Sean meletakkan telapak tangan di kening Lexa, wanita itu diam saja, atas perlakuan Sean. "Aku tidak sakit, jadi tidak perlu khawatir." ucapan Lexa sedikit ketus.
Sean merasa aneh, tidak biasanya kekasihnya itu bicara seperti ini padanya. "Ada apa dengan kamu Lexa? Tidak biasanya kamu bicara kasar padaku?" tanya Sean, dengan memberikan helm untuk wanita di belakang.
Lexa memakainya, dan menaiki motor Sean, duduk tepat di belakang. Dengan perasaan sedih. Banyak pertanyaan melingkupi pikiran.
"Kenapa kau tidak bersuara Lexa? Apa aku salah padamu? Kalau ada sesuatu, kamu bicara saja padaku, aku kan sebentar lagi jadi suami kamu."
Alexa tidak kunjung menjawab, hingga motor itu berhenti saja di tengah jalan, ia menepikan motornya, dan berhenti disana. Sean tidak tenang dengan perubahan sikap wanita itu.
Lexa ikut turun, dan duduk-duduk dikursi dekat jalan. Ia menundukkan kepala, nafasnya berat, ingin mengucapkan kata tapi sulit ia membuka mulut.
Sean melihat wajah Lexa yang tertunduk lesu. "Sekarang, coba katakan apa yang terjadi padamu, bercerita-lah padaku, Sayang. Sungguh, kediaman mu ini membuat hatiku gelisah, bahkan aku takut akan sesuatu yang terjadi pada hubungan kita."
"Sean,-" ucapnya lirih, ia berhenti bersuara setelah menarik nafas panjangnya.
"Ya, Sayang?" jawabnya dengan memperhatikan gerak bibirnya.
"Aku ingin membatalkan pernikahan kita." Ucapnya tertahan.
Sementara Sean terkejut akan ucapan Lexa baru saja, bahkan ia sempat menilai jika wanita itu hanya bercanda. "Kamu jangan bergurau, Sayang. Hari pernikahan kita hanya tinggal 7 hari lagi. Dan aku tidak ingin kau berkata seperti itu, jangan bercanda pada hari-hari sakral kita nanti. Pamali kata orang tua."
Lexa berdiri dan kembali berkata, namun tidak mampu menatap wajah Sean, pria yang teramat ia cinta itu. "Aku berkata jujur Sean! Aku ingin mengakhiri hubungan kita. Tinggalkan aku, dan lupakan hubungan kita!"
Bagai disambar petir, Sean luruh, kebahagiaan yang sudah ia rangkai bersama Lexa pupus saat mendengarkan ucapan Lexa. Ia berdiri dan memeluk tubuh Lexa yang tak menghadap ke arahnya. "Pandangi aku Lexa, aku mencintaimu, apa kau lupa dengan kebahagiaan yang selama ini kita rajut bersama? Susah senang kita alami berdua. Lalu, secepat inikah kamu akan melupakannya? Kau jangan permainkan perasaanku Lexa."
Alexa terdiam merasakan pelukan hangat Sean di belakang tubuhnya, kepala pria itu menyandar di bahu. Hatinya sakit, jika sampai kehilangan kekasihnya. Tapi dirinya sudah kotor, ia tidak mau Sean kecewa karenanya. "Lepaskan aku, Sean! Aku sudah mempunyai kekasih lain. Dan maafkan aku, karena tidak lagi mencintaimu."
Secepat kilat ia melepaskan dekapannya. Lalu menampar pipinya. Emosi Sean sudah tidak bisa ditahan. "Apa kamu bilang? Semudah itu kau ucapkan kata itu? Bukannya kemarin baru kau bilang, kau sangat mencintaiku dan tidak ingin aku pergi? Kamu kejam Lexa!"
Lexa menyeka air matanya tanpa Sean tahu. "Aku tidak ingin berdebat, aku sudah punya pria lain. Aku sudah bosan padamu, batalkan pernikahan kita!"
Sean sudah tidak tahan mendengar semua ucapan Lexa, ia pergi menaiki motor dan pergi meninggalkan Lexa sendiri.
Sementara pria suruhan Dania merekam satu video yang baru ia lihatnya. Dan segera mengirimkan ke kontak sahabat Lexa. "Pasti Dania senang melihatnya, dan segera mentransfer uangnya."
Ia masih disana melihat Lexa terduduk lesu di tanah beralas rumput, wanita itu menangis karena drama cintanya kandas. Meski pria bayaran, dia juga punya perasaan. Ada rasa iba pada Lexa, wanita itu terisak-isak dan berteriak keras. Menatap langit yang terlihat mendung. Bintang atau bulan sudah tertutup awan, makin lama makin gelap, kilat-kilat petir membela angkasa. Walau begitu suara gemuruhnya tak mampu membuat Lexa beranjak dari sana.
Rintik hujan mulai berjatuhan dari langit, makin lama makin deras, hujan disertai angin mampu menggoyangkan pohon-pohon disekitar Lexa.
Tubuh wanita itu basah kuyup, ia tidak bergerak hanya menunduk dan menangis. Tidak tahu bagaimana kelanjutan hidupnya setelah ini.
Seseorang menghalau jatuhnya hujan ke tubuh Lexa. Wanita itu mengangkat kepala, dan melihat ke atas langit. Sebuah payung menghalangi jatuhnya air. Seorang pria tengah berdiri di sana dengan mengulurkan tangan. "Berdirilah, kau bisa sakit karena air hujan. Sampai kapan kamu duduk disini bermain hujan- hujanan?"
Lexa menghela nafas kasar. "Bagaimana ia bisa berkata aku sedang asik main air hujan? Kalau hujan ini tidak menyembunyikan air mataku, pasti ia mengerti, jika aku sedang menangis."
Lexa melihat wajah pria yang berdiri dihadapannya, saat tidak terhalau payung, ia bisa melihatnya dengan jelas. "Marco? Itukah kamu?" Dengan sekali lagi memperjelas pandangannya.
Ia tersenyum dan menarik tangan Lexa hingga tubuhnya berdiri sejajar dengannya. Ia menarik lengannya dan mengajak masuk mobil.
Marco melempar handuk pendek ke wajahnya. Lexa menarik handuk yang menghalangi pandangannya. "Asem benar sih orang ini!" umpatnya. Sedikit melupakan sedih kehilangan Sean selamanya.
"Ngapain main hujan malam-malam? Pengen mengenang masa kecil maksudnya?" Dengan fokus memegang kemudi, ia bertanya sesekali melirik Lexa, yang sibuk mengeringkan rambut dengan handuk tadi.
Wajah Lexa muram, melihat Marco. Dia kesal melihatnya, Namun juga ingin tertawa. Pria ini seperti jin yang datang di saat ia butuh bantuannya, bedanya hanya ia tidak perlu menggosok permukaannya untuk mengeluarkan ia dari dalam botol. "Kamu tidak perlu bercanda, Karena aku sudah tertawa dulu setelah melihat mu, tanpa kamu bicara. Aku tidak main hujan-hujanan, aku sedang sedih, baru putus dengan kekasihku."
"Oh," ucapnya. Ia membulatkan mulutnya menyerupai huruf o.
'Padahal putus itu kan berita besar, ini anak cuma merespon o gitu aja. Apa maksudnya coba?' sungut Lexa dalam hati.
Marco menambah kecepatan laju mobil, Lexa melotot, ia hanya memberi pesan tersemat dari gerak matanya. "Jangan cepat-cepat! Mau potong usia?"
Mobil menepi di sebuah taman dekat kota, di tempat itu kering, hujan tidak berjatuhan disana. "Coba kita turun kesana, siapa tahu kau bisa sedikit tenang."
Alexa mengikuti Marco turun, berjalan memasuki taman kota yang tampak ramai. Mereka duduk-duduk dikursi panjang yang sudah disediakan disana.
Saat duduk bersama, Lexa mengambil ponselnya. Marco bingung karena wanita itu menarik kepalanya agar lebih mendekat wajahnya. Sebuah kamera dihadapan ke wajah mereka. Hingga terlihatlah keduanya saling berdekatan. "Senyum!" titahnya, menahan bibirnya yang sudah melebar.
Pria itu terpaksa melirik ke arah layar ponsel, dan melihat wajah mereka. Setelah kegiatan aneh itu selesai, Marco mengembalikan posisi kepalanya.
"Kamu kurang kerjaan, kamu gak waras ya?"
Wanita yang masih dirundung sedih itu membagikan hasil gambar-gambar ke kontak Sean. Memberi caption 'Ini kekasih baruku Sean'. Setelah berhasil, Lexa menunggu pria itu membukanya. Ketar ketir menunggu, setelah lima menit lamanya baru pesan yang ia kirim ke aplikasi berwarna hijau itu terbuka, dari tanda centang dua berwarna hijau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments