Akhirnya hari yang dinanti pun tiba. Mita dan Hisyam pun menikah. Orang tua Mita bernafas lega karena orang tua Hisyam menerima Mita. Akad nikah pun berjalan lancar tanpa ada gangguan apa pun.
Pesta pernikahan Mita dan Hisyam dilakukan secara meriah dan besar-besaran karena Mita dan Hisyam sama-sama anak tunggal. Jadi orang tua mereka ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Mereka mengundang keluarga, tetangga, teman-teman kerja Hisyam, relasi bisnis Pak Bakhtiar dan teman-teman Pak Emir yang sama-sama pedagang di pasar. Hanya saja yang tidak diundang adalah teman-teman Mita dan guru-guru Mita. Tidak ada satu pun orang di sekolah yang mengetahui jika Mita hari ini menikah.
Mita dan Hisyam bersikap layaknya seperti pasangan yang bahagia. Sesekali Hisyam merangkul pinggang Mita atau mengusap punggung Mita atau mengusap kepala Mita. Hisyam juga memberikan sedikit kecupan di kepala Mita. Mita tidak merasa keberatan ketika Hisyam menyentuhnya. Bagaimanapun juga Hisyam sudah menjadi suaminya.
Usai pesta pernikahan Mita dan Hisyam pulang ke rumah orang tua Mita untuk mengambil semua barang-barang Mita. Mita akan tinggal bersama dengan Hisyam. Mita dan Hisyam tidak bulan madu kemanapun karena hari senin Mita sudah harus masuk sekolah dan Hisyam juga harus praktek di rumah sakit dan apotik.
Sebelum Mita pergi meninggalkan rumah orang tuanya, Ibu Emilia memberikan nasehat kepada Mita.
“Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Kamu harus melayani suami kamu sebaik mungkin. Jangan sampai suami kamu dilayani oleh pembantu. Kamu sendiri yang harus melayani semua keperluan suami kamu. Kamu juga harus melayani suami kamu di atas ranjang. Jangan sampai kamu menolak ketika ia minta dilayani!” ujar Ibu Emilia.
“Baik, Bu,” jawab Mita.
Ibu Emilia mengusap kepala Mita. “Ibu percaya kamu bisa menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anakmu,” ujar Ibu Emilia.
“Aamiin ya robbal alamin,” jawab Mit. Mita mencium tangan Ibu Emilia. Ia pun menghampiri Pak Emir dan mencium tangan Pak Emir. Pak Emir mengusap kepala Mita.
“Dengarkan dan ikuti apa kata suamimu selama ia mengajarkan kebaikan,” ujar Pak Emir.
“Baik, Ayah,” jawab Mita.
Hisyam menghampiri orang tua Mita. Ia mencium tangan Ibu Emilia dan Pak Emir.
“Ayah titip putri Ayah. Didiklah ia sebaik mungkin! Mungkin ia sering melawan tapi sebenarnya hatinya baik,” ujar Pak Emir.
“Baik, Ayah. Akan Hisyam ingat selalu pesan Ayah,” jawab Hisyam.
“Kami pamit pulang. Assalamualaikum,” ucap Hisyam.
“Waalaikumsalam,” jawab Pak Emir dan Ibu Emila.
Dengan berat hati Mita melangkah meninggalkan rumah orang tuanya. Mita melambaikan tangannya kepada kedua orang tuanya dengan perasaan sedih. Hisyam merangkul punggung istrinya untuk menenangkan istrinya.
Hisyam membuka pintu mobil untuk Mita. Mita masuk ke dalam mobil lalu Hisyam menutupkan pintu untuk Mita. Mita memandangi orang tuanya yang berdiri di depan pintu pagar. Hisyam masuk ke dalam mobil lalu menyalakan mobilnya. Mita dan Hisyam melambaikan tangan ke orang tua Mita lalu Hisyam melajukan mobilnya meninggalkan rumah orang tua Mita.
***
Hisyam dan Mita sampai di rumah Hisyam. Mita turun dari mobil sambil memperhatikan rumah Hisyam. Sebuah rumah yang besar dan pekarangan rumah yang cukup luas. Jauh berbeda dengan rumah orang tua Mita yang hanya berukuran sedang. Ini pertama kalinya Mita menginjakkan kakinya di rumah Hisyam. Tiba-tiba ada yang membuka pintu rumah. Seorang perempuan setengah baya menyambut kedatangan mereka. Ia adalah Mbok Narti pembantu Hisyam.
“Mbok belum tidur?” tanya Hisyam.
“Belum. Mbok nunggu sampai Pak Dokter pulang,” jawab Mbok Narti.
“Mbok, kenalkan ini istri Hisyam namanya Mita,” ujar Hisyam. Mbok Narti menyalami Mita.
“Walah, cantik sekali,” puji Mbok Narti.
“Mbok, bisa saja,” kata Mita.
“Ayo kita masuk!” Hisyam masuk ke dalam rumah sambil membawa koper milik Mita. Mita mengikuti Hisyam dari belakang. Mbok Narti mengunci kembali pintu rumah.
Hisyam membawa Mita ke kamarnya yang berada di lantai dasar. Hisyam membuka pintu kamar lalu masuk ke dalam kamar. Kamar itu cukup luas dengan tempat tidur yang berukuran besar serta lemari berukuran besar. Mita memperhatikan sekeliling kamar. Tidak ada satupun foto istri dan anak Hisyam. Entah Hisyam pindahkan kemana.
“Maaf, kalau kita harus tidur sekamar. Kalau kita tidur pisah kamar nanti ketahuan sama mama,” ujar Hisyam.
“Tidak apa-apa, Bang. Kita kan sudah menikah sudah sepantasnya kita tidur satu kamar dan satu tempat tidur,” jawab Mita.
“Ayo kita istirahat. Beres-beresin barangnya besok saja! Kamu pasti cape sekali,” ujar Hisyam.
Hisyam berjalan menuju ke lemari, Ia membuka lemari dan mengambil pakaian dari lemari. Lalu ia membawa pakaian itu ke dalam kamar mandi. Berapa menit kemudian Hisyam keluar dari kamar mandi dengan menggunakan kaos dan celana pendek lalu naik ke atas tempat tidur. Ia bersiap-siap untuk tidur.
Mita membuka kopernya untuk mengambil baju ganti namun Mita langsung kaget melihat beberapa lingerie di taruh di tumpukan baju paling atas.
“Astagfirullahalazim!” ucap Mita kaget. Mendengar Mita kaget Hisyam langsung bangun dari tempat tidur.
“Kenapa?” tanya Hisyam.
“Nggak kenapa-kenapa. Abang tidur saja!” jawab Mita.
Ini pasti kerjaan ibu, kata Mita di dalam hati.
Mita kembali mencari baju tidurnya yang biasa ia pakai ditumpukan baju yang lain. Akhirnya ia menemukan juga. Mita mengambil baju itu lalu membawanya ke kamar mandi. Mita mengganti baju di dalam kanar mandi. Tak lama kemudian ia keluar dari kamar mandi.
Mita mendekati tempat tidur dan duduk di pinggir tempat tidur. Ia merasa cangguh tidur dengan Hisyam walaupun dulu ia sering melakukan hubungan intim dengan Arifin. Terdengar suara dengkuran halus dari mulut Hisyam sepertinya Hisyam sudah tidur dengan nyenyak. Mita merebahkan dirinya di pinggir tempat tidur. Tak lama kemudian ia pun tertidur dengan nyenyak.
***
Alarm jam di kamar Hisyam berbunyi. Waktu sudah menunjukkan empat lewat tiga puluh menit. Sebentar lagi adzan subuh berkumandang. Hisyam menoleh ke samping. Mita sedang tidur dengan nyenyak sambil memeluk guling. Cara Mita tidur lucu seperti anak keci yang sedang tidur. Hisyam tersenyum melihat cara Mita tidur.
Hisyam menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajah Mita. Tiba-tiba Hisyam tersadar kalau sebentar lagi adzan subuh. Cepat-cepat Hisyam beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Lima belas menit kemudian Hisyam keluar dari kamar mandi. Ia melihat Mita masih tidur dengan nyenyak. Hisyam menggelar sajadah dan menggunakan sarung. Ia bersiap-siap untuk sholat.
Setelah siap untuk sholat Hisyam duduk di sebelah Mita lalu membangunkan Mita.
“Mita. Bangun, Mit! Sholat dulu, yuk!” ujar Hisyam namun Mita tidak juga bangun.
Hisyam kembali membangunkan Mita. “Mita. Bangun, Mit! Kita sholat dulu.” Hisyam menepuk-nepuk lengan Mita namun Mita belum juga bangun. Hisyam sekali lagi menepuk lengan Mita.
“Nanti dulu, Bu. Mita masih ngantuk,” jawab Mita dengan mata yang masih terpejam. Hisyam tertawa mendengar jawaban Mita. Ia disangka ibunya.
“Mita, ini Abang. Bangun, yuk!” kata Hisyam sekali lagi. Mita menoleh ke Hisyam dengan mata yang masih mengantuk. Lalu ia bangun dari tempat tidur.
“Sholat dulu, ya! Biar anak kita terbiasa di ajak sholat. Bayi di dalam kandungan sudah bisa merasakan kebiasaan yang baik yang sering kita lakukan,” ujar Hisyam.
Mita terharu ketika mendengar Hisyam menyebut bayi di dalam kandungannya anak kita. Kalau Arifin masih hidup belum tentu mau mengakui bayi itu sebagai anaknya.
“Ayo wudhu dulu! Abang tunggu, ya,” ujar Hisyam. Mita beranjak dari tempat tidur lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Sayup-sayup terdengar suara azan subuh dari masjid di dekat rumah Hisyam.
Sepuluh menit kemudian Mita keluar dari kamar mandi dengan mata yang masih mengantuk. Mita menggelar sajadahnya lalu mengenakan mukenah. Akhirnya Hisyam dan Mita sholat subuh berjamaah.
Setelah selesai sholat subuh Mita hendak tidur kembali tetapi ia ingat nasehat ibunya untuk melayani suami. Mita langsung keluar dari kamarnya menuju ke dapur. Sesampai di dapur Mbok Narti sedang memotong bawang merah untuk membuat nasi goreng. Mita tidak kuat mencium bau bawang merah mentah, ia langsung mual dan mau muntah. Mita langsung kembali ke kamar untuk muntah. Tak lama kemudian ia keluar dari kamar dengan menggunakan masker. Ia kembali ke dapur.
Mbok Narti tertawa melihat Mita menggunakan masker.
“Sudah, Non duduk saja. Biar Mbok yang membuat sarapan,” kata Mbok Narti. Mbok Narti diberi tahu oleh Hisyam kalau Mita sedang hamil anaknya namun Hisyam meminta Mbok Narti tidak memberitahukan kepada kedua orang tuanya.
“Mita mau masak untuk Bang Hisyam,” jawab Mita.
“Ya sudah, Non yang membuat telor ceplok,” kata Mbok Narti.
Mita membuat telor ceplok. Ketika telor dimasukkan ke dalam teflon tiba-tiba minyak di dalam teflon ciprat-ciprat ke luar dan mengenai tangan Mita. Mita pun menjauh dari kompor. Maklum Mita tidak bisa masak. Ibunya yang selalu memasak untuknya dan ayahnya. Ia tidak pernah membantu ibunya masak. Kerja Mita hanya sekolah dan main.
“Kasih garam, Non!” kata Mbok Narti sambil memotong cabe.
Mita memasukkan garam tapi terlalu banyak. Api kompornya juga terlalu besar sehingga ceplok telornya gosong. Mita membuat telor ceplok lagi tapi hasilnya tetap gosong.
Hisyam duduk di depan meja makan. Ia memandangi hidangan yang tersedia di meja makan. Ia melihat telor ceplok sedikit gosong tidak seperti buatan Mbok Narti. Mita keluar dari kamar lalu duduk di kursi makan.
“Ini kamu yang masak?” Hisyam menunjuk ke makanan yang tersaji di depan meja makan.
“Bukan. Mita hanya membantu menceplok telor. Mita nggak kuat bau bawang merah mentah bikin pusing kepala dan mual,” jawab Mita.
“Iya, nggak apa-apa,” kata Hisyam.
Mita mengambilkan nasi goreng untuk Hisyam lalu memberi telor ceplok di atasnya. Hisyam memakan nasi goreng tersebut. Rasa nasi goreng biasa saja seperti buatan Mbok Narti namun ketika memakan telor ceplok rasanya asin sekali. Tapi Hisyam tidak memuntahkan telor itu, ia menelan telor tersebut.
Mita memakan nasi goreng dengan menggunakan telot ceplok. Ia merasakan telor ceploknya asin sekali. Mita langsung menuju ke dapur dan muntahkan makanan yang berada di mulutnya ke dalam tempat sampah. Ia pun kumur-kumur di tempat cucu piring. Setelah berkumur-kumur ia kembali ke meja makan, ia melihat Hisyam hendak menyuap nasi goreng beserta ceplok telor. Cepat-cepat Mita mengambil sendok Hisyam dan mengambil telor ceplok yang ada di piring Hisyam. Mita juga mengambil telor ceplok yang berada di atas piring.
“Itu mau dibawa kemana?” tanya Hisyam.
“Mau dibuang,” jawab Mita.
Mita membawa semua ceplok telor ke dapur lalu ia buang ke dalam tong sampah. Hisyam hanya menghela nafas melihat apa yang dilakukan Mita. Setelah membuang semua ceplok telor, Mita kembali lagi ke meja makan.
“Sebentar ya, Bang. Mbok Narti sedang membuatkan ceplok telor untuk Abang,” kata Mita.
“Mita minta maaf karena tidak bisa masak,” ucap Mita dengan rasa bersalah.
“Tidak apa-apa. Abang kan tidak menyuruh kamu masak. Tugas kamu hanya memperhatikan kehamilanmu dan belajar! Itu saja. Urusan yang lain-lain biar Mbok Narti yang mengerjakan,” ujar Hisyam.
Tak lama kemudian Mbok Narti datang membawa dua buah telor ceplok.
“Tuh, telornya sudah datang. Ayo lanjutkan lagi makannya!” kata Hisyam. Mita dan Hisyam melanjutkan sarapan.
***
Mita keluar dari kamarnya. Ia menggunakan seragam sekolah. Ia sudah siap untuk berangkat sekolah. Hisyam sudah lebih dulu sarapan. Mita menghampiri Hisyam dan duduk di depan Hisyam. Hisyam memperhatikan istrinya yang sedang mengambil makanan. Kemeja sekolahnya sudah mulai terlihat kekecilan. Dada istrinya sudah mulai membesar. Membuat mata para lelaki akan tertuju kepada dada istrinya. Untung rok sekolah Mita panjang sehingga tidak memperlihatkan kaki istrinya yang putih dan mulus.
“Nanti kamu beli baju seragam lagi, ya! Baju kamu sudah kekecilan,” kata Hisyam ketika sedang makan.
Mita melihat ke arah dadanya. Kemeja sekolahnya sudah kekecilan karena berat badannya mulai naik. Dadanya juga membesar.
“Iya, Bang,” jawab Mita.
“Abang ingin kamu berpakaian lebih sopan lagi dan lebih tertutup. Tapi tidak harus sekarang. Nanti saja sedikit demi sedikit,” ujar Hisyam.
“Baik, Bang,” jawab Mita.
“Ayo habiskan sarapanmu! Nanti kamu terlambat sekolah,” ujar Hisyam.
Seperti biasa Hisyam mengantar Mita sampai di depan sekolah. Sebelum Mita turun dari mobil, Hisyam mengambil dompetnya dan mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya. Ia memberikan uang itu kepada Mita.
“Ini untuk jajan kamu dan membeli seragam baru serta ongkos kamu pulang. Abang tidak bisa menjemputmu karena nanti siang Abang ada jadwal operasi,” kata Hisyam.
“Baik, Bang. Terima kasih,” jawab Mita.
“Mita sekolah dulu, Bang. Assalamualaikum.” Mita mencium tangan Hisyam lalu turun dari mobil.
“Waalaikumsalam,” jawab Hisyam. Mita masuk ke dalam halaman sekolahnya.
Tanpa Mita sadari ada seseorang yang diam-diam merekam dari kaca depan mobil Hisyam ketika Hisyam sedang memberikan uang kepada Mita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Yani
Diapa tu yang moto
2023-12-22
0
Sulaiman Efendy
LBH BAGUS MITA PKE JILBAB..
2023-04-17
1
Sulaiman Efendy
BNR ITU, LO HRS SHOLAT TAUBAT UNTUK MNTA AMPUNAN SAMA ALLAH, DN BETUL, LO HRS DIDIK ANAK LO DGN NILAI2 AGAMA, MSKI HASIL ZINAH, DN TANPA DO'A2 BRZIMA LO BUATNYA SAMA ARIFIN, DN BETUL BLM TENTU ARIFIN MAU BRTANGGUNG JAWAB DN AKUI ATAU TERIMA BAYI LO, KLO ARIFIN LKI2 BAIK, TDK MNGKIN ARIFIN RUSAK LO DGN ZINAHI LO HINGGA LO HAMIL, FIX TU ARIFIN MMPUS LAKALANTAS KRNA PIKIRANNYA KALUT TAU LO HAMIL... ALLAH TARIK TAKDIR LO BRTEMU HISYAM..
2023-04-17
1