Toilet khusus karyawan, adalah satu-satunya tempat pelarian Kinan saat ini. Ia ingin menumpahkan tangisnya sebentar saja, untuk melegakan dadanya yang terasa sesak.
Bayangan Marvin yang bersanding diatas pelaminan, tak pernah Kinan lupakan rona bahagianya. Apalah dirinya, bila dibandingkan dengan Atika, istri Marvin yang jauh lebih dewasa, memiliki karier bagus dan tentunya berasal dari kalangan keluarga berada dan terhormat. Mendapati kenyataan itu, gadis yang begitu menggilai Marvin itu menjadi minder.
Tangis gadis itu kembali tumpah di dalam bilik toilet, ketika mengingat Marvin yang tadi memaksanya. Sesungguhnya, Kinan tak mungkin membuka kesempatan untuk sekadar bicara dengan Marvin. Bila sedikit saja Kinan memberi celah Marvin untuk mendekatinya, bicara dengannya, bisa dipastikan perasaan Kinan akan tumbuh semakin subur untuk Marvin.
"Enggak. Susah payah aku membunuh mati cinta ini, kamu mau datang mengacaukan semuanya? Aku nggak mau, aku nggak mau, titik!" seru Kinan di dalam bilik toilet, bermonolog seorang diri. Sengaja Kinan menghidupkan keran air, agar tak ada yang mendengar tangisnya.
Bila menyangkut tentang Marvin, Kinan mendadak lemah.
Hingga tangis Kinan reda, gadis itu lantas bangkit dan keluar dari bilik toilet. Perasannya sedikit membaik setelah ia menumpahkan sakit hatinya melalui tangis.
"Nan, kamu nggak apa-apa?" tanya Tiara, yang memergoki Kinan keluar dari pintu utama toilet, "kenapa kamu nangis di toilet? Tumben banget?" tanya Tiara, memicingkan mata penuh curiga.
"Aku nggak apa-apa, Ti," jawab Kinan berbohong.
"Pembohong kamu. Mana mungkin kamu nggak apa-apa, tapi nangis?" tanya Tiara yang mencecar Kinan seketika.
"Aku ceritain nanti," jawab Kinan seraya melangkah keluar, beriringan dengan Tiara.
"Sekarang udah jam istirahat. Ayo kita ke kantin sebentar. Kita ngobrol dan cari tempat duduk paling pojok biar nggak di dengar orang," ajak Tiara tanpa bisa di bantah.
Kinanti yang dasarnya sudah lelah dan butuh teman untuk berbagi, pada akhirnya memilih pasrah, dan ikut saja kemana Tiara membawanya.
"Kamu mau pesen apa? Bawa bekal makanan nggak?" tanya Tiara, setelah mereka tiba di kantin.
"Bawa bekal, tapi nggak minat makan. Kalau kamu mau, ambil aja di lokerku. Sekarang aku mau pesen minum aja, teh manis hangat kayaknya enak," jawab Kinan dengan suara sengau, khas selesai menangis.
"Ya udah, tunggu bentar, aku pesen buat kamu dulu," ujar Tiara, meninggalkan Kinan di meja paling pojok ruang kantin.
Kinan terdiam, sesekali membalas sapaan dari para karyawan lain yang bekerja di sana. Seragam navy dan ungu yang melekat di badannya, pas sekali membalut tubuh jenjang nan bohay milik Kinan. Beberapa rekan kerja laki-laki Kinan, tak sedikit yang mengajukan diri untuk menjadi kekasih Kinanti. Sayang, tak satupun dari mereka yang di terima oleh Kinanti.
"Nan, ambil ini. Hari ini aku yang traktir kamu. Sebagai gantinya, kamu harus cerita, apa yang bikin kamu nangis sampe segitunya. Lihat deh, wajah kamu bengkak kayak habis di gebukin tau, nggak?" ungkap Tiara, seraya meletakkan kaca tangan, tepat di depan wajah Kinan.
"Biarin lah. Andai aja bakal tau kayak gini, aku nggak bakal berangkat kerja tadi," ungkap Kinan, yang mengiyakan pendapat Tiara.
Gadis yang sudah cukup lama menjomblo itu, menyesap teh hangat yang Tiara bawakan untuknya.
"Jadi, ada masalah kerjaan?" tebak Tiara.
"Bukan," jawab Kinan seraya mengibaskan kedua telapak tangannya di depan Tiara, "ini masalah masa lalu."
"Lah, masa lalu gimana ya? Kok bisa sih?" tanya Tiara penasaran.
