Scandal (5)

Exel menyelinap masuk ke dalam kamar apartemen Deborah. Ia tersenyum senang melihat sekeliling. Ia pun langsung menyusup masuk ke dalam kamar Deborah dan membuka lemari Deborah. Ia memegang dan menciumi pakaian milik Deborah yang ada di dalam lemari.

"Wangi yang sama, yang selalu aku rindukan." kata Exel.

Exel terkejut saat tiba-tiba pintu kamar dibuka. Ia melihat Deborah datang bersama seorang pria yang tidak dikenal.

"Deborah ... " gumam Exel.

"Bagaiman bisa kamu masuk ke dalam sini, Exel?" tanya Deborah.

"Ah, i-itu ... aku tak bermaksud masuk tanpa izin. Aku hanya ... " kata Exel yang langsung diam.

Debora tersenyum masam, "Dan apa yang kamu pegang itu, hah? bisa-bisanya  masuk ke tempat tinggl orang lain dan mencuri pakaian. Dasar gila!" kata Deborah.

Jofferson mendekati Exel, tak ingin tertangkap, Exel pun mengeluarkan pisau lipat yang selalu ia bawa ke mana-mana.

"Jangan mendekat!" sentak Exel memperingatkan.

Jofferson memperhatikan postur tubuh dan pergerakan Exel. Sesuai perkiraan, Exel tak bisa bertarung dan hanya bisa menakut-nakuti saja.

"Menyerahlah. Kamu tak akan bisa kabur dari sini," kata Jofferson.

Exel menyerang Jofferson, dengan sigap Jofferson menghindar dan langsung menekuk tangan Exel sampai pisau ditangannya jatuh. Jofferson langsung membuat Exel tersungkur di lantai. Ia menindih tubuh Exel dengan tubuhnya yang besar dan kekar.

"Aaaahh ... sa ... sakit. Lepaskan tanganku," teriak Exel.

Petugas keamanan pun langsung masuk ke dalam kamar Deborah dan membantu Jofferson mengamankan Exel. Mereka langsung mengikat tangan Exel dengan tali dan membawa Exel ke kantor keamanan.

Deborah mengerutkan dahi melihat lemari pakaiannya terbuka. Bulu disekujur tubuhnya langsung berdiri.

"Jadi pakaian yang aku pakai sudah dipegang bahkan di ... ?" gumam Deborah tak melanjutkan kata-katanya.

Jofferson yang marah dan kesal pun lngsung mengeluarkan seluruh pakaian Debora yang digantung di lemri dan membuangnya ke lantai.

"Kamu buang saja semua ini. Aku akan belikan yang baru. Sekalian juga kamu pindah dari apartemen ini." kata Jofferson.

Mata Deborah melebar, melihat kemeja yang dikenakan Jofferson muncul bercak merah. Deborah langsung mendekati Jofferson dan melepas semua kancing kemeja Jofferson.

"A-apa yang kamu lakukan?" tanya Jofferson terkejut. Karena tiba-tiba saja Deborah melucuti pakaian yang ia kenakan.

"Ah ... sudah kuduga. Lukamu terbuka lagi." kata Debora sedih bercampur kesal. Bahkan mata Debora memerah seperti ingin menangis.

"Aku tidak apa-apa," kata Jofferson. Ia berusaha mengenakan kembali pakaiannya.

"Maaf, Joff. Semua salahku. Gara-gara aku kamu pun jadi seperti ini. Maafkan aku ... hiks ..." kata Debora menangis.

Debora kesal dan sangat marah pada Exel. Ia juga merasa bersalah pada Jofferson karena sudah dua kali membuat luka Jofferson terbuka.

Jofferson terkejut. Ini kali pertamanya melihat Deborah menangis. Bahkan sampai terisk-terisak.

"Bora ... hei, dengar aku." kata Jofferson menangkup wajah Debora dengan dua tangannya.

Debora menatap Jofferson dengan mata sembab. Melihat Debora yang seperti itu membuat dada Jofferson penuh sesak sampai rasanya sulit untuk bernapas. Jofferson menyeka air mata Deborah dan mencoba menenangkan Deborah.

"Aku baik-baik saja. Sungguh ... " kata Jofferson memeluk Deborah.

"Maaf, Joff. Aku tak berniat membuatmu seperti ini." kata Deborah lirih.

Jofferson menjawab, jika apa yang terjadi padanya bukanlah kesalahan Deborah. Meminta Deborah tak menyalahkan diri sendiri lagi.

Pelukan terlepas. Deborah menyeka air matanya dan mengajak Jofferson keluar dari kamarnya. Ia akan mengobati luka Jofferson. Tak ingin melihat Debora sedih, Jofferson menganggukkan kepala dan tersenyum menerima niat baik Deborah.

***

Exel dibawa oleh polisi untuk diselidiki lebih lanjut. Karena polisi tak bisa membawa langsung Deborah dan Jofferson sebagai saksi ke kantor polisi, maka polisi hanya bertanya singkat kronologi kejadian. Polisi berkata akan memanggil Deborah dan Jofferson secara terpisah untuk dimintai keterangan dengan mengirim surat panggilan resmi. Mengingat keduanya adalah bintang top, polisi juga tak boleh sembarangan asal bertindak.

Polisi pun pergi, diantar oleh Antonio dan Ryan. Jofferson mengelus kepal Deborah yang menatap kepergian polisi dan dua Manager yang mengantar. Ia mengatakan, semua pasti akan baik-baik saja.

"Untuk sementara masalah ini sudah teratasi. Semog polisi bisa mendapatkan bukti lain selain foto-fotomu di kamera dan ponselnya." kata Jofferson.

Deborah menatap Jofferson, "Terima kasih. Kamu sudah banyak membantuku," kata Deborah tersenyum cantik.

Deg ... deg ... deg ...

Jantung Jofferson langsung berdegup kencang. Wajahny juga langsung memerah.

"Sial! kenapa wanita ini harus tersenyum begitu cantik. Ini membuatku gila," batin Jofferson.

Deborah bingung. Kenapa Jofferson hanya diam menatapnya dengan wajah memerah. Ia berpikir kalau Jofferson sedang menahan diri karena luka di bahu Jofferson yang terbuka.

"Ka ... " baru saja Deborah akan bertanya, Managernya dan Manager Jofferson datang.

"Bora, ayo kita pergi." ajak Ryan.

"Oh, i-iya, Kak." jawah Deborah menatap Ryan.

"Joff, kita juga harus pergi." ajak Antonio, Manager Jofferson.

"Ya," jawav Jofferson.

Mereka berempat pergi meninggalkan kantor keamanan dan pergi menuju parkiran. Di sana Jofferson dan Deborah berpisah jalan. Sebelum masuk ke dalam mobil masing-masing, mereka saling menatap dab tersenyum.

Deborah masuk ke dalam mobil dan Ryan langsung mengemudikan mobil pergi meninggalkan parkiran. Tak beberapa lama, mobil yang ditumpangi Jofferson dan Antonio juga melaju, meninggalkan parkiran.

***

Karena tak punya tujuan,   dan ingin membuat orang tuanya khawatir, Deborah meminta menginap di apartemen Ryan.

"Kak, malam ini boleh aku menginap di apartemenmu? besok kita langsung cari tempat baru saja," kata Deborah.

"Aku tidak masalah. Begini-begini kan aku juga Kakakmu. Kamu boleh menginap di apartemenku semaumu." jawab Ryan.

Ryan menatap kaca dan melihat Deborah yang hanya diam menatap ke luar.

"Bagaimana bisa kamu bersama Jofferson? kamu langsung mendatanginya begitu aku beritahu alamat rumahnya, huh?" tanya Ryan ingin tahu.

Deborah menjawab dan menceritakan apa yang terjadi. Awalnya ia datang karena mengira Joffersonlah pelakunya. Karena terlalu kesal dan terburu-buru tanpa berpikir jernih, ia pun tak sadar sudah sampai di apartemen Jofferson.

Saat ia bertemu Jofferson, barulah ia sadar kalau pelakunya bukan Jofferson. Deborah menceritakan detail sampai akhirya menginap di apartemen Jofferson juga.

"Oh, ya, Kak ... apa aku boleh minta nomor Manager Jofferson? aku mau minta maaf." kata Deborah.

"Biar aku saja yang sampaikan permintaan maafmu. Kamu sekarang duduklah yang tenang dan tidur saja. Bergitu sampai akan aku bangunkan." jawab Ryan.

Deborah mengiakan perkataan Ryan. Ia menyandarkan kepalanya dan mencoba memejamkan mata. Baru saja matanya tertutup, Deborah kembali ingat akan Exel yang memeluk pakaiannya dan itu sangat menjijikan baginya.

Deborah tersentak, "Sial! Si sialan itu tidak akan aku biarkan. Aarggggh .... " kata Deborah tiba-tiba marah dan mengumpat. Membuat Ryan kaget.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!