa gua kemarin-kemarin menjanjikan pertemuan dengan seseorang atau memang orangnya yang datang tidak perlu diundang, ya?" Nadira mengerutkan dahi.

Belum sempat dibalas, laki-laki itu mengirimkan pesan kembali. Seakan ada di dekat Nadira, dia bisa tahu kalau perempuan berkulit putih yang setiap kali pergi, tidak pernah lupa membawa botol minuman ini sedang berpikir keras tentang sosok misterius yang mengirim pesan tersebut.

"Tidak perlu bingung begitu, Neng. Sudah, keluar saja dulu. Nanti juga kamu akan tahu, siapa yang datang," ucap sosok misterius yang kini masih setia menanti Nadira membukakan pintu rumahnya.

"Nah, loh! Kok dia bisa tahu? Mampus dah gua!" Nadira panik. Lalu berusaha untuk tenang. "Oke! Mandi dulu, lalu keluar menemuinya."

Dari gaya bahasanya, Nadira bisa memastikan kalau sosok misterius yang mengirim pesan tanpa nama itu adalah seorang laki-laki. Nadira pun bergegas ke kamar mandi. Lalu setelah selesai, dia langsung memakai pakaiannya. Ketika sedang memakai jilbab, ponselnya berdering kembali.

"Iss! Kagak sabaran amat dah, nih cowok!" gerutu Nadira sambil merapikan jilbabnya. Walau belum jelas siapa yang sedari tadi mengganggunya dengan mengirim pesan, Nadira benar-benar yakin kalau orang itu memang kenal dengannya. Apalagi bisa tahu nomor dan tempat tinggalnya.

Langit tiba-tiba mendung, hujan turun mengguyur tubuh laki-laki yang sedari tadi menunggu di depan gerbang. Niat untuk mengajak Nadira makan romantis di luar, malah cuacanya tidak bersahabat. Semilir angin berembus begitu kencang. Tubuh laki-laki berjaket cokelat yang berdiri di samping motor kesayangannya itu mulai menggigil. Nadira keluar dengan membawa dua payung, satu dipakai agar hujan tak mengenai tubuhnya dan satunya dipegang untuk diberikan ke laki-laki misterius itu.

"Kamu, kan ...?" Nadira sepertinya ingat dengan laki-laki yang ada di hadapannya.

Melihat tubuh laki-laki bermata hitam kecoklatan itu gemetar, Nadira sengaja memotong kalimat tanya yang ingin dilontarkan. Tanpa basa-basi lagi, Nadira langsung menyodorkan payung. Lalu, laki-laki itu diajak masuk. Motor dibiarkan parkir di luar karena khawatir yang punya motor malah sakit karena terlalu lama diguyur hujan. Mereka pun masuk dan duduk di kursi luar. Hujan pun mulai reda.

"Kamu tunggu sini dulu," pinta Nadira.

...***...

Beberapa menit kemudian, Nadira membawa handuk, pakaian, dan air hangat.

"Nih, diminum dulu biar hangat. Terus ganti dulu bajumu. Kebetulan aku punya kakak laki-laki, jadi bisa dipinjamkan. Soalnya bajumu basah kuyup gitu. Lagian, kenapa kagak langsung masuk aja, sih?" Nadira terus berbicara, sehingga tidak ada jeda untuk laki-laki itu memberi jawaban kenapa dia tidak langsung masuk. Malah rela menunggu di luar rumah dari kepanasan sampai kedinginan.

"Ya sudah, deh! Ganti baju dulu di sana. Ayo ikut aku!" Nadira mengantarkan laki-laki bernama Ammar itu ke tempat mengganti baju yang ada di dekat kolam renang rumahnya.

Ammar hanya mengangguk. Tangannya masih memeluk tubuh yang gigil. Ammar memerhatikan dari sudut ke sudut rumah Nadira. Rumah minimalis tetapi terlihat mewah.

“Ayo ... ngeliatin apaan, sih!? Mau maling, ya?” tanya Nadira dengan nada sedikit kesal dan curiga dengan Ammar.

Ammar malah menggoda Nadira.

