Bab 3 Pembatalan pernikahan

"Bisa lepaskan aku, ku mohon!" pinta Lexa. Wanita itu berusaha keras menarik lengannya, tapi pria tidak melepaskannya.

"Aku harus pergi dari sini, aku mohon. Aku harus segera pergi, atau tidak nyawaku akan melayang!" Ucapnya.

Entah mengapa pria itu tidak bicara sepatah katapun, Lexa melihatnya dengan seksama, dari sorot matanya ia seperti mengenalnya. Tapi siapa ia masih enggan berpikir.

"Ikutlah bersama ku!" Ajaknya dengan menarik tangan Lexa, wanita itu mengikutinya. Sampai pada sebuah mobil mereka masuki.

"Aku akan mengantarmu!" lagi, ucapnya. Hati Alexa tidak gelisah kembali, setidaknya ia bisa memintanya untuk mengantarkan pulang dengan selamat.

Saat di dalam mobil, pria itu tidak banyak bicara. Alexa memperhatikan struktur wajahnya. 'Kenapa orang ini mirip dengan pria yang menyekap-ku? Apa itu dia?' pikirnya, masih bertanya dalam hati.

Ia menoleh, dan bertanya pada Lexa, "Apa yang kau lihat? Kamu tenang saja, aku bukan pria jahat, kamu kamu kemana ? Aku akan mengantarmu!"

Dia mendengar suara itu dengan seksama, dan benar, semuanya sama, dari suara postur wajah hampir mirip dengan pria tadi.

Alexa sedikit bergidik, tubuhnya ia himpitkan ke pintu, membuat lelaki itu merasa aneh. "Apa yang kau lakukan? Sudah ku bilang aku akan mengantarkan kamu, kelihatannya kau sedang tidka baik. Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Sudah, kau jangan berbohong! Kau pikir aku bodoh apa dengan penyamaran mu itu? Hah? Bukannya kamu pria yang telah menodai ku? Kamu menyekap-ku tanpa belas kasihan!" tuduhnya.

Dia menunjukkan nama dadanya yang berada lekat dengan dada di kemeja. 'Marco R.' Lexa mengeja dal hati setelah mengeja nama itu.

Wanita ini menggeleng tidak percaya. "Aku tidak percaya! Kamu adalah pria yang sama ! Kamu yang merenggut mahkotaku! Kau jahat!" Lexa mendorong tubuh Marco hingga ia kehilangan keseimbangannya.

Mobilnya berjalan tidak stabil, hingga pada akhirnya ia harus menabrakkan saja mobil itu ke bahu jalan.

Bug!

"Aduh sakit!" Lexa menekan kening yang baru terbentur kaca mobil depan. Sedikit luka dan mengeluarkan darah.

Pria yang bernama Marco melihatnya dengan iba, ia terlihat sibuk entri sesuatu, di baik box-nya yang tersimpan di bawah kemudi.

'Dia sibuk nyari apa sih?' gumam Lexa, memperhatikan Marco. Setelah menemukan barang yang di cari, ia ambil dan membukanya, sebuah kotak yang berisi obat-obatan. Ia ambil plester dan obt pengering luka.

"Sini jidatmu!" suruhnya dengan mendorong kepalanya maju kearah Marco. Lexa nurut saja meski sedikit takut.

Luka itu dibersihkan dengan alkohol, lalu di beri obat pengering, dan selanjutnya di plester. Lexa tertegun dan gemetar melihatnya. Padahal ia tidak pernah se-nerfes ini dekat cowok.

'Saat aku bersama Sean, aku tidak pernah merasakan hal demikian. Ada apa dengan ku?' tanya Lexa pada dirinya sendiri.

"Udah selesai! Kenapa kamu? Masih gak percaya? Padaku? Memangnya siapa yang kamu maksud? Apa kamu habis lari dari seseorang penjahat?" tanya Marco serius.

Lexa berpikir, tidak mungkin jika Marco ini adalah pria tadi. Karena dia lebih baik dari si brengsek perebut kesuciannya itu.

Lexa diam dan tidak berani berkata-kata lagi, air matanya mengalir begitu saja melewati celah

Pipi.

Marco membantu menyeka air mata wanita ini. "Sudah jangan cengeng, aku akan antar kamu pulang!"

Tidak menunggu Lexa menjawab, mobil Marco kembali berjalan. Alexa masih sesenggukan memikirkan apa yang akan tejadi pada dunia nya setelah ini.

"Turunkan aku di tikungan jalan itu!" Ucapnya kemudian setelah berlama-lama hening.

Mobil yang tidak mahal dan tidak terlalu murah itu menepi. "Benar mau turun disini ?"

Lexa menganggukkan kepala, ia turun di bantu Marco membuka pintu mobilnya. Ia turun, dan mengucapkan terimakasih.

Entah pandangannya kenapa pandangannya berubah putih, matanya berkunang-kunang, tubuhnya melemas, seketika ia terpejam dan tidak ingat apapun lagi.

Beberapa waktu berlalu, Lexa sadar dari pingsannya. Melihat sekelilingnya, dari seluruh sudut ruangan, ia baru ingat jika ia berada dia dalam kamarnya. "Astaga. Siapa yang membawa aku kemari?" Ia segera bangun dari tidurnya. Melihat Marco, pria yang mengantarkannya tadi.

Lexa terkejut, ternyata pria itu belum pergi juga darinya. "Kenapa kau bisa disini? Bukannya tadi aku hanya minta kau mengantar aku sampai depan komplek saja?"

Marco mendengus kesal, nafasnya panjang. "Bagaimana mungkin aku meninggalkan kamu dalam keadaan mu yang seperti ini? Terpaksa aku mengajak tetaggamu membantu membawamu masuk kerumah. Dan membantu menyadarkan kamu, sebelum itu baru saja mereka pulang, dan menyuruhku menjagamu."

Lexa tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas kebaikan nya, ia menganggap pria itu berbeda dengan pria yang sebelumnya menyekapnya. Namun ia tidak 100% percaya sepenuhnya.

"Terimakasih!" ucapnya masih dalam nada sengau.

Marco tertawa geli. "Kalau kau gak ikhlas, gak usah bicara, sepertinya kamu sudah membaik, ini aku belikan nasi bungkus buat pengganjal perutmu!" Dengan menyodorkan satu bungkus nasi dalam kertas minyak padanya. Lexa mengangguk.

Lagi pria itu memberikan kartu nama padanya. "Kalau kamu butuh aku, kamu bisa hubungi aku di nomer telepon itu, atau bisa datang ke alamat rumahku!"

Lexa berpikir, kenapa aku butuh dia? rasanya tidak perlu. Tapi namanya wanita, pasti akan sangat terbantu jika ada seorang pria yang menjaganya. Apa lagi, ia akan memutuskan hubungan sepihak dengan Sean.

Marco pergi setelah berpamitan, dan Lexa dirumah itu sendiri. Dia hanya tinggal sendiri setelah lepas dari rumah panti. Ia memutuskan untuk hidup mandiri, dan berjuang mencari kehidupannya.

Benda pipih yang berada di dalam tas berdering, buru-buru ia melihat dan mengangkatnya. "Sean?" ucapnya lirih setelah membaca kontak pemanggil.

Lexa bingung, apa dia harus mengangkat panggilan tersebut? tapi, karena ras rindunya ia akan mengangkat panggilan darinya..

[" Halo Sean?" ] sapanya mula-mula.

[ "Halo Sayang, apa yang terjadi padamu? Kenapa dua hari ini kamu tidak dapat dihubungi? Bahkan rumahmu kosong, sebenarnya kamu kemana?

Jangan kamu buat aku gelisah karena kamu tidak ada kabar, aku kira kau bakal lari dari pernikahan kita," ] ucap Sean, dari nada suaranya dia amat mencemaskan calon istrinya tersebut.

Tidak ada suara sahutan dari Lexa, apa yang harus ia katakan pada Sean. Sebaiknya ia harus bertemu dengan pria itu sekarang juga, untuk membicarakan perihal pembatalan pernikahan nya ini.

[ "Sean, aku ingin bertemu denganmu sekarang!" ] pintanya.

[ "Baiklah, aku akan menjemputmu! Kita pergi ke tempat biasanya ya?" ] jawabnya dari seberang telepon.

Setelah tiga puluh menit lamanya, terdengar motor Sean berhenti di depan rumahnya. Lexa bersiap untuk keluar, dan menyiapkan hati dan pikirannya untuk mengatakan pernyataan yang amat berat ini.

"Sayang, kamu tampak pucat? Kamu sakit?" Ucapnya dengan mencium pipi kekasihnya itu.

Lexa menghindarinya, ia terlihat menjauhi Sean, secara perlahan. "Yuk Sean, kita berangkat!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!