Nico merupakan CEO yang sangat sibuk. Tidak hanya mengurus pekerjaan di kantornya, ia juga sering melakukan kunjungan ke pabrik, kunjungan klien, bahkan juga ke luar kota. Di kantorpun, Nico juga lebih sering berada di dalam ruangannya. Dan dua minggu sekali ia mengadakan rapat dengan para manager di kantor.
Status Ella yang hanya staf biasa, membuat Ella nyaris tidak pernah bertemu dengan Nico. Hal itu membuat Ella merasa sangat lega. Terkadang, ia merasa dirinya terlalu berlebihan karena pernah mengganti identitasnya. Ia juga teringat, bahwa yang telah ia lakukan membuatnya bertengkar dengan Vita.
"Nia, perbuatanmu itu sangat kelewatan! Untuk apa kamu sampai mengganti identitasmu? Sikapmu yang seperti itu, malah akan jadi bumerang untukmu di kemudian hari!" bentak Vita yang marah saat Ella menceritakan perbuatannya di telepon.
Ella menghela nafas panjang dan membatin, "Entah apa yang kupikirkan saat itu, sampai aku bertindak sejauh ini?"
Dan lamunan Ella buyar, karena dengan terburu-buru, Rina masuk ke ruangan HRD untuk memberitahukan informasi penting. "Sekertaris pak Nico mengundurkan diri lagi."
"Lagi? Ini sudah yang kelima kalinya dalam tiga bulan," kata Indah.
"Pak Nico orang yang sangat perfeksionis dan pekerja keras. Banyak yang tidak tahan bekerja mengikuti ritmenya." Rina menjabarkan alasannya.
"Berbeda sekali ya dengan pak Budi. Dulu Laura, bekerja sebagai sekertaris pak Budi tiga tahun lebih," kata Mery.
"Dan Laura langsung berhenti bekerja, begitu pak Nico dua minggu menjabat sebagai CEO," timpal Indah.
Ella menyebutkan nama-nama sekertaris Nico selama ini, "Laura, Puji, Maya, Lintang, Betta. Semua sekertaris tidak ada yang sanggup bekerja lebih dari sebulan."
Kemudian Rina berdehem kecil yang menandakan, bahwa semua orang di ruangan HRD harus mendengarkannya. Ella dan yang lain langsung menyimak apa yang akan dikatakan oleh Rina.
"Tadi saat rapat manager dengan pak Nico, kami juga telah membahas perihal sekertaris. Karena itu ...." Rina tampak ragu-ragu untuk mengatakannya. Lalu ia menatap ke Ella dan melanjutkan ucapannya, "Ella, kamu dipromosikan menjadi sekertaris pak Nico."
Ella langsung tersedak saat mendengar ucapan dari managernya barusan. Indah buru-buru mengambilkan air minum. Ella segera menyeruput air dalam gelas yang diberikan oleh Indah.
"Ella, selama tiga bulan ini, aku melihat kinerjamu cukup bagus. Kamu juga sosok yang pekerja keras. Tadi kami telah mendiskusikannya, dan mereka semua juga berpikir kalau kamu cocok di posisi itu."
"Mohon maaf sebelumnya, Bu. Apakah saya boleh menolak tawaran ini?" tanya Ella.
Rina menggeleng. "Itu sudah diputuskan dalam rapat."
Ella sangat kesal mendengar ucapan dari Rina barusan. Melihat wajah Ella yang cemberut, Rina mencoba merayunya.
"Tolonglah Ella. Kamu tahu sendiri bagaimana kita sudah berkali-kali mencari sekertaris selama ini? Kamu coba dahulu ya tawaran ini," pinta Rina dengan wajah yang sengaja dibuat memelas.
Indah juga mencoba merayu rekan kerjanya itu. "Ella, kamu jangan marah. Kamu tahu sendiri bagaimana sulitnya mencari kandidat sekertaris. Sudah tiga bulan ini kita disibukkan dengan terus menerus mencari sekertaris. Pekerjaan HRD itu sangat banyak, dan mencari sekertaris itu cukup menyita waktu kita."
"Benar Ella, cobalah dahulu. Kalau kamu menjadi sekertaris, berarti kamu mendapatkan promosi. Ada banyak benefit yang akan kamu terima, apabila kamu menjadi sekertaris," timpal Mery.
"Benar-benar. Kamu akan mendapatkan kenaikan gaji, tunjangan-tunjangan dan bonus yang akan kamu dapatkan juga semakin besar," kata Indah yang mencoba untuk menyemangati Ella agar ia mau.
Lalu Rina mendekati Ella dan berujar, "Cobalah untuk menjadi sekertaris pengganti dulu. Kami nanti juga akan mencari kandidat sekertaris lagi."
Ella menghela napas. Ia mengeluh dalam hati, "Oh tidak! Ke manapun aku menghindarinya, aku akan tetap bertemu dengan Nico. Aku sudah jauh-jauh pergi ke Surabaya, eh malahan aku sekarang ini bekerja di perusahaannya. Aku sudah mencoba datang ke kantor pagi-pagi, tetap saja bertemu dengan Nico di lift. Dan sekarang, aku malahan ditunjuk menjadi sekertaris Nico."
Melihat Ella yang masih terdiam, Rina memberi waktu kepadanya untuk lebih banyak berpikir. Ella menimbang-nimbang pekerjaan barunya itu. Di saat seperti ini, ia membutuhkan sosok Vita. Namun ia sedang bertengkar dengannya. Ini saat yang belum tepat untuk bisa berdiskusi dengan Vita.
"Apa aku terima saja ya tawaran ini? Tidak ada salahnya aku mencoba dulu. Toh hanya sebatas sekertaris pengganti," batin Ella. Tapi kemudian ia berpikir, "Bagaimana kalau mereka tidak segera menemukan sekertaris baru? Masa aku akan selamanya menjadi sekertaris Nico?"
Ella kembali berpikir, "Apabila mereka tidak bisa menemukan sekertaris baru, aku juga masih bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Sekarang aku sudah memiliki pengalaman kerja, kurasa lebih mudah bagiku untuk mencari pekerjaan baru."
Lalu ia menyeruput air minumnya dan berguman dengan dirinya sendiri, "Kurasa pengalaman kerja menjadi sekertaris juga bisa membuat curriculum vitaeku tampak lebih baik. Apalagi aku juga pernah berbohong pada ibuku kalau aku mendapatkan gaji tinggi disini. Dengan memiliki gaji yang lebih tinggi, aku bisa pindah kos yang lebih baik, juga bisa makan enak tiga kali sehari. Sepertinya tidak ada salahnya untuk kucoba."
Akhirnya Ella menyetujui tawaran untuk menjadi sekertaris CEO. Dan mulai minggu depan, Ella akan langsung bekerja sebagai sekertaris.
--o0o--
Seminggu kemudian, Ella memasuki ruangan CEO bersama dengan Rina. Jantung Ella berdebar sangat kencang tatkala ia bertatapan muka langsung dengan Nico. Kemudian Rina mengenalkan tugas-tugas sekertaris, dan menunjukkan meja kerja Ella yang hanya berjarak beberapa meter dari meja kerja Nico.
Ella bertanya kepada Rina, "Bukannya CEO itu seharusnya memiliki ruangan tersendiri? Kenapa ini jadi satu dengan sekertarisnya?"
"Pak Nico ingin segalanya dapat terdokumentasi dengan cepat. Beliau berharap, dengan sekertaris yang satu ruangan dengannya, akan membuatnya lebih efisien dalam bekerja," jawab Rina.
Lalu Rina menunjukkan kepada Ella, ruangan kecil yang ada di depan ruangan CEO. "Ini adalah ruangan sekertaris. Kamu bisa berada di sana, apabila pak Nico menyuruhmu karena beliau membutuhkan privasi lebih."
Ella tertegun. Berarti ia akan setiap hari bertatapan muka dengan Nico? Ella berharap ia bisa segera mendapat panggilan pekerjaan di tempat lain.
Kemudian Rina memberikan sebuah ponsel kepada Ella. Ia berkata bahwa selama bekerja, Nico melarang sekertarisnya untuk membawa ponsel pribadi. Sekertaris hanya boleh memakai ponsel kantor selama bekerja.
"Apa? Tidak boleh membawa ponsel pribadi? Lalu bagaimana semisal ada panggilan pekerjaan dari tempat lain untukku?" batin Ella.
Setelah itu, Rina menyuruh Ella untuk segera bekerja. Ia tahu bahwa CEOnya itu tidak suka menunggu terlalu lama.
Ella duduk dengan lemas di kursi sekertaris. Ia hanya berjarak sekitar tiga meter saja dari Nico. Ia menatap ke arah Nico yang tampak sibuk sekali. Entah menerima panggilan telepon, memeriksa berbagai laporan, dan bekerja di depan komputernya.
Ella mengingat-ingat sosok Nico saat di SMA. Nico dikenal sebagai anak yang cerdas, perfeksionis dan cekatan. Ella pernah satu kelompok untuk membuat makalah bersama dengan Nico. Pria itu benar-benar mengerjakannya dengan serius. Ia membaca dengan seksama segala buku, mencari berbagai sumber di internet, sampai berdiskusi dengan guru dan kakak kelas yang lebih senior hanya untuk menyelesaikan sebuah makalah.
"Ella, kamu jangan diam saja. Segera catat kalau besok Senin pukul 11 siang, saya ada pertemuan dengan pak Rudi di kantor," kata Nico yang membuyarkan lamunannya.
Ella terkejut dan buru-buru mencatat apa yang dikatakan Nico. Setelah itu, Ella kembali berpikir, "Apakah aku bekerja buruk saja ya, supaya tidak lagi menjadi sekertaris Nico? Ah tidak! Hal itu sangat beresiko. Apabila aku sampai melakukannya, hal itu malah menjadi nilai buruk bagi performa kerjaku."
Kemudian ia melanjutkan pemikirannya, "Lebih baik aku bekerja dengan baik, sambil menunggu panggilan kerja di tempat lain. Jadi aku resign bekerja karena keinginanku sendiri, bukan karena dikeluarkan."
Saat jam istirahat, Ella membuka ponsel pribadinya. Ada panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak ia kenal. Lalu Ella mencoba melacak nomor itu. Dan setelah mencari tahu, ternyata itu adalah nomor telepon, dari salah satu perusahaan yang pernah ia lamar.
Diam-diam, Ella mencoba menelepon balik. Dan seperti yang diduga, ia mendapat undangan psikotest besok, pada pukul sembilan pagi.
Keesokan harinya, Ella meminta izin untuk tidak bekerja karena sakit. Pagi-pagi benar, ia sudah berangkat ke lokasi psikotest.
Dalam hati ia mengeluh, "Kenapa perusahaan ini bisa-bisanya mengadakan psikotest di gedung yang sama dengan kantorku?"
Lalu ia melanjutkan, "Padahal aku sudah berhati-hati untuk memilih perusahaan yang berlokasi jauh dari Good Luck Food. Namun ternyata, perusahaan yang kulamar juga memiliki kantor cabang di sini."
Ella akhirnya tiba. Ia menjadi kandidat yang pertama kali datang. Psikotest berlangsung selama hampir tiga jam. Dan sekitar pukul 12.00, seluruh rangkaian test telah selesai dilakukan.
"Akhirnya selesai juga. Semoga saat pulang nanti, aku tidak berpapasan dengan siapapun," batin Ella.
Namun harapan Ella tidak terwujud. Di dalam lift, ia berpapasan dengan Indah.
"Ella! Bukannya hari ini kamu izin tidak masuk karena sakit?" tanya Indah.
"Ssttt Indah, kamu jangan bicara keras-keras," bisik Ella.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" selidik Indah.
Akhirnya Ella memberi tahu rekannya itu, bahwa ia sedang melamar kerja di tempat lain. Namun Indah malahan meminta kompensasi untuk ditraktir makan, agar ia tidak membocorkan rahasia Ella.
Indah berkata, kalau Ella sampai bekerja di tempat lain, berarti ia harus mencari sekertaris pengganti. Dan apabila Ella melakukannya, berarti ia memberikan tambahan pekerjaan untuknya. Jadi Ella harus memberikan ganti rugi. Ella hendak protes, namun tidak bisa. Akhirnya, ia mentraktir Indah di sebuah restoran mahal.
Kemudian Ella mencari lowongan pekerjaan di tempat lain. Ia sangat berhati-hati menyelidiki lokasi perusahaan yang ia lamar. Dan lagi-lagi, ia tidak sengaja bertemu dengan rekan marketingnya di sana. Sama seperti indah, Ella terpaksa memberikan kompensasi. Sekali lagi ia mengeluarkan uang, untuk mentraktir makan di restoran mahal.
Ella merasa kesal sekali. Gaji sekertarisnya bulan ini belum turun, tapi ia sudah mengeluarkan banyak uang untuk mentraktir rekan-rekannya.
"Ada apa dengan semua ini? Kenapa sulit sekali mencari pekerjaan selain di Good Luck Food?" keluh Ella.
Lalu ia berpikir, "Untuk sementara waktu, lebih baik aku berhenti mencari pekerjaan baru."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
HNF G
definisi jodoh gak akan kemana, nikmatin aja ell🤭🤭🤭
2023-08-30
1
Nani Haryati
jgn2 itu kerjaan nya Nico... membuat Ella ga bisa kerja selain d kantor nya
2023-07-20
1