"Iya, mau maling hati kamu," ujar Ammar, tersenyum. Sejenak melupakan tubuhnya yang masih menggigil. Ammar mengikuti langkah Nadira dari belakang. Sungguh perempuan salihah dengan pakaian terbaiknya.

Nadira sempat tersenyum, lalu ....

“Apaan, sih! Sudah sampai, nih. Ganti bajunya, gih!” Nadira meninggalkan Ammar dan masuk rumah.

...***...

Saat Ammar keluar dari ruang ganti pakaian, bukan Nadira yang dilihat, melainkan seorang laki-laki bertubuh kekar sedang berenang. Ammar terkejut ketika laki-laki itu memanggilnya. Ada rasa takut dan pikiran jadi ke mana-mana.

"Hei, sini!" Panggil laki-laki berotot itu sambil menyudahi renangnya. Dia naik dan mengambil handuk.

Tubuh Ammar gemetar dan jantungnya berdetak cepat, seakan baru saja melakukan lomba lari.

Yang tinggal di rumah ini hanya Nadira dan kakaknya saja, sebab kedua orang tua mereka berada di luar kota karena ada urusan bisnis. Nadira adalah anak yang penyayang, penyabar, dan pemberani. Saking sabarnya, meskipun beberapa orang menyakiti, tetap saja tidak mengubah sifatnya untuk baik kepada semua orang. Nadira merangkul siapa pun yang membutuhkan bantuannya. Laki-laki berotot yang memanggil Ammar itu adalah kakak semata wayang Nadira. Kenapa semata wayang? Karena anak kedua orang tuanya hanya ada dua, yaitu dia dan kakaknya saja; Haikal.

Saat Ammar hampir sampai, Haikal meminta laki-laki pertama yang mendatangi adiknya di rumah mereka untuk duduk.

"Sini, dukuk!" pinta Haikal sambil melambaikan tangannya.

Ammar pun duduk.

Tidak lama kemudian, Nadira datang membawa makanan dan minuman untuk Haikal dan Ammar. Tubuh kekar Haikal membuat Ammar sedikit tegang, apalagi tatapan kakaknya Nadira ini seakan ingin mengajaknya duel di ring tinju.

"Santai aja kali, Bro! Gak usah tegang gitu mukanya." Haikal terkekeh.

Entah mengapa, mulut Ammar mendadak terkunci. Bingung mau ngomong apa. Antara takut dengan kehilangan kata-kata, bercampur aduk.

Ammar berusaha rileks. Dia mengembuskan napas pelan-pelan.

"Hmm, e-enggak, Bang. Soalnya tadi habis kehujanan, jadinya masih gemetar badannya." Ammar mengambil kesempatan, menjadikan hujan sebagai alasan ketegangannya.

Nadira tersenyum simpul. Gadis penyuka tanaman itu menyadari ketegangan yang dihadapi Ammar. Dia pun memecah ketegangan yang terjadi.

"Ammar! Kamu ke sini mau ngasih tahu tugas kampus kemarin, ya?" Nadira memberikan kode lewat matanya kepada Ammar.

Ammar yang tegang menjadi bingung dengan pertanyaan Nadira. Dalam hatinya berkata, "Perasaan gua ke sini niatnya mau ngajak Nadira jalan, deh. Pengin makan romantis di salah satu restoran, tapi ...." Belum selesai bercakap dengan diri sendiri, suara Haikal lagi-lagi mengagetkannya.

"Yaelah, malah ngelamun nih anak!" ujar Haikal.

"Enggak ngelamun kok, Bang. Tiba-tiba keingat kakak saya yang sedang kuliah di London." Duh, Ammar bisa saja ngelesnya, padahal kan dia hampir tidak pernah ingin mengingat-ingat kakaknya di karenakan mereka terlahir dari rahim yang sama tetapi berbeda ayah.

"Ya sudah, diminum dulu airnya, Mar. Terus kuenya dicicipi. Aku mau ke dalam dulu, soalnya lagi masak untuk makan siang." Nadira sengaja membiarkan Ammar bersama kakaknya, seakan ingin menguji mental teman laki-lakinya itu.

"Oh, iya. Terima kasih, Nad," jawab Ammar, tersenyum.

Nadira membalikkan badan dan masuk rumah. Sementara Ammar dan Haikal duduk di teras kolam renang sambil menikmati minuman serta makanan yang ada di hadapan mereka.

"Ngomong-ngomong, kamu suka ya, sama adik saya?" tanya Haikal, mengintrogasi.

Ammar menjadi salah tingkah ketika mendengar pertanyaan tersebut.

"Aku mah tahu diri, Bang kalau mau suka sama Nadira," ujar Ammar yang berusaha rileks.

"Lah, memangnya kenapa? Sikapmu ini menunjukkan kalau kamu memang memiliki perasaan khusus dengan adik saya." Semakin Ammar menyembunyikan perasaannya, semakin Haikal menggoda Ammar.

"Nadira juga tidak mungkin menyukaiku." Kepala Ammar tertunduk. Nyalinya mendadak ciut. Padahal dari rumah, dia sudah menyiapkan mental untuk menyatakan perasaannya. Namun, setelah melihat kejadian hari ini, Nadira yang seakan menghindar dan ada rasa takut dengan Haikal, dia menjadi pesimis untuk mendapatkan cinta Nadira.

Terkadang, cinta datang di saat tak terduga. Seperti yang dirasakan Ammar, dia saja tidak tahu mengapa sejak awal bertemu dengan Nadira, perasaan suka itu muncul dengan sendirinya. Ammar ingin mengenal Nadira lebih dekat. Namun, ternyata dalam hatinya itu memiliki rasa takut dengan penolakan.

Sorot mata Haikal sangat tajam. Hal ini membuat Ammar semakin mengurungkan niatnya sebelum ke rumah Nadira.

"Kalau kamu mencintai adikku, lebih baik jangan dulu berpikiran untuk menjadi seseorang yang penting dalam hidupnya. Untuk sekarang, adikku biarkan fokus dengan kuliahnya dulu. Kamu mengerti kan, maksudku?" pinta Haikal, memperingati Ammar.

Melihat tingkah laku Haikal dan mendengar permintaan kakaknya Nadira, membuat Ammar menganalisa kalau ada sesuatu hal yang mendasar kenapa Haikal bersikap seperti itu. Kemudian Ammar berpamitan dan pulang tanpa menunaikan niatnya.

...****...

Terpopuler

Comments

Annisa Nisa

Annisa Nisa

aminn

2023-04-06

2

...

...

