Sebatas Nikah Kontrak

Sebatas Nikah Kontrak

Keinginan Mama

Di dalam pesawat seorang gadis duduk dengan gelisah, pasalnya dia baru saja mendapatkan kabar jika ibunya sakit keras. Jantung dan hipertensi nya kambuh. Gadis itu panik sejak kapan ibunya memiliki penyakit karena selama ini tidak pernah sekalipun dia mendengar ibunya mengeluhkan penyakitnya itu dan dia selalu melihat ibunya baik-baik saja.

Gadis cantik itu bernama Mutiara Bimantara, namun dia tidak mau menggunakan nama belakangnya.

Mutiara adalah seorang wanita cantik, mungil dan saat ini sedang coba membuka usaha sebuah butik kecil yang ada di luar negeri, dia juga pandai mendesain baju. Kesibukannya membuat gadis itu harus bolak balik keluar negeri bahkan dia lebih sering menetap di Paris.

Mutiara gadis yang rajin dan pekerja keras, dia tidak hentinya belajar dan terus belajar berharap suatu hari nanti dirinya akan menjadi seorang desainer terkenal.

Dan malam ini dia terbang dari Paris ke Indonesia demi ibunya.

Mutiara tidak memiliki saudara kandung, dia anak semata wayang Liora dan Agus Bimantara.

Sepanjang perjalanan Mutia tidak berhenti berdoa, memohon agar Allah segera menyembuhkan penyakit ibunya. karena dia tidak memiliki siapapun di dunia ini selain ibunya, ayahnya pergi entah kemana, dia sendiri tidak tau dan tidak pernah bertanya kepada ibunya.

Akhir nya dia tiba di tanah air. Pesawat mendarat dengan selamat, gadis itu turun dan Mutia setengah berlari keluar bandara.

Seorang gadis cantik sudah menunggunya, Devi adalah sepupu sekaligus orang kepercayaan ibunya.

Gadis itu melambaikan tangan dan Mutia segera berjalan kearahnya "Kenapa Lo nggak bilang kalau nyokap gue punya penyakit jantung?' kalimat berisi omelan yang diucapkan Mutia pertama kali pada sepupunya itu.

"Maaf kak, tapi bude nggak ngijinin aku untuk ngasih tau kakak,''

"Lantas lo ngikut begitu aja, dasar bodoh!" maki Mutia kesal,

"Maafin aku kak, tapi aku bisa apa? bude ngancam aku?" ucapnya lagi

"Bodoh, lihat akibat kebodohan mu, Mama dalam bahaya." ucap Mutia lagi sambil terus berjalan keluar bandara diikutinya oleh Devi dan seorang supir yang membawakan tasnya.

Mereka segera masuk ke dalam mobil. Sopir membawa mereka menuju rumah sakit, tak henti sepanjang perjalanan Mutia memarahi Devi, gadis itu hanya diam, sesekali menjawab dan meminta maaf.

"Mama..." Mutia memeluk tubuh ibunya yang masih terbaring dengan peralatan medis lengkap di tubuhnya.

Mutia menangis melihat tubuh ibunya yang tergeletak tak berdaya. Wanita pekerja keras dan selalu tampil sempurna itu kini terbaring tak berdaya di depannya.

"Ma...ini muti.. Ma, Mutia pulang." ucap gadis itu.

Perlahan mata itu terbuka, sayu dan nampak sangat lemah. Tapi sudah mampu membuat gadis itu tersenyum.

"Mama.." ucap Mutia dengan wajah berbinar, gadis itu menyeka air matanya dengan kasar.

Mutia bahagia ibunya membuka mata, itu artinya ibunya melihatnya.

"Tia..." panggil liora dengan suara lirih.

"Shuuuut, Mutia disini Ma, Mutia akan jaga Mama, Mama istirahat ya, biar cepat sembuh." ucap gadis itu tak lupa menghadiahi banyak ciuman di wajah ibunya.

Mutia sangat merindukan liora. "Tia..." lagi ibunya memanggil namanya. Kali ini terselip senyum tipis.

"Tia disini Ma, Mama istirahat saja." ucapnya lagi dengan senyum lebar.

Liora patuh, wanita itu kembali menutup matanya dan sepertinya dia tertidur.

"Sejak kapan Mama seperti ini?" tanyanya masih dengan nada dingin pada Devi.

"Tadi pagi kak, tiba-tiba bude jatuh sambil memegangi dadanya, dan langsung kami bawa kesini ."

Tak lagi bertanya, Mutia diam dan terus menatap wajah ibunya.

Mutia memilih duduk disebelah liora, dia terus mengusap wajah lembut itu, Mutia bisa melihat dengan jelas, wajah cantik ibunya yang mulai keriput dan pucat.

Tanpa sadar gadis itu ikut terlelap.

*

*

Pagi menjelang di tandai dengan suara burung-burung yang bernyanyi merdu.

Mutia terbangun dari tidurnya, dia bisa merasakan usapan hangat di kepalanya, gadis itu bangun dan mengangkat kepalanya diiringi senyum sumringah.

"Mama.." ucapnya penuh semangat.

"Tia, kapan kamu sampai nak?" tanya liora dengan wajah sedih

"Tadi malam Ma, Mama mau apa? biar Tia belikan, atau Mama mau Tia masakin apa?" lagi gadis itu coba tersemyum lebar.

Liora menggeleng, "Mama nggak mau itu, Mama cuma mau satu hal nak, kamu menikah." ucap liora

Tubuh Mutia seketika membeku, gadis itu terdiam beberapa saat sebelum akhir kembali bicara, "Aku pasti menikah Ma, tapi bukan sekarang." sahutnya lembut berharap ibunya mengerti.

Ini bukanlah pertama kalinya liora mempertanyakan hal itu dan seperti biasa, dia punya seribu alasan untuk membantahnya.

"Lalu kapan? usia kamu sudah nggak muda lagi Tia,"

"Ma, kita bahas ini nanti ya, sekarang kita fokus pada kesembuhan Mama." sahutnya.

Liora menggeleng, "Mama tidak bisa menunggu lama, usia Mama tidak akan lama lagi."

"Mama bicara apa sih, udah mendingan Mama istirahat aja." Mutia coba bernegosiasi

"Tia," panggil ibunya dengan nada serius, tangan lemah itu menggenggam tangan putrinya.

"Mama tau nak usia Mama tidak lama lagi, dan Mama hanya punya satu permintaan nak, kamu menikah."

Duar!!!?

Bagai tersambar petir mutiara mendengar nya.

"Menikah, " ulangnya pelan.

"Iya dan Mama sudah memilihkan pasangan untukmu, namanya-"

"Stop Ma, aku tidak mau menikah." ucapnya tetap ngeyel dengan nada sedikit lebih tinggi.

"Mama sudah memilihkan pria yang tepat untuk mu. Dan-"

setelah itu liora kembali memejamkan matanya.

Ma...mama....ma..." gadis itu berteriak, Devi dengan segera memanggil dokter.

"Silahkan tunggu diluar," ucap dokter padanya.

Mutia duduk termenung, lima menit kemudian dokter keluar dan bicara dengan Mutia.

"Untuk sementara biarkan pasien istirahat dan jangan buat dia berpikir keras,"

"Baik dok," sahut Mutia

"Kak, sebaiknya kakak pulang dulu atau kakak mau aku belikan makanan? kakak pasti lapar." ucap Devi

",Tidak, aku ingin menunggu Mama,"

"kak, bude Enggak apa-apa, gimana kalau kakak pulang aja dulu, nanti kembali lagi. Kakak juga butuh istirahat, biar aku yang jagain bude."

Mutia menyerah, dia berjalan keluar dan masuk ke dalam lift. Turun kelantai bawah, saat pintu terbuka karena terburu-buru seseorang tak sengaja menabraknya hingga mengotori pakaiannya. Gaunnya terkena tumpahan kopi.

"Maaf!" ucap pria itu berusaha mengelap tumpahan kopi di gaun Mutia

"Minggir, jangan menyentuh ku, " Mutia menolak

"Sekali lagi maaf,"

"Dasar bodoh," maki Mutia dan terdengar oleh pria tampan disamping nya itu, pria itu tersinggung.

"Hai kau memaki ku? bukankah aku sudah minta maaf?"

Mutia melirik dengan tatapan sinis, 'Apa maaf mu bisa mengembalikan gaunku? apa kau tau harga gaun ini?' ucapnya ketus dan melebarkan matanya.

Mutia tertawa sinis, "Aku yakin kau pasti tidak tau, sudahlah percuma bicara dengan mu," ucapnya lalu berjalan keluar.

"Gadis sombong," ucap pria itu.

**

Pria muda yang tak sengaja menumpahkan kopi ke gaun mahal Mutia itu bernama Emir. Dia juga baru saja kembali ke Indonesia.

Neneknya sakit dan memintanya segera pulang, Pria itu tergopoh-gopoh kembali ke Indonesia tapi apa yang di temukan, neneknya ternyata berbohong dan beliau justru ingin menjodohkannya dengan cucu Sahabatnya.

Emir marah dan kabur dari rumah, dan dia kesini untuk menemui kakaknya yang merupakan seorang dokter.

Sialnya baru saja dia sampai, dia sudah bertemu dengan gadis sombong dan angkuh bernama Mutia itu.

"Sombong sekali, awas saja akan ku beli kesombongannya itu suatu hari nanti." omel Emir.

"Pagi kak," Emir menyapa dokter Melia, kakaknya dan membawa dua cup coffee yang baru.

"Emir," ucap Melia bersorak kegirangan, sudah lama dia tidak bertemu dengan adiknya yang nakal ini.

Kini pria itu terlihat tampan dan gagah dihadapannya.

"Apa kabar kak?" Emir memeluk Melia

"Baik, kamu sendiri?" tanya Meila balik

"Seperti yang kakak lihat, aku baik."

"Apa kau sudah bertemu dengan nenek?"

"Sudah, aku benci wanita tua itu, dia membohongi ku, dia hanya ingin menjodohkan ku dengan cucu sahabat nya,"

"Dia yang kau maksud itu nenek kita Emir,"

"Iya aku tau kak, tapi aku masih sangat kesal, aku terpaksa pulang hanya karena masalah ini. Kenapa juga nenek harus berbohong padaku,"

Melia menatap tajam adiknya, "Ini bukan masalah sepele dan kamu juga sudah bukan akan kecil lagi, kamu tau yang seharusnya kamu lakukan. Perjodohan ini harus tetap terjadi dan kamu harus menikah dengan gadis itu, demi keluarga kita."

"Kenapa harus aku kak?"

"Karena kamu laki-laki, kan nggak mungkin kakak yang nikah, karena cucunya temen nenek itu perempuan." ucap Melia tertawa.

"Apa aku tidak punya pilihan lain?"

"Tidak, jika kau ingin keluarga kita utuh, atau kau ingin melepaskan semua harta waris itu dan memberikannya kepada paman Ben?" tanya Melia lagi

"Berhentilah bermain-main, saatnya kamu pulang dan mengurus semuanya, nenek sudah tua, hanya kamu yang dia harapkan." ucap Melia lagi

"Tapi aku punya pacar kak?"

"Putuskan!" tegas Meila

"Mana bisa semudah itu!"

"Emir.." Melia mengingatkan,

"Iya," sahut pria itu berbalik, dia ingin pergi, ternyata salah menemui kakaknya bukannya mendapat dukungan malah dia dinasehati.

"Ingat sore nanti jam tiga, jangan kabur." ucap Melia lagi.

***

Jam sudah menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh delapan menit.

"Tia..." terdengar suara ibunya memanggil.

"Ya Ma," sahut gadis itu mendekat.

"Hari ini calon suami mu akan datang, kamu bersiaplah,"

Mutia menarik napas dalam, "Ma, Mutia akan menikah seperti keinginan Mama, tapi setelah mama sembuh. Mutia janji Ma," ucap gadis itu

Liora menggeleng lemah, "Tidak nak, Mama mau di operasi setelah Mama melihatmu nikah,"

"Tapi Ma"

Tante Susan memegang pundak Mutia, "Biar Tante bantu bersiap." ucapnya.

Liora tersenyum, Susan membawa Mutia menjauh dan bicara berdua.

"Mutia ini gaun pengantin mu," wanita itu memberikan gaun pengantin berwarna biru muda,

"Gaun pengantin? bukankah ini masih pertemuan pertama?" tanya Mutia

"Sayang, kamu dengar sendiri kan apa kata dokter tadi, ibumu harus segera di operasi, jika tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk lagi. Dan kamu tau sendiri, kemungkinan berhasil itu fifty fifty."

Mutia terdiam, Susan melanjutkan ucapannya, "Permintaannya sederhana Tia, kamu menikah itu saja, apa itu sulit?"

"Tapi Tan, aku..." gadis itu tak melanjutkan ucapannya, memilih diam dan menghela napas.

"Ibumu takut dia tidak akan selamat, dan kau sendirian." ucap Susan akhirnya diiringi Isak tangis.

"Tapi aku bisa menjaga diriku sendiri, aku tidak butuh seorang laki-laki,"

"Terserah padamu, jika kau mencintai ibumu pakai ini, jika tidak..." Susan beranjak pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

*

Dilain tempat Emir terpaksa mengikuti apa yang diucapkan neneknya.

Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah calon istrinya. Emir tidak peduli kemana mereka pergi bahkan dia tidak ingin tau siapa nama gadis itu, seperti apa orangnya dan wajahnya.

Mobil terus berjalan dan berbelok ke rumah sakit, Emir sedikit terkejut, "Kenapa kesini nek?" tanyanya

"Mereka ada disini, begitu juga dengan Melia." sahut nenek

"Cih, jangan-jangan dia wanita tua yang sudah mau meninggal, baguslah jadi aku tidak perlu repot lagi." ucap Emir didalam hatinya.

"Sudah buruan turun!" ucap nenek begitu mobil mereka berhenti di parkiran.

Nenek berjalan masuk diikuti oleh Emir, Mila dan dua orang bodyguard nya.

Mereka masuk ke dalam, langsung menuju lift dan menekan tombol teratas, menuju ruang VVIP.

Pintu lift terbuka, mereka melangkah menuju ruangan yang terletak paling ujung.

Milla membuka pintu, dan di dalamnya sudah ada beberapa oranglain, yang menyambut mereka.

"Selamat sore," sapa nenek Hamidah

"Sore," Susan menyambut kedatangan nenek, sedangkan liora masih terbaring di atas ranjang.

"Bagaimana keadaan mu Lio?" tanya nenek

"Sudah lebih baik Tante." sahutnya

"Oh ya ini cucuku, Emir." ucapnya memperkenalkan Emir pada calon mertuanya.

Emir tersenyum simpul pada wanita itu, bisa dia lihat jika wanita itu lemah dan terbaring tak berdaya.

"Devi panggilkan Mutia." ucap Susan pada puteri nya.

Devi memanggil Mutia yang ada di balkon kamar, gadis itu sudah mengenakan kebaya yang diberikan oleh Susan. Dia berjalan keluar bersama dengan Devi, semua mata tertuju padanya, cantik itulah kesan pertama yang terlihat.

"Mutia ini cucuku Emir, dan Emir ini Mutia,"

Mutia mencium tangan wanita itu, bagaimanapun dia masih mengingat ajaran ibunya yang harus sopan terhadap orangtua.

"Cantik sekali calon cucu menantu ku?" ucap nenek Hamidah.

Emir membalikkan badannya dan kedua mata mereka bertemunya,

"Kau!!!" ucap keduanya bersamaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!