Jam sudah menunjukan pukul 12 malam. Selama ini mereka menunggu Maxwell belum menampakan batang hidungnya padahal Operasi akan di mulai pada jam 1 dinihari nanti. Dokter Karren dan Team Bedah lainnya sudah bersiap bahkan hanya menunggu Surat izin ini di tanda tangani oleh pihak Keluarga.
Tetapi. Setelah jarum panjang itu mengarah ke angka 5 tiba-tiba saja mereka kedatangan Pria paruh baya yang tampaknya baru pulang ke Negara ini. Dengan rambut hampir memutih dan jambang tipis di rahang tegasnya itu ia mampu membuat semua Pengawal di luar ruangan langsung menunduk.
"Tuan Besar!"
Sapa mereka tapi tak di jawab. Sekilas memang ada kemiripan dengan Maxwell si beku itu dan memang ini adalah Ayahnya Tuan Marcello.
Tanpa berbicara yang tak perlu ia langsung mendekati Dokter Karren bersama Team Medis lainnya yang hanya menunggu di luar ruang rawat Violet.
"Tuan Besar!"
"Bagaimana Operasinya?" tanya Tuan Marcello dengan Mantel tebal masih ia pakai menandakan perjalanan kesini cukup panjang.
Mendapat pertanyaan seperti itu Dokter Karren dan rekannya saling pandang juga segan dengan Sosok ini.
"Kami menunggu Tuan Muda Maxwell untuk menandatangani surat izin operasi ini. Tuan! Tapi.."
Dokter Karren menjeda kalimatnya agak ragu memancing amarah Pria di hadapannya ini.
"Tapi, Tuan Maxwell tak datang bahkan menjawab panggilan dari kami juga tidak," imbuhnya sopan.
Seketika raut wajah Tuan Marcello berubah kelap. Ntah bagaimana lagi ia bisa mengendalikan ego tinggi dari Maxwell yang selalu semaunya.
"Berikan padaku surat itu!"
"Ini. Tuan!" Jawab Dokter Karren langsung memberikannya. Tuan Marcello menandatangani surat itu secara lugas lalu kembali memberikannya pada Dokter Karren yang lega.
"Kau urus Operasinya. Katakan pada Violet jika Maxwell akan menunggunya Operasi!"
"Baik. Tuan!"
Mereka segera menjalankan Prosedur yang ada. Dokter-Dokter Spesialis di hadirkan langsung dan tentu Keluarga Marcello tak main-main dalam urusan keuangan. Mereka selalu mendapat sumber pundi-pundi dimana-pun.
Melihat semuanya sudah berjalan. Pengawal yang tadi mendampingi Tuan Marcello memberikan Mantel hangat yang lebih tipis agar memudahkan Pria ini beraktifitas.
"Sejak kapan dia pergi?" tanya Tuan Marcello pada salah satu Penjaga berjas hitam di dekatnya.
"Tuan Muda pergi 8 Jam yang lalu. Setelah itu kami menghubunginya kembali tapi hanya Asisten Jirome yang mengangkat. Tuan!" jawab mereka menunduk.
Tuan Marcello membuang nafas kasar merapatkan Mantel hangat yang baru ia pakai. Amarah dan rasa muak itu bercampur hingga ia langsung mengeluarkan Ponselnya untuk menghubungi Pejantan Beku itu.
Namun. Lagi-lagi hanya suara Operator yang menjawab panggilannya pertanda jika Sosok itu benar-benar tak perduli.
"Kalian cari dia!! Katakan jika aku sudah kembali!!"
"Baik. Tuan!"
Mereka langsung bergegas menuju Lift di sudut sana membuat helaan nafas Tuan Marcello tercipta. Ia mendudukan dirinya di Kursi tunggu dengan kepala terasa sangat berat.
"Ntah apa yang ada di pikirannya sekarang?!" gumam Tuan Marcello memijat pelipisnya. Pengawal Owen yang setia mendampinginya hanya bisa diam melihat hubungan dingin Ayah dan Anak ini.
"Tuan Besar! Saya rasa Tuan Maxwell tak akan menerima keberadaan Nona Violet."
"Kau benar," gumam Tuan Marcello menanggapi Pengawal Owen dengan kesungguhan. Ia menghela nafas sejenak meringankan beban di dadanya.
"Tapi. Violet adalah wanita yang lembut. Aku pikir hanya butuh beberapa waktu lagi untuk membuat Maxwell berubah menjadi lebih baik. Dia hanya perduli tentang Kematian Ibunya saja," imbuh Tuan Marcello yang hanya ingin Maxwell keluar dari karakter gelap itu. Alhasil keduanya menjadi tak akur dan saling menyerang dalam artian masing-masing.
Setelah beberapa lama Pintu ruang rawat ini terbuka memperlihatkan Team Medis dan Dokter Karren tengah membawa Ranjang Rawat Violet yang tampak menatap sayu Tuan Marcello karna pengaruh obat yang tadi di berikan padanya.
"D..Dad!"
"Nak!" gumam Tuan Marcello berdiri mendekat. Mata Violet berbinar kala melihat Ayah mertuanya datang tapi masih ada unsur kehampaan disana.
"D..Dad!"
"Kau tenang saja. Maxwell tadi datang tapi dia pergi untuk mencari perlengkapanmu," ucap Tuan Marcello dan Violet hanya tersenyum.
Ia meraih tangan kekar Tuan Marcello untuk sesaat menarik nafas untuk mengutarakan keinginannya.
"Katakan! Kau ingin apa?"
"D..Dad! A..aku.. Aku ingin p..punya anak," lirih Violet begitu terlihat sendu dan memprihatinkan. Tuan Marcello terdiam dan begitu juga seisi lorong ini. Mereka tak mau mencampuri urusan Ayah Mertua dan Menantu ini.
"A..aku.. Ingin p..punya anak. Dad!"
"Kau akan memilikinya," tegas Tuan Marcello mengusap lengan Violet penuh ketenagan. Hal itu membuat mata Violet berkaca-kaca karna tentu hanya Mertuanya-lah yang bisa memahaminya.
"Selesaikan Operasi-mu dengan baik dan aku janji saat kau sadar anak itu sudah ada di dekatmu. Hm?"
"B..Benarkah?"
Tuan Marcello mengangguk. Ia menatap penuh perintah Dokter Karren yang kembali mendorong Ranjang ini bersama Teamnya ke arah Ruang Operasi seiring dengan genggaman tangan Tuan Marcello terlepas.
Pengawal Owen terdiam. Ia cukup heran kenapa Tuan Marcello mengatakan hal itu padahal jelas Violet tak akan memiliki anak kandungnya sendiri?!
"Tuan! Kau.."
"Tak ada yang tak mungkin," gumam Tuan Marcello sudah memikirkan ini. Apapun akan ia lakukan agar Violet bisa bertahan dengan Maxwell yang tak berperasaan itu.
Setelah beberapa lama disini. Para Pengawal yang tadi ia suruh mencari Maxwell itu sudah datang tapi yang membuat Tuan Marcello dan Pengawal Owen terbelalak adalah keadaan mereka yang babak-belur.
"T..Tuan!"
"Ada apa?" tanya Pengawal Owen mendekat memeriksa wajah lebam membiru mereka. Tak hayal hidung berdarah dan mata bengkak yang di perlihatkan begitu menyayat empati.
"T..Tuan Maxwell sudah disini," jawab salah satunya gemetar.
Wajah Tuan Marcello sudah mengeras hebat. Ia tahu ini ulah siapa dan kenapa bisa seperti ini.
"Dimana dia???"
"Untuk apa mencariku?" jawaban santai dari arah Lift sana memperlihatkan Dua orang Pria berjalan gagah ke sini tapi yang sangat mendominasi adalah Sosok Tampan dengan tatapan mata Coklat bak elang yang sangat membuat bulu-kuduk mereka merinding.
Tuan Marcello mengepal kuat melihat wajah datar Maxwell yang berjalan kesini dengan lengan kemeja di gulung ke atas memperlihatkan tonjolan otot liat kekar dan kharisma tubuh jangkungnya.
"Kau memang tak waras. Ha??"