Kinan terdiam sejenak, sebelum kemudian akhirnya ia menghembuskan napas panjang seraya berkata, "Lima tahun lalu, aku jatuh cinta pada tetanggaku di rumah lama. Namanya Marvin Bhaskara. Bodohnya, aku nembak dia duluan dan di tolak. Andai aja dia nggak ngasih harapan setinggi langit ke aku, aku mana mungkin mau aja nembak cowok tanpa pikir dua kali?" ungkap Kinan kemudian.
Tiara yang merasa tak percaya, hanya melongo tanpa berkedip. Gadis itu syok dengan cerita yang meluncur dari bibir mungil Kinanti.
"Apa? Jadi, kamu nembak duluan?" tanya Tiara yang bertanya dengan suara lirih. Bisa menjadi bahan gosip si Kinan, jika Tiara berbicara keras dan di dengar seluruh penghuni kantin yang tengah makan siang.
"Ya. Dia memperlakukan aku seperti kekasih, Ti. Bayangin aja, Beberapa hari kemudian, dia nikah sama perempuan dewasa, berkarir bagus dan dari golongan keluarga berdarah biru. Coba deh dari awal dia nggak ngasih harapan, aku nggak bakalan sesakit ini. Mana udah gitu, dia nggak pernah mau ngomong lagi semenjak menikah, ya ninggalin aku gitu aja tanpa penjelasan, sampai akhirnya, Ayah bawa aku ke kota ini agar bisa melupakan Marvin," jelas Kinanti dengan mata yang kembali memerah.
"Sssttt jangan nangis lagi. Udah, redakan dulu emosi kamu, baru lanjutin. Kalau kamu nggak kuat, aku nggak bakalan maksa kamu buat cerita," sahut Tiara, yang tak tega dengan Kinan yang sudah mewek-mewek tak karuan.
"Tadi pagi, dia kembali, berkunjung ke rumah tanpa jelas apa tujuannya. Bapak lagi, pakai panggil-panggil segala, sampe buat aku terpaksa harus ketemu Marvin lagi. Dan kamu tau setelahnya? Entah dia menguntit atau apa, dia kembali nemuin aku pas aku keluar menuju area kosmetik. Dia mau nungguin aku sampe pulang kerja, dan ngajak ngobrol berdua. Maksudnya apa coba?" keluh Kinan.
Biasanya, Kinan akan selalu tersenyum ramah, santun dan banyak bercanda ria. Tetapi hari ini, Kinan selalu murung sejak ia datang ke tempat kerja. Tiara sampai heran, sebab hari ini, Kinan tampak sedih sekali.
"Terus, gimana? Kamu bersedia mengiyakan ajakan dia?" tanya Tiara kemudian.
"Aku nolak dengan tegas. Kamu pikir, aku cewek murahan yang mau aja ngobrol berdua sama suami orang? Ya enggak lah," jawab Kinan, seraya bergidik jijik.
"Bagus," Tiara mengacungi jempol pada kinanti, "Tolak dengan tegas. Dan ingat, kamu harus bisa move on dari lelaki kayak gitu. Banci tau nggak, sih? Oh, atau ... jangan-jangan, si cowok itu yang jadi alasan kamu ngejomblo sampe sekarang? apa beneran gitu?" tanya Tiara kemudian.
Kinan mengangguk, terpaksa jujur pada Tiara. Untuk membohongi Tiara, Kinan seolah tak memiliki tenaga lagi.
"Astaga, Kinan. Bisa-bisanya kamu ini kayak gini? emangnya, secakep apa sih dia, bagi kamu?" tanya Tiara keheranan.
"Kalau ada ketemu lagi sama dia di tempat kerja, nanti aku tunjukin," jawab Kinanti.
"Tampangnya?" tanya Tiara.
"Dia lumayan cakep. Cuman ya, usianya ada sembilan tahun di atasku," jawab Kinan pelan.
Lihat saja, bahkan usia Marvin saja, Kinan masih hapal hingga sekarang.
"Apa? Syok aku. Jadi kamu seleranya om-om?" tanya Tiara yang memelotkan matanya.
"Dia bukan om-om di mataku, Tiara. Tapi dia adalah cinta pertamaku, sampai buat aku jadi susah move on meski lima tahun udah berlalu. Entahlah, aku sendiri nggak tahu, kenapa aku jadi goblok gini dalam mencintai laki-laki," Kinan mendesah parah.
"Mungkin, kamu mencintai dia terlalu dalam, Nan. Cuman kamu ya harus ingat, jangan pernah sesekali mencoba merusak rumah tangga dia, hanya demi cinta kamu ini," Tiara memberi nasihat pada Kinan. Sejak dulu, Tiara memang selalu ada untuk Kinan. Sahabat sejati, pasti mengerti dan tak akan mudah menghakimi.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Arya akhtar
good Tiara jangan jd pelakor atas nama cinta
2023-03-19
0