Jofferson baru tiba di apartemennya. Ia masuk dan duduk di sofa ruang tamu menyandarkan tubuhnya yang terasa lelah. Tidak lama ponselnya berdering, ia mendapatkan panggilan dari managernya.
Sang Manager bertanya, apakah Jofferson butuh sesuatu? jika "Ya" maka dia akan mampir ke apartemen dan membawakan sesuatu yang diminta, jika "tidak" maka dia akan langsung pulang. Jofferson langsung menjawab, jika ia tidak membutuhkan apapun. Ia mengeluh lelah, dan mau istirahat. Jofferson berterima kasih untuk perhatian sang Manager.
Panggilan berakhir. Jofferson bangkit dari duduknya dan berjalan pergi ke kamar tidurnya. Ia mandi dan akan beristirahat setelahnya.
***
Jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Meski sudah hampir tengah malam, Jofferson tak kunjung bisa tidur. Ia sudah berusaha menutup mata, tapi matanya seakan tetap ingin terbuka dan taknada rasa kantuk sama sekali.
"Apa ini karena aku tak pernah tidur secepat ini, ya? biasanya aku tidur selalu menjelang dini hari atau pagi karena sepanjang malam terus syuting. Ahhh ... padahal aku lelah sekali." batin Jofferson.
Karena bosan hanya terus memandang langit-langit kamar, Jofferson memutuskan bangun dan pergi mencari angin segar. Ia berpikir untuk pergi ke supermarket dan berbelanja sesuatu.
***
Di tempat lain. Di apartemen Deborah. Baru saja ia membuka pintu apartemennya, ia menemukan sebuah amplop cokelat aneh di lantai dekat rak sepatu.
Deborah langsung memungut amplop itu dan berpikir kenapa bisa ada amplop masuk dalam apartemennya. Mata Deborah melebar setelah membuka amplop tersebut. Amplop itu berisikan semua foto-fotonya.
"A-apa ini?" gumam Deborah.
Ia merasa takut. Deborah tak pernah mendapatkan hal-hal aneh seperti ini sebelumnya, dan ini kali pertamanya. Deborah segera pergi dari apartemen membawa amplop cokelat itu. Padahal ia malas mengemudi, tapi karena tidak mau merepotkan managernya lagi dan tidak mau managernya itu khawatir, ia terpaksa pergi mengemudi sendiri.
Deborah dengan cepat melangkah menuju parkiran. Anehnya seperti ada seseorang yang mengikutinya. Karena panik Deborah pun berlari dan buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Ia segera mengunci pintu mobil dan mengamati sekitaran parkiran. Ia tidak menemukam sesuatu apapun yang mencurigakan.
"Siapa yang berani melakukan ini? dia pasti penguntit, atau dia seseorang yang tak menyukaiku. Diantara orang-orang yang tak menyukaiku, siapa orangnya? Ahh ... bisa jadi ini perbuatan si badak. Lihat saja, aku akan membuat perhitungan denganmu." batin Deborah.
Deborah mengenakan sabuk pengaman dan mengemudikan mobilnya pergi meninggalkan parkiran. Ia menghubungi Managernya untuk bertanya alamat tempat tinggal Jofferson. Awalnya Managernya bingung, kenapa Deborah bertanya tentang alamat Jofferson. Deborah pun beralasan, karena ada hal yang bersifat pribadi yang ingin disampaikan secara langsung.
"Kalian tidak akan bertengkar, kan?" kata Ryan, Manager Deborah.
"Kak, Kakak tak percaya padaku?" tanya Deborah.
"Bukan begitu, Bora. Aku hanya khawatir saja. Saat ini kamu sedang berada di puncak karirmu. Jangan sampai ada skandal ataupun berita-berita negatif terkait apapun denganmu. Mengerti?" kata Ryan khawatir.
Deborah terdiam, lalu menjawab. Ia mengerti akan kekhawatiran Ryan yang adalah Kakak sepupunya dari pihak Mamanya. Karena keduaya dekat sejak kecil, maka Deborah pun menjadikan Ryan orang kepercayaannya dan Managernya.
Deborah mengatakan kalau ia hanya akan bertanya, lalu pulang. Tidak akan melakukan hal lebih dari itu. Ia berjani tak akan menciptakan skandal apapun. Meminta Ryan agar tak cemas ataupun khawatir.
Setelah dibujuk Ryan pun meminta Deborah menunggu. Ryan akan menghubungi Manager Jofferson dan bertanya. Deborah mengiakan, dan panggilan pun berakhir.