Semangat dan sukses selalu

2023-03-16

2

lihat semua
Episodes
1 Awal Kisah Dimulai
2 Menganalisa Kejadian Lalu
3 Janji Ammar untuk Nadira
4 Proposal Nikah
5 Akhirnya Nadira Melahirkan
6 Guru Terbaik
7 Pernikahan Impian
8 Jeritan Malam Pertama
9 Sarapan Ikan Gosong
10 Tangisan Perpisahan
11 Bersyukur Pada-Nya
12 Definisi Rumah
13 Garis Dua
14 Tujuh Bulanan
15 Pekan Budaya dan Rumah Sakit
16 Bersyukur Atas Nikmat-Nya
17 Perjuangan Melahirkan Anak Pertama
18 Arti Nama Anak Pertama Nadira
19 Pertemuan Tak Disengaja
20 Perdana Hafiz Masuk Sekolah
21 Takdir Tak Pernah Salah
22 Berdamai Dengan Masa Lalu
23 Mencari Rida Allah
24 Memulai Hidup Lebih Baik
25 Melepas Rindu
26 Kutinggalkan Dia untuk Dia
27 Selamat Menempuh Hidup Baru
28 Firasat Seorang Ibu
29 Keyakinan Nadira dan Amarah Ammar
30 Kebakaran di Dapur Pesantren
31 Hanya Rindu
32 Andai Waktu Bisa Dibeli
33 Kejutan untuk Nadira
34 Masa Lajang Berakhir
35 Wisuda Tahfidz Quran
36 Kasus Tabrak Lari Berbuntut Panjang
37 Musibah Membawa Hikmah
38 Keberangkatan Hafiz ke Kairo
39 Rindu yang Tak Pernah Usai
40 Keponakanku Ternyata Kembar
41 Rindu yang Terbalas
42 Kembali Menjelajahi Kota Kairo
43 Nadira Merasa Terharu
44 Kebebasan Jerry
45 Kemarahan Ammar
46 Ucapan Terima Kasih Kepada Pembaca
47 Tutur Batin
48 Bintang Kejora
49 Misi Rahasia
50 Keluarga yang Hangat
51 Berkat Doa Ibu
52 Peran Suami dalam Rumah Tangga
53 Cahaya Cinta
54 Hamzah Siap Merantau
55 Doa Nadira Terkabul
56 Kebahagiaan yang Meluap
57 Harmoni Cinta
58 Akikah Putri Kembar Nadira
59 Rencana Besar Ali
60 Berita Baik Kembali Hadir
61 Persiapan Pernikahan Ali
62 Jodoh Tak Terduga
63 Rekonsiliasi Keluarga Ali
64 Kilau Hikmah
65 Harta Paling Berharga
66 Kabar Baik dari London
67 Bab Ketenangan
68 Cahaya Kehadiran Yusuf
69 Keluarga Harmonis
70 Mengabdi di Pondok Pesantren Al Fathonah
71 Terima Kasih Atas Segalanya
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Awal Kisah Dimulai
2
Menganalisa Kejadian Lalu
3
Janji Ammar untuk Nadira
4
Proposal Nikah
5
Akhirnya Nadira Melahirkan
6
Guru Terbaik
7
Pernikahan Impian
8
Jeritan Malam Pertama
9
Sarapan Ikan Gosong
10
Tangisan Perpisahan
11
Bersyukur Pada-Nya
12
Definisi Rumah
13
Garis Dua
14
Tujuh Bulanan
15
Pekan Budaya dan Rumah Sakit
16
Bersyukur Atas Nikmat-Nya
17
Perjuangan Melahirkan Anak Pertama
18
Arti Nama Anak Pertama Nadira
19
Pertemuan Tak Disengaja
20
Perdana Hafiz Masuk Sekolah
21
Takdir Tak Pernah Salah
22
Berdamai Dengan Masa Lalu
23
Mencari Rida Allah
24
Memulai Hidup Lebih Baik
25
Melepas Rindu
26
Kutinggalkan Dia untuk Dia
27
Selamat Menempuh Hidup Baru
28
Firasat Seorang Ibu
29
Keyakinan Nadira dan Amarah Ammar
30
Kebakaran di Dapur Pesantren
31
Hanya Rindu
32
Andai Waktu Bisa Dibeli
33
Kejutan untuk Nadira
34
Masa Lajang Berakhir
35
Wisuda Tahfidz Quran
36
Kasus Tabrak Lari Berbuntut Panjang
37
Musibah Membawa Hikmah
38
Keberangkatan Hafiz ke Kairo
39
Rindu yang Tak Pernah Usai
40
Keponakanku Ternyata Kembar
41
Rindu yang Terbalas
42
Kembali Menjelajahi Kota Kairo
43
Nadira Merasa Terharu
44
Kebebasan Jerry
45
Kemarahan Ammar
46
Ucapan Terima Kasih Kepada Pembaca
47
Tutur Batin
48
Bintang Kejora
49
Misi Rahasia
50
Keluarga yang Hangat
51
Berkat Doa Ibu
52
Peran Suami dalam Rumah Tangga
53
Cahaya Cinta
54
Hamzah Siap Merantau
55
Doa Nadira Terkabul
56
Kebahagiaan yang Meluap
57
Harmoni Cinta
58
Akikah Putri Kembar Nadira
59
Rencana Besar Ali
60
Berita Baik Kembali Hadir
61
Persiapan Pernikahan Ali
62
Jodoh Tak Terduga
63
Rekonsiliasi Keluarga Ali
64
Kilau Hikmah
65
Harta Paling Berharga
66
Kabar Baik dari London
67
Bab Ketenangan
68
Cahaya Kehadiran Yusuf
69
Keluarga Harmonis
70
Mengabdi di Pondok Pesantren Al Fathonah
71
Terima Kasih Atas Segalanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!