Papa Untuk Bayiku
“Ya, Allah. Sakit sekali,” keluh Mita sambil memegang kepalanya. Sudah seminggu ini ia merasakan sakit kepala yang hebat serta muntah-muntah. Mita berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Setelah bangun Mita berjalan keluar dari kamarnya.
Rumahnya terlihat sangat sepi sepertinya orang tuanya sudah berangkat ke pasar. Orang tua Mita menjual ikan di pasar Simpang Dago. Mereka biasanya berangkat pukul setengah dua dini hari. Pulang jam dua belas siang.
Mita berjalan menuju ruang makan untuk mengambil minum. Ketika ia meminum segelas air putih tiba-tiba perutnya terasa mual dan mau muntah. Mita berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya di atas closet namun yang keluar hanyalah cairan bening. Setelah perutnya tidak mual lagi, Mita keluar dari kamar mandi. Ia mencampur air minumnya dingin dengan hangat lalu Mita meminumnya. Untung Mita tidak memuntahkan kembali minumannya.
Mita kembali ke kamarnya, ia memutuskan untuk tidak sekolah dulu. Kebetulan Mita baru selesai ulangan akhir semester sehingga tidak masalah kalau ia tidak masuk sekolah. Mita kembali tiduran di atas tempat tidurnya.
Tanpa sengaja Mita melihat kalender yang menempel di dinding dekat meja belajarnya. Ia tidak melihat lingkaran merah di kalender, berarti bulan ini dia belum mendapatkan haid.
Mita memiliki pacar namanya Arifin. Ia sudah berpacaran dengan Arifin selama setahun. Cara mereka berpacaran melewati batas. Ia dan Arifin sering melakukan hubungan suami istri. Padahal mereka baru kelas sebelas SMA.
“Astagfirullahaladzim,” ucap Mita.
“Jangan-jangan aku hamil,” kata Mita kepada dirinya sendiri.
***
Pukul delapan pagi Mita menuju ke apotik yang jauh dari rumahnya. Ia hendak membeli testpack untuk memastikan apakah dia hamil atau tidak. Setelah membeli testpack, Mita langsung mengetes urinnya dengan menggunakan testpack dan hasilnya garis merah dua. Mita positif hamil. Mita kaget melihatnya.
“Haduh gimana, ini?” tanya Mita pada dirinya sendiri. Ia kebingungan sendiri. Ia takut jika orang tuanya tau. Mereka pasti marah besar.
“Arifin harus diberitahu.” Mita kembali ke kamarnya. Ia mengambil ponselnya dan menelepon Arifin.
“Hallo,” ucap Arifin ketika menjawab telepon Mita.
“Kamu dimana?” tanya Mita. Terdengar suara berisik di belakang Arifin.
“Aku di sekolah,” jawab Arifin.
“Kamu nggak ke sekolah?” tanya Arifin.
“Fin, ada yang mau aku bicarakan sama kamu.” Mita tidak menjawab pertanyaan Arifin tapi dia langsung menyampaikan niatnya menelepon Arifin.
“Mau bicara apa, sih? Bicara saja langsung,” kata Arifin.
“Aku hamil,” kata Mita.
“Goal.” Terdengar suara teriakan di seberang sana. Sehingga Arifin tidak mendengar perkataan Mita.
“Apa? Ulangi lagi!” kata Arifin.
“Males, ah! Aku kirim pesan saja,” kata Mita dengan kesal.
Mita mematikan ponselnya. Ia menulis pesan untuk Arifin.
Mita :
[Aku hamil.]
Mita mengirim pesan beserta foto testpack yang ada garis merah dua kepada Arifin. Arifin hanya membaca pesan darinya tanpa membalas pesannya.
“Iiihhh. Gimana, sih?” Mita kesal karena kekasihnya tidak membalas pesannya. Mita melempar ponselnya ke atas meja. Kemudian Mita naik ke atas tempat tidur, ia kembali tidur.
Mita sedang tidur dengan nyenyak, tiba-tiba tidurnya terusik oleh suara dering ponsel. Mita membuka matanya.
“Haduh siapa sih yang nelepon?” tanya Mita dengan kesal. Mita bangun dari tempat tidur lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Di ponselnya tertulis Silvy calling. Mita menjawab telepon Silvy.
“Hallo,” ucap Mita. Mata Mita terpejam karena ia masih ngantuk.
“Mita, kamu dimana?” tanya Silvy.
“Di rumah. Memang kenapa?” jawab Mita sambil menguap.
“Arifin, Mit,” kata Silvy.
“Arifin kenapa?” tanya Mita sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Arifin kecelakaan. Ia meninggal dunia,” jawab Silvy.
Mita langsung kaget mendengarnya. Matanya yang terpejam langsung terbuka lebar.
“Kapan?” tanya Mita.
“Barusan. Sewaktu pulang sekolah. Ini aku lagi di rumah sakit sama teman-teman mengantar Arifin ke rumah sakit,” jawab Silvy.