Tidak beberapa lama, Deborah mendapatkan pesan dari Ryan. Pesan itu berisikan alamat rumah apartemen Jofferson dan peringatan Ryan, kalau Deborah harus tetap waspada dan hati-hati dengan hal sekecil apapun. Deborah dengan cepat membalas pesan Ryan, mengatakan terima kasih dan kembali meminta Ryan agar tak khawatir.
Debora melihat alamat tempat tinggal Jofferson. Ia pun langsung mengemudikam mobilnya pergi ke alamat yang tertulis dipesan Ryan.
***
Jofferson kembali ke apartemennya setelah berbelanja. Saat sampai di kamar apartemennya. Ia melihat seseorang beridiri di depan pintu. Mengenakam mantel, kaca mata, masker dan topi.
"Siapa?" tanya Jofferson mendekati seseorang itu.
Deborah kaget, ia melihat sekitaran, lalu membuka kacamatanya. Ia mengeluh, pantas saja setelah bell ditekan berulang-ulang tak ada jawaban. Ternyata Jofferson pergi.
"Kenapa yang Mulia ratu rubah datang ke rumahku? Ada urusan apa?" tanya Jofferson.
Deborah berpikir, apakah pelakunya benar Jofferson? ia pun ingat, seharusnya ia mengecek kamera pengawas lebih dulu, sebelum terburu-buru datang menemui Jofferson.
"Apa yang aku pikirkan tadi? Gila! Bisa-bisanya aku langsung pergi menemui badak ini. Lagipula badan ini mungkin saja bukan pelakunya. Meski aku dan dia bermusuhan, tapi dia tak pernah sekalipun mencelakaiku sejak saat disekolah." batin Deborah.
"Ah, tidak apa-apa. Aku berubah pikiran. Kamu masuk saja sana, aku mau pulang." kata Deborah yang langsung beranjak pergi.
"Tunggu ... " kata Jofferson memegang tangan Deborah. Membuat Deborah menghentikan langkah.
Deborah memalingkan wajah, "Ada apa?" tanyanya.
"Katakan saja apa tujuanmu datang. Jangan buat aku penasaran," kata Jofferson.
"Aku sudah bilang bukan apa-apa. Aku hanya tak berpikir saja tiba-tiba ke sini. Maaf kalau aku membuatmu tak nyaman. Lepaskan tanganku, aku mau pulang." kata Deborah.
Jofferson mengeratkan pegangannya, dan menarik Deborah ke arahnya. Deborah kaget, jarak antara ia dan Jofferson sangat dekat.
"A-apa yang kamu lakukan, badak? le-lepaskan aku!" Kata Deborah panik.
Jofferson memojokkan Deborah ke dinding, "Mudah sekali kamu berkata seperti itu, ya. Setelah kamu membuatku terkejut sekaligus penasaran dengan kedatanganku ke apartemenku ini. Mana bisa aku biarkan kamu pergi begitu saja. Cepat katakan atau aku akan ... " kata Jofferson mengangkat tangan.
Deborah langsung menutup mata dan melepaskan amplop cokelat yang dipegangnya, sehingga amplop itu jatuh dan isinya keluar. Ia mengira Jofferson akan memukulnya. Tubuh Deborah langsung gemetar ketakutan.
Jofferson terkejut, melihat reaksi Bedorah yang terlihat ketakutan. Padahal ia tidak berniat apa-apa. Jofferson mengangkat tangan karena ia ingin mengusap telinganya yang terasa gatal. Dan oada saat Jofferson melihat ke lantai, ia melihat amplop yang terbuka dan beberapa lebar foto di dalamnya keluar. Jofferson segera memungut semua foto dan menhambil amplop itu.
"A-apa ini?" batin Jofferson kaget.
Ia menatap Deborah yang terlihat sedih dan murimung yang hanya menunduk diam. Jofferson menarik tangan Deborah, dan membawa Deborah masuk ke dalam apartemennya.
"A-apa yang kamu lalukan? a-aku mau mau pulang." kata Deborah.
"Apa karena ini kamu datang menemuiku? apa kamu kira aku yang melakukannya?" tanya Jofferson menatap tajam ke arah Deborah.
Deborah kaget, ia langsung menunduk dan menganggukkan kepala. Tanpa bsrsuara. Jofferson mengusap wajahnya kasar, dan membanting amplop ke atas meja. Semakin membuat Deborah ketakutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments