Pagi ini tidak biasanya orang tua Mita berada di rumah. Biasanya setiap pagi mereka berada di pasar berdagang ikan di pasar namun hari ini mereka tidak berdagang karena Ibu Emilia sedang sakit kepala. Ia sakit karena memikirkan putri satu-satunya. Ia bingung mencari jalan keluar masalah yang sedang di hadapi Mita.Terpaksa hari ini mereka libur berdagang. Mita bertugas untuk mencuci baju sedangkan Pak Emir bertugas membereskan dan membersihkan rumah.
Tiba-tiba terdengar suara orang yang mengucapkan salam di depan rumah. “Assalamualaikum.” Pak Emir membuka pintu rumah dan menjawab, “Waalaikumsalam.” Pak Emir melihat Hisyam berdiri di depan pintu pagar,
“Eh, Pak Dokter.” Pak Emir membukakan pintu pagar.
“Maaf, Pak. Saya mengganggu Bapak pagi-pagi,” ucap Hisyam.
“Tidak apa-apa. Ayo masuk.” Pak Emir mempersilahkan Hisyam masuk ke dalam rumah. Hisyam masuk ke rumah Pak Emir.
“Silahkan duduk, Pak Dokter. Sebentar, saya suruh Mita buatkan minum.” Pak Emir hendak masuk ke ruang keluarga
“Tidak usah, Pak!” kata Hisyam.
“Tidak apa-apa. Tunggu sebentar!” Pak Emir masuk ke ruang keluarga. Tak lama kemudian ia kembali. Pak Emir duduk di kursi tamu.
“Ada apa Pak Dokter datang ke sini?” tanya Pak Emir.
“Ada hal yang ingin saya sampaikan ke Bapak dan Ibu,” jawab Hisyam.
“Tentang apa ya, Pak Dokter?” tanya Pak Emir.
Tiba-tiba Mita datang membawakan minuman. Ia menaruh cangkir di atas meja.
“Terima kasih,” ucap Hisyam.
“Mit, panggil Ibu ke sini! Pak Dokter mau bicara sama Ibu juga,” ujar Pak Emir kepada Mita.
“Iya, Pak,” jawab Mita.
Mita masuk ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian Ibu Emilia menuju ke ruang tamu. Ia duduk di sebelah suaminya. Mita mengumpet di balik tembok dan ikut mendengarkan pembicaraan Hisyam.
“Kedatangan saya ke sini adalah untuk melamar Mita,” kata Hisyam. Orang tua Mita kaget mendengarnya. Mita yang mendengarkan dari balik tembok juga kaget mendengar perkataan Hisyam. Pak Emir dan Ibu Emilia berpandangan satu sama lain.
“Saya akan bertanggung jawab atas bayi yang berada di kandungan Mita,” lanjut Hisyam.
“Apa yang membuat Pak Dokter mau bertanggung jawab? Janin itu bukan anak Pak Dokter,” tanya Pak Emir. Terus terang saja Pak Emir kaget dengan perkataan Hisyam. Bagaimanapun juga ia harus tau apa motif Hisyam yang tiba-tiba ingin menikahi Mita. Apalagi oang seusia Hisyam biasanya sudah memiliki istri dan anak.
“Saya kasihan kepada Mita. Saya tidak ingin masa depannya hancur hanya karena bayi yang berada di dalam kandungannya,” jawab Hisyam.
“Lalu bagaimana dengan istri Pak Dokter? Apa ia setuju untuk dimadu?” tanya Ibu Emilia.
Hisyam tersenyum mendengar pertanyaan Ibu Emilia.
“Saya seorang duda. Istri saya dan anak saya meninggal setahun yang lalu,” jawab Hisyam.
“Ibu tidak usah khawatir saya tidak akan menikahkan Mita secara siri. Saya akan menikahkan Mita secara sah hukum dan agama,” jawab Hisyam.
Ibu Emilia menoleh ke suaminya. “Bagaimana, Yah?” tanya Ibu Emilia.
“Ayah terserah Mita. Apakah dia mau menikah dengan Pak Dokter?” Pak Emir balik bertanya.
“Mita!” Ibu Emilia memanggil Mita.
“Iya, Bu,” jawab Mita. Mita menghampiri orang tuanya.
“Duduk sini di sebelah Ibu!” ujar Ibu Emila. Mita duduk di sebelah Ibunya.
“Pak Dokter hendak melamar kamu, apa kamu mau menikah dengan Pak Dokter?” tanya Ibu Emilia.
“Mau, Bu,” jawab Mita. Mita mau menikah dengan Hisyam karena secara fisik Hisyam sangat tampan dan bertubuh atletis. Ia laki-laki idaman setiap wanita. Dan yang paling penting Hisyam sangat perhatian kepadanya.
“Alhamdullilah,” ucap Hisyam.
“Kalau begitu besok saya akan mengajak Mita untuk menemui orang tua saya,” kata Hisyam.
Hisyam melihat jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan, ia sudah harus ke rumah sakit.
“Saya permisi dulu, karena saya harus ke rumah sakit.” Hisyam pamit kepada orang tua Mita.
“Diminum dulu tehnya,” kata Ibu Emilia.
Hisyam meminum tehnya beberapa teguk. “Saya permisi dulu. Assalamualaikum.” Hisyam beranjak dari tempat duduk.
“Waalaikumsalam,” jawab Pak Emir.
Hisyam keluar dari rumah Mita menuju ke mobilnya. Mita mengantar Hisyam sampai mobil. Sebelum Hisyam masuk ke dalam mobil ia menoleh ke Mita.
“Saya belum punya nomor ponsel kamu.” Hisyam memberikan ponselnya kepada Mita.
“Kamu ketik di sini nomor ponsel kamu!” kata Hisyam. Mita mengambil ponsel Hisyam lalu mengetik nomor ponselnya di ponsel Hisyam. Setelah itu ia berikan kembali kepada Hisyam.
“Terima kasih, Pak Dokter sudah mau membantu saya,” ucap Mita.
“Jangan panggil Pak Dokter, dong. Panggil Abang. Saya kan calon suami kamu,” ujar Hisyam.
“Iya, Abang,” jawab Mita.
“Abang pergi dulu, ya. Assalamualaikum.” Hisyam masuk ke dalam mobilnya.
“Waalaikumsalam,” jawab Mita.
Mobil Hisyam pun meluncur meninggalkan rumah Mita.
***
Mita sedang membetulkan penampilannya di depan kaca. Hari ini ia akan pergi ke rumah orang tua Hisyam. Tadi pagi Hisyam mengirim pesan kalau ia akan menjemput Mita jam sepuluh. Sekarang baru pukul sepuluh kurang lima belas menit. Tiba-tiba ponsel Mita berdering. Mita mengambil ponselnya yang di simpan di atas meja rias. Tertulis di layar ponselnya Abang Hisyam calling. Mita menjawab telepon Hisyam.
“Assalamualaikum,” ucap Mita .
“Waalaikumsalam,” jawab Hisyam.
“Mit, Abang sudah di depan. Dari tadi Abang mengucapkan salam tapi tidak ada yang membukakan pintu,” ujar Hisyam.
“Sebentar, Bang. Mita akan keluar,” jawab Mita.
Mita membawa tasnya lalu keluar dari kamar. Mita membuka pintu rumah, Hisyam sedang berdiri di depan pintu pagar. Mita membukakan pintu pagar. Hisyam memakai kaos t shirt dan celana jeans. Berbeda dengan penampilan Hisyam yang biasa Mita lihat.
“Bapak dan Ibu kemana?” tanya Hisyam melihat rumah Mita yang kelihatan sepi.
“Belum pulang dari pasar,” jawab Mita.
“Kalau begitu kita berangkat sekarang,” ujar Hisyam.
“Sebentar, Bang. Mita mau kunci pintu dulu,” kata Mita. Mita berjalan menuju ke pintu rumah lalu menguncinya. Setelah itu ia keluar dari halaman rumahnya lalu menggembok pintu pagar. Mita pun masuk ke dalam mobil Hisyam. Mobil pun meluncur meninggalkan rumah Mita.
***
Hisyam mengendarai mobilnya menuju ke kawasan perumahan mewah. Mita merasa tegang karena akan bertemu dengan orang tua Hisyam. Ia takut orang tua Hisyam menolaknya. Mita menenangkan dirinya sambil mengusap perutnya.
“Tenang saja. Mama tidak akan menggigit kamu, kok,” ujar Hisyam yang menghibur Mita yang terlihat tegang .
Hisyam menghentikan mobilnya di depan rumah yang sangat besar dan mewah. Hisyam mematikan mesin mobilnya.
“Turun, yuk! Sudah sampai.” Hisyam membuka seatbelt lalu turun dari mobil. Mita turun juga dari mobil. Mereka berjalan menuju ke pintu pagar rumah tersebut.
“Pak Joko. Bukain dong pintunya!” teriak Hisyam dari depan pagar.
“Iya, Den.” Seorang pria hampir setengah baya berlari menghampiri pintu pagar lalu membukakan pintu pagar.
“Mama ada, Pak?” tanya Hisyam.
“Ada, Den. Papa Aden juga ada,” jawab Pak Joko.
Hisyam mengajak Mita masuk ke pekarangan rumah orang tuanya. Mereka masuk ke dalam rumah melalui pintu garasi.
“Assalamualaikum,” ucap Hisyam ketika masuk ke rumah.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Nella. Ibu Nella sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.
Hisyam menghampiri mamanya lalu mencium tangannya. Ibu Nella senang melihat putranya datang untuk mengunjungi mereka. Jika Hisyam sibuk praktek ia jarang datang ke rumah orang tuanya.
Ibu Nella melihat Mita berdiri di pintu masuk ruang keluarga.
“Itu siapa?” Ibu Nella menunjuk ke arah Mita.
Hisyam menghampiri Mita lalu merangkul punggungnya. “Ini Mita. Calon istri Hisyam,” jawab Hisyam.
“Calon istri? Kelihatannya masih muda sekali,” ujar Ibu Nella. Ibu Nella memandangi Mita dari atas terus ke bawah. Sepertinya ia sedang menilai Mita. Mita memberanikan diri untuk menghampiri Ibu Nella dan mencium tangan Ibu Nella.
“Siapa namamu?” tanya Ibu Nella yang masih terus saja memperhatikan Mita.
“Mita, Tante,” jawab Mita.
“Kuliah dimana?” tanya Ibu Nella.
Mita diam tidak menjawab. Ibu Nella menyangkanya seorang mahasiswa.
“Mita masih SMA, Mah. Dia baru kelas sebelas. Usianya baru tujuh belas tahun,” jawab Hisyam.
Ibu Nella kaget mendengarnya. “Dia masih kecil, Hisyam!” ujar Ibu Nella gemas mendengar calon istri Hisyam ternyata masih sangat muda.
“Biar masih kecil tapi sudah bisa bikin anak,” jawab Hisyam seenaknya. Pokoknya ia harus bisa meyakinkan orang tuanya agar mau menerima Mita.
“Iihh. Nanti kamu dianggap p3d0f1l,” ujar Ibu Nella.
“Biarkan saja, Mah. Yang penting Hisyam cinta sama Mita,” jawab Hisyam.
Pak Bakhtiar keluar dari ruang kerjanya lalu datang menghampiri anak dan istrinya. “Ada apa ini ribut-ribut?” tanya Pak Bakhtiar. Hisyam menghampiri papanya dan mencium tangan papanya.
“Ini Hisyam bawa calon istri yang masih kecil. Usianya baru tujuh belas tahun baru kelas sebelas SMA,” jawab Ibu Nella.
Pak Bakhtiar menatap Mita yang berdiri di sebelah Hisyam. Mita terlihat masih muda dan sangat cantik. Ia juga terlihat sopan pada orang tua. Hisyam juga terlihat sangat menyayangi Mita. Wajar kalau Hisyam ingin memperistri Mita.
“Tidak apa-apa, Mah. Yang penting dia bisa mengurus dan melayani Hisyam,” jawab Pak Bakhtiar.
“Tuh, Papah juga setuju,” kata Hisyam.
“Iiihhh. Bapak dan anak sama saja,” ujar Ibu Nella dengan kesal.
Sebetulnya Ibu Nella senang melihat Hisyam datang memperkenalkan calon istrinya. Semenjak istrinya meninggal Hisyam belum pernah membawa perempuan ke rumah orang tuanya. Baru kali ini ia membawa perempuan ke rumah orang tuanya. Berarti Hisyam sudah membuka pintu hatinya untuk perempuan lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Yani
Srmoga orang tua Hisyam meretui
2023-12-21
0
Sulaiman Efendy
BETUL TU, MSH KECIL, TPI UDH HAMIL CALON ANAK KECIL... DN LUBANG INTINYA UDH GK KECIL LGI, KRN UDH SERING DITUSUK ARIFIN..
ARIFIN MMPUS LAKALANTAS PNTAS KALUT MIKIRIN MITA YG HAMIL, ARIFIN PSTI BLM SIAP JDI BAPAK, PSTI DIA BURU2 INGIN KTEMU MITA UNTUK SURUH MITA GUGURIN KANDUNGAN NYA..
DN BETUL KATA PAK EMIR, KLO ARIFIN MSH HIDUP, BLM TENTU ARIFIN MAU TANGGUNG JAWAB..
2023-04-17
1
Nirwana Asri
kasian juga ya nasib anak istrinya pak dokter
2023-03-18
1