“Kirim aku alamat rumah sakitnya sekarang!” kata Mita.
“Iya, Mit,” jawab Silvy. Silvy mengakhiri pembicaraan mereka. Ia mengirim lokasi rumah sakit tempat Arifin di bawa.
Cepat-cepat Mita mengganti bajunya dan berpamitan dengan orang tuanya yang kebetulan sudah pulang dari pasar.
Sesampainya di rumah sakit Mita melihat teman-temannya dan orang tua Arifin sedang menangis. Seketika tubuh Mita menjadi lemas dan pikirannya kacau. Bagaimana nasibnya dan nasib bayi di dalam kandungannya? Siapa yang akan bertanggung jawab? Apa kata orang tuanya jika mereka tau kalau Mita hamil di luar nikah? Mita kebingungan. Akhirnya ia pun menangis dengan kencang. Semua orang mengerti mengapa Mita menangis karena ia adalah kekasih Arifin. Padahal Mita menangis karena bingung bagaimana nasibnya dan nasib bayi yang berada di dalam kandungannya.
***
Keesokan harinya Mita mengikuti pemakaman Arifin. Sebetulnya badan Mita sedang tidak fit. Semalaman ia terus saja menangis meratapi nasib dan nasib bayi di dalam kandungannya. Orang tua Mita menyangka Mita sedang menangisi Arifin yang sudah tiada.
Sebelum pergi ke makam Mita tidak sarapan karena tidak ada satu suap makanan yang bisa masuk ke dalam mulutnya. Ia memuntahkan semua makanan yang ia makan.
Sepanjang prosesi pemakaman Mita terus saja menangis. Ia bingung apa yang harus ia katakan kepada orang tuanya. Apalagi orang yang harus bertanggung jawab atas bayi di dalam kandungannya sudah tiada. Sampai akhirnya prosesi pemakaman Arifin selesai, Mita masih terus saja menangis. Satu persatu orang mulai meninggalkan makam Arifin. Silvy mendekati Mita.
“Mit, kita pulang yuk!” bujuk Silvy.
“Aku mau di sini dulu, Sil,” jawab Mita.
“Nanti kamu pulang sama siapa? Kamu kan tidak membawa kendaraan,” tanya Silvy.
“Nanti aku pulang naik ojek online,” jawab Mita.
“Kalau begitu aku tinggal, ya. Kalau ada apa-apa telepon aku!” kata Silvy. Ia memberi ruang untuk menyendiri.
“Iya, Sil,” jawab Mita.
Silvy dan teman-teman Mita yang lain pergi meninggalkan makam Arifin. Keluarga Arifin juga meninggalkan makam Arifin. Tinggal Mita yang bersimpuh di makam Arifin.
“Fin, aku hamil. Kamu tega meninggalkan aku bersama dengan bayi ini. Aku tidak tau harus berbuat apa,” kata Mita sambil menangis. Tiba-tiba pandangan Mita berkunang-kunang lalu Mita hilang kesadaran. Mita pingsan.
Sementara itu tidak jauh dari makam Arifin ada seorang laki-laki yang sedang berziarah ke makam anak dan istrinya. Ia adalah Hisyam. Tanpa sengaja Hisyam melihat Mita yang tergeletak di sebelah makam. Ia cepat-cepat menghampiri Mita.
“De, bangun De.” Hisyam menepuk lengan Mita agar Mita bangun namun tidak ada reaksi dari Mita. Ia memegang leher Mita ternyata masih ada denyut nadi.
Seorang petugas makam melihat Hisyam yang sedang membangunkan Mita. Kemudian ia menghampiri Hisyam. “Kenapa, Pak?” tanya petugas itu.
“Tidak tau, Pak. Tadi saya lihat adik ini sudah tergeletak di sebelah makam. Sepertinya ia pingsan,” jawab Hisyam. Hisyam menaikkan satu kaki Mita ke atas gundukan tanah makam Arifin agar darah Mita lancar naik ke kepala.
“Bapak bisa tolong carikan saya minyak kayu putih?” tanya Hisyam.
“Tunggu sebentar, Pak. Saya ambilkan,” kata petugas itu. Ia berjalan menuju ke kantor pemakaman. Tak lama kemudian ia datang membawa minyak kayu putih.
“Ini, Pak.” Petugas itu memberikan minyak kayu putih kepada Hisyam. Kemudian Hisyam menaruh botol minyak kayu putih di dekat lobang hidung Mita. Tak lama kemudian Mita siuman.
Mita membuka matanya yang pertama ia lihat adalah Hisyam. Lalu ia melihat ke sekelilingnya, ia sedang berada di tengah-tengah makam. Ia baru ingat kalau ia sedang berada di makam Arifin. Mita pun bangun.
“Kamu tidak apa-apa? Tadi kamu pingsan,” tanya Hisyam.
“Kepala saya sakit dan mata saya berkunang-kunang,” jawab Mita. Ia memegang kepalanya yang masih terasa sakit.
Hisyam melihat wajah Mita yang pucat dan terlihat sangat lemas. Mita terlihat seperti orang yang belum sarapan.
“Kamu belum sarapan?” tanya Hisyam.
“Belum. Saya tidak sempat sarapan,” jawab Mita.
“Ayo ikut saya. Tadi di tempat parkir ada penjual bubur ayam. Mudah-mudahan masih ada,” kata Hisyam.
Hisyam mengukurkan tangannya ke Mita. Mita memegang tangan Hisyam lalu ia berdiri. Ia mengikuti Hisyam menuju ke tempat parkir. Sesampainya di tempat parkir ternyata tukang bubur masih ada. Hisyam menghampiri penjual bubur.
“Pak, pesan satu. Pakai telor, ya!” ujar Hisyam.
“Telornya habis, Pak,” kata penjual bubur.
“Kalau begitu bubur saja, Pak,” ujar Hisyam. Penjual bubur membuatkan bubur pesanan Hisyam.
“Pak minta air minumnya, ya? tanya Hisyam.
“Silahkan, Pak,” jawab penjual bubur. Hisyam menuangkan air the dari teko ke gelas lalu ia memberikan kepada Mita. Mita memium air itu sedikit demi sedikit. Hisyam duduk di sebelah Mita. Tak lama kemudian bubur pesanan Hisyam sudah siap.
“Ini buburnya, Pak.” Penjual bubur memberikan bubur kepada Hisyam.
“Ini buat kamu.” Hisyam memberikan bubur kepada Mita.
“Bapak tidak makan?” tanya Mita.
“Tidak. Tadi saya sudah makan di rumah,” jawab Hisyam.
Mita memakan buburnya sedikit demi sedikit. Tiba-tiba Mita hendak muntah.
“Kenapa? Perut kamu mual?” tanya Hisyam khawatir.
“Iya, Pak,” jawab Mita.
“Kamu punya penyakit asam lambung?” tanya Hisyam.
“Tidak, Pak,” jawab Mita.
Hisyam berpikir sejenak. Biasanya yang suka mau muntah adalah penderita asam lambung atau ibu hamil.
Jangan-jangan dia hamil, kata Hisyam di dalam hati.
“Kamu hami?” tanya Hisyam dengan suara yang pelan agar tidak kedengaran orang lain. Mita diam, ia tidak menjawab pertanyaan Hisyam.
“Oke, saya mengerti. Siapa nama kamu dan berapa usia kamu?,” tanya Hisyam.
“Saya Mita, usia saya tujuh belas tahun,” jawab Mita.
“Kamu tunggu dulu di sini.” Hisyam beranjak dari tempat duduk menuju ke mobilnya. Tak lama ia kembali membawa secarik kertas putih.
“Nanti kamu mampir ke apotik beli vitamin ini.” Hisyam memberikan kertas itu kepada Mita. Mita membaca kertas itu yang ternyata adalah resep obat. Di atas resep obat tertulis nama dr. Hisyam Bakhtiar Sp.OG
“Ini obat apa?” tanya Mita dengan penuh selidik. Bagaimanapun juga ia tidak boleh meminum sembarangan obat.
“Itu vitamin mual. Aman kok untuk kamu,” jawab Hisyam.
“Bapak dokter?” tanya Mita. Tapi dari penampilannya Hisyam terlihat bersih dan rapih persis seperti dokter-dokter yang ia lihat di rumah sakit.
“Iya,” jawab Hisyam.
“Ayo habiskan makanmu! Nanti saya antar pulang,” ujar Hisyam.
“Tidak usah, Pak. Saya pulang naik ojek online saja,” jawab Mita. Ia tidak ingin merepotkan orang lain.
“Jangan naik ojek online! Kamu sedang keadaan tidak fit. Kamu naik taksi online, nanti saya bayarin ongkos taksinya,” ujar Hisyam.
“Terima kasih, Pak,” ucap Mita.
Akhirnya Mita bisa menghabiskan bubur itu tanpa dimuntahkan lagi. Mita memesan taksi online untuk pulang ke rumah. Hisyam mengeluarkan uang dari dompetnya lalu ia memberikan uang sebanyak dua ratus ribu rupiah kepada Mita.
“Ini untuk bayar taksi online. Sisanya untuk membeli vitamin yang ada di resep obat,” ujar Hisyam.
“Terima kasih, Pak,” ucap Mita. Kemudian Hisyam membayar bubur.
“Ayo kita tunggu taksi di depan,” ujar Hisyam. Merekapun beranjak menuju ke depan TPU. Ternyata taksi sudah sampai di depan TPU. Hisyam membukakan pintu untuk Mita. Mita masuk ke dalam taksi.
“Titip adik saya ya, Pak!” ujar Hisyam kepada supir takssi.
“Iya, Pak,” jawab supir taksi.
Hisyam menutup pintu lalu taksi itu pun melaju meninggalkan TPU.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
aira aira
hisyam idaman gue bnget
2024-02-27
1
Yani
Mampue ah...
2023-09-11
1
Erna Wati
org bdg geningan😁
2023-05-01
1