"Sekarang kita pulang kerumah." ucap Emir
"Tidak, kita kerumah sakit," tolak Mutia
"Kau harus tau, aku tidak suka dibantah," ucap Emir penuh penekanan.
"AKu ingin menemui Mama" ucap Mutia lagi dengan santai.
"Apa urusannya dengan ku?" dengus Emir dengan wajah kesal
"Karena kau menantunya, dan kau juga udah janji tuan sombong," ejek Mutia lagi
"Kau!!!" Emir menggeram kesal.
"Mama akan dioperasi besok, aku mau kau menemuinya."
"Bagaimana jika aku tidak mau," ucap Emir dengan gaya pongah
"Kita cerai," ancam Mutia
"Kau yakin?" tantang Emir lagi,
"Bagaimana dengan pengobatan ibumu," ejeknya
"Aku bisa mencari hutang atau bisa juga dengan cara lain, dan itu bukan urusanmu. Tapi kau!" ucap Mutia dengan lantang sambil menatap dengan tatapan sinis dan mengejek.
"Kau tidak akan mendapatkan harta warisan itu," lanjut Mutia dengan senyum meremehkannya.
"Kau mengancam ku?" geram Emir
"Tidak, aku hanya mengatakan yang sebenarnya.". lanjut Mutia masih dengan gaya angkuhnya.
"Aku tidak peduli," jawab pria itu membuang muka, sungguh dia sangat kesal dengan wanita di depannya ini, perempuan jutek, ketus dan menyebalkan. Dan sialnya kini menjadi istri nya.
"Bagaimana?" tantang Mutia
"Ok, kali ini aku ikut dengan mu, bukan karena aku takut ancaman mu tapi aku melakukan ini sebatas rasa kemanusiaan, kasihan sekali ibumu, memiliki anak yang tidak berhati seperti mu."
"Apa maksudmu?" ucap Mutia tak terima, dia menatap tajam dan penuh amarah.
Emir menaikkan sebelah sudut bibirnya, "Aku kenal betul trik murahan seperti itu ini, apa kau pikir aku akan penasaran? terpesona? kau salah nona. Asal kau tau aku tidak akan pernah tertarik dengan mu," ejek Al tepat di depan wajah Mutia
"Baguslah, aku juga tidak tertarik, asal kau tau pacarku lebih segalanya darimu," ucap Mutia
"Hahaha, apa kau yakin?"
"Tentu saja aku yakin, sudah cepat ikut dengan ku sekarang atau kita ke rumah mu dan aku katakan pada nenek."
Setelah bicara Mutia berdiri, dengan cepat dirinya berbalik. Menyembunyikan rasa gigup dan gemetaran.
Ini pertama kali dalam hidupnya bicara selantam itu, mengatakan punya pacar yang lebih segalanya, hahaha di dalam hatinya dia tertawa getir, "Pacar darimana? teman pria aja aku nggak punya," ucapnya dalam hati.
'Tapi pria sok ganteng itu memang harus diberi pelajaran, agar tidak seenaknya.' batin Mutia.
Emir berdiri dan berjalan dibelakang Mutia yang tersenyum lebar, "Aku tidak akan kalah karena aku tidak mudah ditindas," ucapnya dalam hati.
Mereka berjalan keluar, menuju parkiran, seketika mata Mutia terbuka lebar, pria itu tidak menggunakan mobil mewah, dia hanya menggunakan motor sport.
"Untung tadi aku nggak pake gaun, gila dia naik motor," ucap Mutia
"Kenapa? kaget lihat cowok naik motor?" ejek Emir
"Enggak, motor Lo bagus, lainkali kita bisa balapan?"
"Balapan?"
"Iya, kenapa? Lo kaget?" ejek Mutia
Gadis itu kembali tersenyum remeh, "Biasa aja kali, buruan naik. Atau lo mau gue yang bonceng?"
"Berisik!" sahut Emir. Dia segera naik keatas motor, diikuti oleh Mutia.
Jangan harap ada adegan romantis sicoeok memasangkan helm kepada si gadis, itu hanya ada dalam sinetron atau kisah novel romantis.
Emir langsung melajukannya kencang, membelah jalanan, sengaja ngebut untuk menakuti gadis sombong di belakangnya.
Lima belas menit kemudian mereka tiba di rumah sakit. Emir memarkir Jan mototnya dan mereka berdua masuk ke dalam, menemui Liora.
"Setelah ibu Lo dioperasi, Lo harus patuh pada semua aturan gue, jika tidak gue akan bilang kita akan cerai dan nyokap Lo died." bisik Emir
Deg.....
jantung Mutia seakan berhenti berdetak mendengar ucapan suaminya itu, "ibu meninggal? tidak!!!!' batinnya
"Sial, pria ini tau kelemahan ku." batin Mutia lagi
"Hehehehe, aku tidak semudah itu kau taklukkan gadis bodoh, berani sekali kau mengancam ku, aku akan membuatmu menderita, tunggu saja.' ucapnya dalam hati.
***
Mereka masuk ke dalam rumah sakit bersamaan. Menuju lift dan naik ke lantai teratas.
"Apa kau tau, kakakku bekerja disini?" tanya Emir di dalam lift.
"Iya, aku tau. Dan rumah sakit ini milik keluargamu?" tebak Mutia.
"Kau benar," sahut Emir dengan sombongnya, terlihat jelas semua di wajah tampannya itu.
