Sudah empat tahun Nia berkuliah di Surabaya. Dan selama itu pula, ia memperkenalkan dirinya sebagai Ella. Ia juga melakukan diet ketat supaya bisa langsing, mengganti kacamatanya dengan softlens, dan melakukan berbagai perawatan tubuh sehingga tampak lebih cantik.
Hidup yang ia dambakan sudah terwujud. Tidak ada yang mengenalinya sebagai Kurnia. Tidak ada yang merundungnya. Semua berjalan sesuai keinginannya.
Namun hidup yang damai dan seakan tidak ada masalah itu harus berakhir, ketika ia lulus kuliah dan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Sudah berbulan-bulan ia belum mendapatkan pekerjaan. Sudah belasan hingga puluhan lamaran pekerjaan yang ia daftar, namun belum ada satupun perusahaan yang menerimanya. Entah gagal pada tahap wawancara, maupun pada tahap psikotest. Bahkan ia juga pernah langsung gagal pada tahap seleksi berkas.
Drrt ... drrt ... ponsel Ella bergetar. Ada panggilan telepon dari mamanya. Saat ini, pertanyaan tentang pekerjaan, adalah hal yang paling menakutkan baginya.
"Halo Nia, apakah kamu sudah mendapat pekerjaan?"
"Ma- masih belum, Ma."
"Masih belum sampai sekarang? Kamu sudah empat bulan menganggur di Surabaya. Kenapa kamu tidak segera kembali saja ke Semarang untuk membantu mama?"
"Nia masih mencoba mencari, Ma."
"Mama harus bersabar padamu sampai berapa lama lagi Nia? Apa sebenarnya maumu? Sudah empat bulan tidak melakukan apa-apa, dan hanya mengandalkan uang dari orang tua saja. Mama sudah susah payah membiayai kuliahmu di Surabaya! Kamu sudah besar, sudah lulus kuliah, jangan semakin menambah beban pikiran mama!"
"Ma- maafkan Nia, Ma. Nia berjanji akan segera mendapatkan pekerjaan."
"Kamu sudah berjanji seperti itu sejak empat bulan yang lalu! Bulan ini adalah bulan terakhir mama mengirimkan uang untukmu! Segera pulang ke Semarang, atau kamu akan menjadi gelandangan di Surabaya!"
Begitu mamanya menutup telepon, Ella langsung duduk dengan lunglai di kasur. Perasaannya menjadi campur aduk. Ia mengerti mengapa mamanya marah.
Awalnya mama Ella bisa menerima penolakan anaknya itu untuk kembali ke Semarang. Ia berpikir, Ella akan mendapatkan pengalaman dari bekerja di kota lain. Namun saat Ella tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, ia mendesak Ella untuk segera pulang.
Mungkin Ella tampak egois untuk tetap bertahan di Surabaya. Namun pengalaman masa lalu masih membuatnya trauma untuk kembali. Apalagi ia juga menemukan info, kalau Gita berkuliah dan bekerja di Semarang. Sedangkan Nico memang berkuliah di Australia, namun papa Nico memiliki perusahaan di Semarang. Jadi bukan tidak mungkin, kalau Nicopun akan kembali ke Semarang.
Dan di saat Ella merasa terpuruk, tiba-tiba ada telepon dari Vita, sahabatnya. "Halo Nia, bagaimana kabarmu?"
"Halo Vit, kabarku ... baik-baik saja."
"Kamu benar baik-baik saja? Kamu kenapa? Apakah kamu habis menangis?"
Vita adalah teman Ella sejak kecil. Mereka selalu bersekolah di tempat yang sama semenjak SD sampai SMA. Walaupun tidak selalu berada di kelas yang sama, mereka tetap kompak satu sama lain. Vita juga paham, seperti apa temannya itu. Ia tahu, meskipun Ella berkata bahwa ia baik-baik saja, kondisi Ella pasti ada yang tidak beres.
"Apakah ada yang ingin kamu ceritakan kepadaku?" tanya Vita.
Kemudian Ella menangis dan berkata, "Mama marah kepadaku, karena sampai sekarang aku belum mendapatkan pekerjaan."
"Aku merasa tidak berguna dan merasa sangat bersalah. Aku bingung, apakah aku harus kembali ke Semarang, ataukah tetap bertahan di Surabaya?" lanjutnya sambil menyeka air matanya.
Vita menghibur Ella dan berusaha menyemangatinya. "Bagaimana dengan perusahaan makanan yang kamu daftar sebelumnya? Apakah sudah ada panggilan?"
Ella menghembuskan nafas panjang dan berujar, "Sepertinya aku tidak diterima, Vit. Masih belum ada kabar sejak terakhir kali aku psikotest di sana. Semisal aku lulus, masih akan ada panggilan untuk wawancara. Dan aku belum pernah sekalipun berhasil di tahap itu.
"Jangan putus asa begitu Nia. Ini baru tiga hari sejak terakhir kamu psikotest. Kamu harus percaya, kalau kamu akan mendapat pekerjaan."
"Aku takut akan kecewa seperti sebelumnya."
"Hei Nia, kenapa kamu pesimis sekali? Dengar ya, daripada kamu terus berpikir dengan kata-kata mamamu, lebih baik kamu berlatih untuk wawancara dari sekarang! Bangun keoptimisanmu, supaya kamu bisa lulus tahapan wawancara, karena kamu percaya diri."
Mendengar kata-kata dari Vita, Ella kembali bersemangat. Ia selalu merasa lebih baik saat bercerita dengan sahabatnya itu.
Ella dan Vita adalah dua sahabat yang memiliki karakter berbeda. Namun mereka sama-sama mengalami perundungan saat SMA. Tubuh mereka sama-sama gemuk, yang membuatnya menjadi sasaran perundungan. Namun berbeda dengan Ella yang menjadi malu, Vita tetap percaya diri walaupun dipanggil dengan berbagai macam julukan yang tidak pantas.
Kemudian Ella menanyakan kabar sahabatnya itu. Sebelumnya Vita sempat bercerita, bahwa ia sedang menjalani koas kedokteran. Dan sekarang ia ditempatkan di salah satu rumah sakit swasta di Semarang. Vita bercerita dengan penuh semangat, karena hari ini ia bertemu dengan seorang dokter muda yang tampan.
"Apakah kamu tahu? Setelah melihat wajah dokter tampan itu, aku langsung refleks melihat jari tangannya. Dan syukurlah, tidak ada cincin yang melingkar di jari manisnya. Artinya, aku masih ada kesempatan. Hihihi."
Ella ikut tertawa dan menggoda Vita, "Hei, belum menikah itu bukan berarti ia belum mempunyai kekasih. Bisa saja ia melepas cincinnya selama di rumah sakit, supaya tidak hilang."
Vita pura-pura kesal dan berkata, "Aduh Nia, kenapa kamu selalu saja pesimis?"
Lalu ia melanjutkan kata-katanya dengan penuh semangat, "Baiklah, aku akan mencari tahu informasi lebih lanjut tentang dokter jaga itu."
Nia tertawa mendengar kata-kata dari Vita. Ia sangat senang berbincang-bincang dengannya. Berbicara dengan Vita dapat menularkan semangat untuk tetap optimis. Kesedihan Ellapun lenyap, dan dia menjadi bersemangat untuk menjalani kehidupannya.
Dua hari kemudian, Ella mendapatkan panggilan wawancara di perusahaan makanan tersebut. Proses wawancara berjalan dengan lancar. Ella akhirnya diterima untuk bekerja sebagai staf HRD di sana. Ella senang, karena akhirnya ia mendapatkan pekerjaan. Iapun segera menelepon mamanya.
"Halo Ma, Nia sudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan makanan."
"Oh ya? Selamat ya Nia, mama ikut senang," kata Mama Nia di seberang sana.
Kemudian mama Nia menanyakan hal yang tidak ia sangka, "Berapa gaji yang kamu dapatkan di sana?"
DEG .... Ella terdiam sesaat. Karena begitu inginnya ia mendapatkan pekerjaan, maka ia tidak meminta gaji tinggi. Berapapun gaji yang akan diberikan, ia menerimanya. Ella tidak mungkin berkata dengan jujur, bahwa ia mendapatkan gaji sedikit di bawah UMR. Bisa jadi, mamanya akan memaksanya kembali ke Semarang.
"Gajinya lumayan kok, Ma. Lebih tinggi dari UMR. Bahkan lebih untuk kebutuhan bulanan Nia di Surabaya," ucap Ella.
"Baguslah Nia kalau begitu. Kapan kamu mulai bekerja?"
"Mulai minggu depan, Ma."
"Baiklah. Selamat bekerja ya, Nak."
"Iya, Ma. Terima kasih."
Nia menutup teleponnya dengan hati yang berat. Ia telah berbohong dengan mamanya. Kemudian Nia menghitung-hitung, dengan gaji yang didapatkannya, mustahil untuk dia dapat bertahan dengan fasilitas seperti sekarang ini.
Iapun berencana untuk pindah ke kos yang lebih murah dan dekat dengan kantornya, untuk menghemat biaya akomodasi. Selain itu dia akan berhemat, belajar memasak, dan hanya akan makan sehari dua kali saja. Ella terpaksa melakukannya, agar uangnya bisa cukup untuk bertahan hidup di Surabaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments