2. Tak mau bicara.

Dulu, Kinanti adalah gadis ceria dengan keramahan level tinggi terhadap orang-orang sekitar di lingkungannya. Namun, semenjak Marvin menolaknya dan justru menikah dengan orang lain, Kinan berubah menjadi pribadi yang pendiam, dan suka menyendiri.

Mungkin jika seseorang yang tidak mendengar kisah Kinanti dan Marvin di masa lalu, mereka akan menilai jika Kinan adalah gadis murahan, yang mengungkap cinta lebih dulu pada lelaki. Kinan tidak lagi peduli, apapun penilaian orang terhadap dirinya. Yang Kinan tahu, dulu sikap Marvin padanya seolah memberi banyak harap untuk mereka bersama.

Sepanjang perjalanan menuju tempat kerjanya, Kinan tak henti-hentinya menggerutu. Tatapan matanya berkaca-kaca, disertai dengan umpatan-umpatan kasar yang lolos dari bibir tipisnya, yang dipoles dengan warna nude.

"Sudah tau Bapak dan ibu itu, kalau aku nggak mau ketemu sama laki-laki itu lagi, kenapa harus dipanggil sih? Suka bener kalau anaknya patah hati bolak-balik nggak berhenti-henti," gumam Kinanti. Gadis itu sungguh kecewa, terhadap orang tuanya yang suka memanggil dirinya seenaknya, tanpa memikirkan perasaan Kinan saat ada Marvin.

Kinanti Aristya, gadis dua puluh enam tahun itu melajukan motor maticnya dengan kecepatan sedang, menuju sebuah supermarket besar tempat dimana ia bekerja. Menjadi Sales Promotion Girl -SPG- sebuah produk kecantikan yang cukup ternama di supermarket, sudah dilakoni Kinan sejak nyaris lima tahun terakhir, tepatnya pasca patah hati akibat penolakan Marvin atas cintanya.

Setelan celana dan atasan Navy, disertai make up natural dan rambut yang disanggul dibelakang kepala, menjadi busana keseharian Kinan di tempat kerja. Tas tangan berwarna merah marun, tak lupa ia letakkan di bagian depan motor, yang berisi beberapa kebutuhan Kinan selama di tempat kerja.

"Sumpah, aku nggak mau kenal sama kamu lagi, Marvin. Dasar laki-laki pengecut!" umpat Kinan untuk yang ke sekian kalinya.

Hingga tak lama kemudian, Kinan tiba di supermarket dan segera memarkir motornya di tempat parkir khusus karyawan. Sembari turun dari motor, Kinan mencoba untuk menghapus air matanya yang sedikit tumpah, dengan menggunakan tissue.

"Kinan, kenapa?" sapa Tiara, teman kerja Kinan sesama SPG, yang bekerja pada sebuah produk kecantikan dengan seragam toska. Selama tinggal di kota ini, satu-satunya orang yang dekat dengan Kinan sebagai teman, hanyalah Tiara. Lainnya, hanya teman biasa sebatas teman kerja saja, tidak lebih.

"Nggak apa-apa, Ti. Lagi menggalau sedikit. Nantilah kalau ada waktu dan di dalam agak sepi, aku ceritain. Tapi nggak sekarang, mau isi absen dulu," jawab Kinan seraya berusaha menampilkan senyum.

"Aneh deh, biasanya kamu langsung nyerocos asal cerita aja," ujar Tiara kemudian.

Kinan lebih memilih diam tak menyahuti. Hanya senyum saja yang Kinan berikan untuk Tiara. Selebihnya, ya sudah lah, Kinan hanya tak mau menjelaskan panjang lebar. Suasana hatinya tak begitu baik saat ini.

Sungguh sial, pertemuan dengan Marvin berhasil membuat pagi Kinan, berantakan hari ini.

**

Dalam perjalanan pulang, rasanya hati Marvin demikian gelisah. Lelaki itu memiliki paras tampan, alis tegas, hidung mancung, rahang kokoh, tatapan mata tajam serta bibir yang sensual. Sayang, tampan wajahnya itu rupanya tak menjamin Marvin terlihat jantan di mata Kinanti. Tubuh tegapnya, tak mampu menjadi sandaran bagi Kinan yang rapuh sebab harapan palsu darinya.

"Bodoh!" umpat Marvin terhadap dirinya sendiri. Lelaki itu lantas menepikan mobilnya, merasa ingin menyegarkan pikiran, sekaligus berbelanja kebutuhan mandi di supermarket.

Tak berpikir dua kali, Marvin segera membelokkan mobilnya menuju supermarket itu. Dan ketika lelaki itu turun dari mobil, netranya tak sengaja menangkap sosok gadis yang pagi tadi begitu dingin padanya.

Hati Marvin berdesir, merasakan sebuah gelenyar dahsyat dalam dadanya.

"Kinan?" gumam Marvin.

Entah sebuah kebetulan, atau memang Tuhan memiliki rencana lain atas pertemuannya dengan Kinan, sebanyak dua kali dalam satu hari. Agaknya, Marvin berpikir dirinya harus meminta maaf pada gadis yang sudah banyak ia lukai itu, tanpa menunda lebih lama lagi.

Langkah lelaki itu tegap menuju ke arah dimana Kinanti berada. Tak hanya itu, Kinan yang menyadari bahwa ada sosok Marvin menghampirinya, segera berbalik dan menghindar, seraya membawa lembaran-lembaran dokumen pekerjaannya, dan beberapa produk yang ia pasarkan.

"Kinan?" panggil Marvin, yang tak dihiraukan sama sekali oleh Kinanti. Gadis itu tetap berbalik pergi, membelakangi Marvin dengan langkah cepat terayun.

Degup jantung Kinan lebih cepat dari biasanya. Hanya sekadar menatap saja, rasanya Kinan sudah tidak tahan sama sekali. Dadanya terasa menghentak liar tak terkendali. Bahkan getarannya, masih saja serupa dengan lima tahun silam.

"Kinan, tunggu," panggil Marvin, ketika keduanya telah tiba di lorong kosmetik paling ujung. Bahkan Marvin tak peduli, ada beberapa pasang mata pengunjung yang memperhatikan keduanya.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya Kinan tersenyum ramah.

Sekuat apapun aku menghindar, tetap saja aku akan dikejar. Ayo main sandiwara sebentar, biar kamu tahu, nggak cuman kamu yang bisa main drama.

Batin Kinanti.

"Saya .... " Marvin tak segera menjawab pertanyaan Kinan, ketika melirik samping kanan dan kiri. Agaknya Lelaki itu sadar, ia menjadi pusat perhatian pengunjung lain.

"Anda mau mencari sesuatu, pak? Mari saya antar jika tidak tahu tempatnya," tawar Kinanti sopan.

"Saya ingin membeli kebutuhan mandi khusus pria," jawab Marvin, berusaha meredam gejolak hatinya yang terasa kian tak terkendali.

"Mari, saya antar. Kebutuhan mandi ada di lorong nomor empat," jawab Kinan, seraya melangkah menuju lorong nomor empat.

"Kinan, saya mau bicara. Ayo bicara sebentar," ajak Marvin dengan lirihnya, di sela-sela langkahnya mengekori Kinanti.

Sontak saja hal itu cukup membuat Kinan menghentikan langkah, dan berbalik menatap Marvin dengan berani. Kilat matanya dingin, mengisyaratkan bahwa ia tak suka dengan apa yang Marvin ucapkan.

"Bicara apa ya, Pak? Maaf, saya sedang bekerja. Saya tidak bisa meladeni pembicara yang nggak bersangkutan dengan pekerjaan," tegas Kinan, seraya menatap tajam Marvin.

Sejenak Marvin terhenyak. Lelaki itu tak menyangka, Kinan akan seberani ini padanya. Bahkan dulu, Kinan yang dulu adalah gadis yang lembah lembut, memiliki ciri khas bicara dengan nada pelan dan mendayu. Tetapi sekarang? Sosok gadis di depan Marvin ini seolah bukan Kinanti, Kinan si pemilik tatapan polos dan sangat lugu.

"Baik, antar saya ke lorong nomor empat. Tetapi nanti selepas pulang kerja, saya tunggu kamu di depan. Kamu pulang sore, bukan?" tanya Marvin lirih.

"Tapi, saya tidak ingin menemui siapapun selepas pulang kerja," tolak kinanti kemudian.

"Beri saya kesempatan untuk bicara, Kinan. Please, nggak lama," pinta Marvin lirih. Tatapan matanya tampak mengiba dan penuh permohonan.

"Aku nggak mau!" tegas Kinan menolak.

"Tapi saya memaksa," Marvin mengunci tatapan Kinan. Sayang, Kinan balas menatapnya dengan penuh keberanian.

"Kamu nggak memiliki hak untuk maksa aku. Mending, pulang dan urus istri kamu," jawab Kinan pelan, namun dengan penuh penekanan.

"Kamu marah karena saya menolak kamu?" tanya Marvin.

"Aku marah karena kamu ngasih harapan, menghempaskan, terus tiba-tiba nikah tanpa kabar dan tanpa ngasih tahu aku kalau kamu udah punya calon istri. Itu artinya, kamu mempermainkan aku!" seru Kinan sebelum berbalik pergi, meninggalkan Marvin yang terpaku di tempatnya.

**

Terpopuler

Comments

Arya akhtar

Arya akhtar

masih nyimak terus

2023-03-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!