Nenek

Perjalanan menuju kediaman nenek Hamidah lumayan memakan waktu, apalagi mereka terjebak macet.

Emir melirik gadis cantik yang duduk di sebelahnya itu, diam dan ternyata sang gadis sedang memejamkan matanya, dia tertidur.

"Apa aku enggak salah lihat, santai sekali dia tidur sementara ada orang asing di sebelahnya, apa dia nggak takut? atau mungkin dia yang sudah terbiasa, dia kan tinggal diluar negri." batinnya

"kalau dilihat-lihat seperti ini, lumayan juga. Setidaknya bisa menjadi hiburan untukku, selama Renata berada di Paris." batinnya

Renata adalah wanita yang tengah dekat dengan Emir saat ini, seorang model kelas atas dan terkenal.

Namun dua minggu yang lalu sang gadis pergi ke Paris mengikuti ajang bergengsi bagi para model, dan itu membuat mereka harus terpisah.

Renata begitu bangga bisa dekat Emir, namun popularitas dan kehidupannya tak mengijinkan dia untuk mengumumkan kedekatan mereka. Emir juga sangat tidak suka, dia tidak mau wartawan memanfaatkan keadaan untuk menjatuhkan nya.

Tanpa sadar sudut bibir Emir tertarik ke belakang, dia tersenyum tipis membayangkan apa yang akan dia lakukan bersama istri barunya, gadis malang pilihan sang nenek.

Mobil kembali melaju dan akhirnya mereka tiba di tujuan, sebuah rumah megah dan mewah berada tepat di depan matanya.

"cepat turun," ucap Emir kemudian turun dari mobilnya.

Gadis itu mengerjapkan matanya, mengumpulkan seluruh nyawanya dan memperhatikan sekeliling.

Gadis itu begitu takjub melihat sekeliling yang sangat luas dan mewah.

Tok...tok..

Emir mengetuk pintu di sebelah Mutia, gadis itu sontak menoleh, dan merapikan duduknya, Mutia menurunkan kaca mobilnya.

"Turun." ucap Emir lagi, dia berbalik tanpa melihat gadis itu.

Gadis itu segera turun dan kembali melihat sekeliling, "Ini rumah atau istana," batinnya.

Gadis itu masih menatap takjub pada keindahan rumah megah itu, suara bariton yang memanggil namanya membuat gadis cantik itu menoleh.

"Ara..."

Deg,

Mutia terkejut mendengar panggilan Emir untuknya,sebutan itu mengingatkan dirinya pada teman masa kecilnya, yang telah pergi jauh.

"Ya tunggu," sahut Mutia setengah berlari mengejar Emir.

"Kau menyebalkan," omel si gadis cantik saat berada di sebelah pria itu, ikut berjalan sejajar sambil mengomel.

"Nenek tidak suka perempuan cerewet dan manja" ucapnya lagi

Kata terakhir itu membuat mutiara membulatkan matanya, menoleh sekilas dan memutar bola matanya, ingin sekali gadis itu menjitak kepala pria yang berdiri didepannya itu, sayangnya dia kalah tinggi.

"Kan dia menghina ku lagi, apa dia pikir dirinya udah keren? ganteng? dasar es.."

Dug.... mutiara menabrak punggung Emir, gadis itu terus mengomel sambil berjalan tanpa memperhatikan jika pria di depannya itu berhenti.

Emir menoleh ke belakang dan tersenyum sinis, "Lemot," ucap pria itu sarkastik.

"Hah!"

"Nggak usah drama, ayo." tiba-tiba Emir menarik tangan Mutiara dan menggenggam nya masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum nek," pria itu mengucapkan salam dengan suara lembut.

Mutiara melirik karena terkejut dengan perubahan sikap suaminya.

"Emir, Tia" sambut nenek Hamidah.

"Duduk," ucapnya lagi.

Pria muda yang bergelar suami itu mendatangi neneknya dan mencium tangannya, begitu juga dengan Mutiara yang terlihat sedikit kikuk.

Mereka duduk bersebelahan, Mutia merasa semakin canggung.

Gadis itu mengomeli dirinya sendiri, saat menyadari jika dia hanya mengenakan kaos dan jeans yang dipakai tadi. "Mengapa aku lupa mengganti pakaian ku? bagaimana ini?'

"Mutiara, bagaimanapun kabarmu?"

"Aku, baik nek." sahutnya sedikit terbata

"Nek, Emir ke kamar dulu ya,"

"Loh istrimu?"

"Nanti saja nek, biar dia ngobrol dan kenalan dulu dengan nenek."

Setelah bicara Emir naik kekamar nya.

"Apa kalian sudah saling kenal sebelumnya?' tanya nenek Hamidah

"Belum nek, hanya sekali bertemu." jawab Mutiara bingung.

"Apa ibumu sudah menceritakan semuanya?"

"Maksudnya?"

"Aku ingin cucu, dan sebagai imbalan semua biaya pengobatan ibumu gratis."

"Tapi nek, kenapa harus aku?" jerit mutiara di dalam hatinya, kalimat itu nyangkut dan tak mampu keluar dari bibirnya.

"Kau pasti kaget dan heran, mengapa aku memilih mu, benar bukan?'

Mutiara mengangguk, "Aku tidak menyukai wanita yang dekat dengan nya, satu lagi aku tau kau tidak menyukainya, dan tugasmu untuk membuatnya menyukai mu" ucap nenek Hamidah.

"Tapi nek, bagaimana jika aku tidak bisa mengabulkan keinginan mu," bisiknya dalam hati.

"Aku yakin kau bisa, aku memberimu waktu satu tahun. Setelah satu tahun aku harap akan mendapatkan kabar baik dari kalian," Setelah bicara nenek Hamidah meninggalkan mutiara sendiri.

"Jadi ini pernikahan bisnis? aku menikah dengan pria itu hanya untuk menghasilkan seorang anak? tidak, aku tidak akan pernah mau, lagipula dia juga memiliki kekasih, aku akan berusaha membuatnya membenciku hingga dia akhirnya menceraikan aku."

Di dalam kamarnya nenek Hamidah tersenyum tipis, "Gadis keras kepala itu pasti akan berjuang demi pengobatan ibunya, semoga saja dia bisa menaklukkan Emir, aku tau Emir itu sama keras kepala nya dengan Mutiara. Dan bonusnya aku akan punya cicit," ucapnya tersenyum lebar.

Hamidah tersenyum lebar membayangkan jika idenya berhasil dan dia bisa melihat Emir dan Mutiara bahagia bersama anak mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!