"Hm. Memang," jawab Maxwell santai menghentikan langkahnya tepat di hadapan Tuan Marcello hingga para Pengawal tadi langsung menunduk.
Mereka tak habis pikir kenapa Pria Tempramental ini bisa begitu tak terduga sampai datang membuat kegaduhan besar di Lobby tadi.
"Istrimu tengah berjuang di dalam sana tapi kauu.. Kauu seakan menjadi iblis di hidupnya!!"
"Sutt!" desis Maxwell tak suka suara berisik dan keras ini. Ia beralih memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana yang membuat kharisma dan pesona dari Pria ini menyebar tanpa batas.
"Dia bukan Istriku."
"Maxwell! Aku tak mengerti jalan pikiranmu bagaimana?!" geram Tuan Marcello naik pitam akan sikap tak manusiawi ini.
Bukannya merasa terhina. Maxwell justru memberikan Simrik licik dan tak berperasaan seakan-akan jiwanya sudah tak perduli akan hidup orang lain.
"Tua Bangka. Jangan terlalu mendesakku karna aku tak akan segan MEMBUNUHNYA."
"MAXWELLL!!!" Bentak Tuan Marcello tapi Maxwell hanya memberi senyuman yang merinding. Ia seperti kurang waras bersikap tak bermoral pada Ayahnya sendiri.
"Pelankan suaramu. Atau MENANTU KESAYANGAN-mu itu akan terganggu. Hm?"
"Aku tak akan bermain-main lagi denganmu. Sudahi sikap Tempramen-mu ini dan jangan sia-siakan kesempatan ini lagi. Paham?"
Maxwell hanya diam. Ia menatap miris wajah Tuan Marcello dengan lelucon yang merendahkan harga diri pria ini.
"Cari anak angkat untuk mengobati Trauma Istrimu. CARI ANAK ITU!!"
Seketika raut wajah Maxwell yang semula bergurat santai langsung mendinginkan suasana. Ia membuat semua Pengawal ini mundur hingga kilatan amarah itu menyambar di matanya.
"Anak?" tekan Maxwell mengepal.
"Yah. Jika tidak aku tak akan segan menghancurkan Kediaman lamamu. TAK AKAN SEGAN."
"Kauuu.."
Maxwell seketika ingin mengangkat kepalannya tapi seketika bayangan wajah Ibunya terlihat di balik tubuh Tuan Marcello. Mata Maxwell mengigil hebat dengan rahang mengeras dan gigi terkatup rapat.
"Bawa dia sebelum Violet sadar. Jika tidak kau tahu sendiri apa yang ada di genggamanku," desis Tuan Marcello lalu melangkah pergi diikuti semua Pengawal disini.
Karna tak bisa menahan amarahnya. Maxwell langsung meninju dinding di hadapannya hingga Gamba beton ini terdengar keras dan menyisakan keretakan.
Mata Maxwell mengigil hebat dan terus meluapkan emosi yang ia pendam pada barang-barang di sekitarnya.
Jirome hanya bisa diam melihat bagaimana kehidupan Tuannya yang terlalu membuat akal sehat seseorang tiada.
"Tak ada yang bisa mengerti kau. Tuan!"
.....
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Sandisalbiah
harusnya tuan Marcello bisa melihat dan menilai kan.. bahwa dgn sikap egois dan pemaksanya itu bukan hanya Max yg tdk nyaman tp nasib Vioket juga miris.. menderita... tdk ada kebahagiaan dlm pernikahan mereka.. lalu apa tujuan tuan Marcello dgn menikahkan mereka kalau kenyataannya pernikahan mereka hanya menjadi neraka bagi keduanya
2024-11-13
0
Qaisaa Nazarudin
Tuan besar terlalu memaksa..Harusnya gak ada jaman perjodohan lagi,Kalo udah kayak gini siapa yg di salah kan?? kasian Vio yg jadi korbannya,punya Suami tapi tdk pernah di anggap oleh suami sendiri,Apa lagi sekarang Vio udah cacat,udah gak punya rahim,..🤦🤦
2024-06-13
0
Diedie
ayah yg egoisss 😏
2023-09-08
0