"Aku tunggu jam lima, jangan membuatku menunggu," sahut Emir tak menanggapi ucapan istrinya, dia pun melenggang pergi.
"Menyebalkan," ketus Mutia menghentakkan kakinya dan berbalik masuk ke ruang perawatan ibunya.
Seperti inikah pria yang kini berstatus suaminya, bagaimana bisa ibunya memilih pria jenis itu untuk menjadi suaminya, jangankan hidup bersama dengannya, baru bertemu saja sudah membuatnya sakit kepala,
Mutiara masuk kedalam ruangan? masih dengan pakaian yang sama, dia menggenggam tangan lembut ibunya, "Ma.. Mama harus sembuh, Aku sudah mengabulkan keinginan Mama, itu artinya Mama harus menepati janji Mama padaku." bisiknya lirih
"Sayang," Susan memegang bahu Mutia, gadis itu bergeming, masih menatap wajah damai sang bunda.
"Percayalah mbak liora pasti akan sehat," hiburnya
Mutia berbalik dan memeluk tantenya itu, "Beneran kan Tan? Tante nggak bohongin aku kan?"? tanyanya penuh harap disertai isakan.
"Enggak sayang, kita doakan saja yang terbaik untuk ibumu." tegas Susan mengusap lembut kepala Mutia.
Padahal di dalam hatinya, Susan juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan Tia.
"Tante nggak lagi bohongin aku kan?"
"Enggak sayang, percaya sama Tante," jawabnya. Susan masih setia mengusap-ngusap rambut Tia, mencoba memberikan semangat untuk gadis itu.
Mutia pergi mengurus administrasi dan menyiapkan segala berkas yang dibutuhkan untuk operasi ibunya, dan alangkah terkejutnya gadis itu melihat jumlah uang yang tertera jelas disana. Jumlahnya cukup fantastis, senilai dua kali harga butik kecilnya.
''Siapa orang yang telah membantu keluarganya ku? Apa ini kesepakatan pernikahan yang dilakukan oleh mama?" tanyanya dalam hati.
*
*
Saat ini Mutia dalam perjalanan menuju tempat dimana dia bertemu janji dengan suaminya Emir.
Suami? Kata yang cukup aneh di telinga sang gadis manis yang belum pernah berpacaran itu.
Gadis itu hanya menggunakan jeans panjang dan kaos oblong. Berjalan santai di parkiran kafe, lalu masuk kedalam.
"Sore mbak, Sudah booking tempat sebelumnya?" tanya resepsionis dengan ramah.
"Tidak, saya ada janjinya temu dengan seseorang."
"Maaf boleh saya tau dengan siapa dan nama mbak siapa?"
"Mutiara," sahutnya cepat.
"Mbak Mutiara, oh mbak sudah di tunggu di ruang tiga VVIP, sebentar ya mbak." ucap resepsionis masih dengan senyum lebar
Seseorang datang dan mengantarkan mutiara kelantai bawah, mereka harus menggunakan lift kesana, entah berapa lantai Mutiara sendiri tidak tau, yang pasti pelayan membuka pintu dan dia masuk kedalam. Di sana sudah berdiri seorang pria membelakanginya.
Pelayan pergi tentu saja setelah Mutiara mengucapakan terimakasih.
"kau sudah membuang waktuku lima menit," ucap pria itu
Mutia melihat jam di tangannya, memang benar dia telat lima menit, tapi itu kan terjadi karena dia bertanya dengan resepsionis tadi.
"Katakan ada apa?" tanya Mutia
Harusnya aku yang tanya seperti itu padamu, "Apa yang nenekku berikan hingga kau mau menerima perjodohan ini,"
"Maksud mu" tanya Mutia mengerutkan keningnya.
"Cih, jangan sok polos dan bersifat bodoh dihadapan ku, aku tau kalian sudah merencanakan ini semua kan?" ucapnya dengan nada ketus
"Siapa maksudmu? aku tidak paham dan aku belum pernah bertemu dengan nenek sebelumnya, apa kamu pikir aku setuju? No!!! aku melakukan ini hanya karena Mama."
"Dan nenek membayar mu bukan?"
Mutiara menatap bingung, dia tidak paham, dengan apa yang dikatakan oleh pria didepan nya itu, bayaran? bayaran apa?"
"Aku tidak tau, jangan asal tuduh,"
"Sudahlah lupakan, ingat ini hanya pernikahan diatas kertas,"
"Aku tau, dan aku tidak akan jatuh cinta padamu,"
"Baguslah, jika kau sadar diri, karena aku tidak juga akan pernah jatuh cinta padamu, satu lagi aku tegaskan aku sudah miliki seorang kekasih."
"Lalu kenapa kau tidak menolak saja." bentak Mutia
"Karena nenek mengancam ku,"
"Apa, kau meminta ku kesini hanya untuk mendengarkan cerita mu ini, menyedihkan." ejek Mutia
"Tidak, aku hanya ingin kau tau, bahwa aku tidak menginginkan pernikahan ini dan aku-"
"Ok, aku tau, aku tidak boleh jatuh cinta padamu, dan berharap lebih bukan begitu?" potong Mutia yang muak mendengar ocehan pria itu.
"Baguslah kalau kau tau posisimu."
"Cih, kukira ada masalah penting apa! dengar ya tuan sok keren, sok ganteng. AKu tegaskan, aku tidak menyukai mu dan aku tidak akan pernah tertarik apalagi jatuh cinta padamu, karena kau bukan tipeku."
"Sial, apa dia bilang aku bukan tipenya, aku yang tampan ini bukan tipenya, sombong sekali gadis ini, selama ini semua gadis bertekuk lutut padaku dan dia..'
"Apa cuma itu yang ingin mau bicarakan?" tanya Mutia lagi dengan gata pongah
"Aku sudah punya pacar!"
"Aku tidak peduli," sahut Mutia dengan lantang.
"Aku akan menceraikan mu setelah semua harta warisan itu menjadi milikku, "
"Aku tidak perduli," sahut Mutia
"Sudah? hanya itu?" tanya gadis itu lagi, yang coba bersikap kuat.
"Kau harus ikut denganku dan tinggal bersama ku, Karena aku tidak mau tinggal di rumah mu, dan rahasia kita terbongkar."
"Terserah? sudah?"
"Baguslah, kalau kau sudah paham, " sahut Emir
"Tapi aku punya syarat,"
"Katakan!"
"Jangan menyentuhku?"
"Tentu saja, body rata begitu aku juga tidak berselera." ejek Emir
"Baguslah, aku jadi merasa aman." sahut Mutia
"Satu lagi,"
Emir menoleh, Mutia melanjutkan ucapannya, "Bersikap baiklah di depan Mama, aku mau Mama sembuh "
"Ok, Deal." sahut Emir tersenyum lebar.
Mereka tidak menyadarinya jika ada seseorang yang tengah menguping pembicaraan mereka, orang itu sudah membuntuti Mutia sejak dari rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Far~ hidayu❤️😘🇵🇸
lanjut author semangat
2023-03-12
0