"Cih sombong sekali, menyesal aku mengatakan nya tadi, makin besar kepala saja dia." omel Mutia didalam hati.
"ingat janjimu," Mutia kembali mengingatkan Emir
"Cerewet!"
Mutia diam, dan kini mereka berada di depan pintu ruangan liora,
"Sore Tante," ucap Emir menyapa liora, bahkan pria itu tersenyum manis.
Mutia terkejut melihat perubahan sikap Emir, pria itu berubah hangat saat bicara dengan ibunya, berbeda saat bicara dengan nya.
Liora balas tersenyum hangat pada Emir, "Kalian dari mana?"
"Kami dari bawah Tante, begini Tan maksud kedatangan saya ke sini ingin berpamitan kepada tante. Kebetulan saya bertugas di Singapura selama 2 minggu, dan saya ingin membawa serta istri saya ke sana. Apakah tante mengizinkannya?"
"Pergi? keluar negeri? mengapa dia nggak bang tadi, ini tidak bisa dibiarkan, aku tidak mau," bantah Mutia di dalam hatinya.
"Boleh," sahut liora sebelum gadis itu membantahnya, tentu saja Mutia terkejut secepat itu ibunya percaya pada pria asing ini.
"Ma...." ucapnya dengan nada sedikit lebih tinggi.
Liora menatap putrinya Kemudian tersenyum hangat, hal itu tak luput dari pandangan Emir, diam-diam dia mencuri pandang.
"Sayang pergilah," ucap.liora terdengar lembut dan tulus,sangat tulus.
"Tapi Ma!"
"Ada Tante Susan yang akan jagain Mama, ada dokter Melia, ada perawat. Mama aman disini,"
"Tapi aku mau disamping Mama!"
"Tidak bisa, kau sudah menikah nak, suamimu lebih berhak atas mu daripada mama, lagipula operasi nya bukan dilakukan disini?"
"Bukan disini?' ulang Mutia membolakan matanya.
"Iya, bukan disini, di Amerika," sahut Emir. Dan liora tersenyum sambil mengangguk.
Mutia menatapnya tajam, "Mama Enggak apa-apa sayang, Mama pasti sembuh." lanjut liora.
Mutia membenamkan kepalanya di atas tubuh ibunya, dia menangis dan memeluk erat tubuh mamanya, menumpuk segala isi hatinya.
Tangan liora terangkat mengusap lembut kepala putrinya itu, "Mama pasti sembuh," bisiknya pelan.
"Mama janji?"
"Iya, Mama janji."
"Kalian bersiaplah, Mama mau istirahat besok pagi Mama juga akan terbang ke Amerika."
"Boleh aku mengantarkan Mama?"
"Tentu saja," sahut liora.
Emir hanya menonton drama live didepannya. Tak berniat mengganggu apalagi menimpali.
*
*
"Kau mau makan?" Emir menawari Mutia makanan, saat ini mere berada di kantin rumah sakit.
"Tidak, aku tidak lapar." sahut gadis itu ketus
"Baguslah, bagaimana kalau kita pulang saja," lanjut Emir
"Kemana?"
"Kerumah nenek," ucap pria itu
"Tapi,"
Emir melotot, dia benci kata tapi yang keluar dari mulut Mutia.
"Apa kau lupa, aku tidak suka di bantah." ucapnya kemudian berbalik dan berjalan lebih dulu dari istrinya.
"Aku kan lagi sedih, dasar cowok nggak peka." omel Mutia.
Dengan perasaan dongkol Mutia mengikuti langkah Emir keluar dari kantin menuju perkiraan.
Tidak ada lagi motor sport miliknya, karena kakaknya menyuruh Emir membawa pulang mobilnya, dan motor Emir sudah dibawa oleh kekasihnya, Dafa.
Mereka berada di parkiran, dan Mutia terkejut melihat mobil Emir, "Kemana motornya? apa dia sengaja mau pamer padaku?" monolog gadis itu dalam hati.
"Kenapa nggak pernah lihat mobil mewah?" sindir Emir. lagi dia meremehkan wanita itu.
"Sial, lagi dia menghinaku, apa dia pikir hanya dia yang bisa punya mobil sekeren ini, kampungan." ucapnya dalam hati
"Naik, tunggu apa lagi?" ucapan Emir mengangetkan Mutia, gadis itu membuka pintu dan duduk di belakang.
Emir berdecak kesal, "Kenapa kau duduk dibelakang? apa kau pikir aku supir pribadimu?" ucapnya lagi dengan ekspresi dingin.
"Tidak, maaf." ucap Mutia yang kembali turun dan masuk ke dalam lalu duduk di sebelahnya.
"Ehm,. boleh aku tanya sesuatu?" tanya Mutia
"Hemm..."
Mutia melirik pria yang di duduk di sebelahnya itu, menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya,
",Apa benar kita harus ke Singapura?"
"Untuk apalagi kau bertanya?"
"kau tidak bisa memutuskan seenaknya, sebelum bertanya dulu padaku, aku tidak bisa!" ucap Mutia tegas
"Bukan urusanku,"
"Emir!!!"
"Stop! aku benci cewek berisik, kau mau ikut atau tidak bukan urusanku, tapi jangan salahkan aku jika sampai ibumu tau dan dia ..."
Mutia terdiam, ancaman Emir tidak main-main.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments