Sedih

Tepat jam delapan pagi notaris pak Mahendra pun tiba di rumahnya. Terlihat wajah bu Minar dan Reza penuh rasa kecewa menerima keputusan pak Mahendra.

“Nayla mana, kenapa tidak dipanggil?” tanya pak Mahendra pada istrinya.

“Entar Pi, biar Reza panggil dulu.” Reza langsung menemui istrinya yang sedang di kamar.

Tidak lama kemudian Nayla pun datang.

“Ada apa Pi?” tanya Nayla.

“Kamu duduk di situ karena ada berkas yang harus kamu teken,” pinta pak Mahendra.

Nayla langsung duduk di samping suaminya dan tidak lama kemudain pak Iriansyah yang merupakan notaris itu menyodorkan map yang berisi berkas yang harus diteken Nayla.

Kemudian Nayla meneken sebuah berkas yang isinya kepemilikan rumah mewah, sedangkan Reza menekan kepemilikan perusahaan pak Mahendra. Bu Minar yang menyaksikan ini hanya bisa pasrah walaupun dalam hatinya sangat kesal karena Nayla dihadiahkan sebuah rumah mewah.

Pak Iriansyah langsung menutup berkas yang sudah diteken Reza dan Nayla. Dia kemudian memasukkan map tersebut ke dalam tasnya.

“Setelah semua berkas selesai diteken, berarti berkas ini telah sah secara hukum dan siapa pun tidak bisa menggugatnya, termasuk anak kandung pak Mahendra sendiri,” jelas pak Iriansyah.

“Iya Pak, saya mengerti,” ucap Reza.

“Kalau begitu, saya permisi dulu ya Pak,” ucap pak Iriansyah pamit.

“Terima kasih sebelumnya Pak.” Pak Mahendra langsung menyalam tamunya.

Setelah kepergian pak Iriansyah dari rumah itu, pak Mahendra langsung mengajak Reza dan Nayla ke rumah mereka yang baru.

“Gimana, pakaian kalian sudah kalian bereskan semuanya?”

“Pakaian Nayla sudah Pi,” jawan Nayla.

“Kalau pakaian kamu Reza, sudah juga?”

Reza hanya pandang-pandangan dengan istrinya.

“Sudah Pi, tapi masih sebahagian,” jelas Nayla.

“Loh, bukannya hari ini kalian sudah tau kalau akan pindah ke rumah baru kalian.”

“Maaf Pi, mas Reza nya nggak mau kalau pakaiannya dibawa semua,” ucap Nayla.

“Memangnya kenapa Za?” tanya pak Mahendra heran.

Reza sengaja tidak membawa pakaiannya semua karena dia tidak yakin dengan pernikahannya dengan Nayla. Dia sudah punya rencana tersendiri. Kalau semua harta kekayaan papinya sudah jatuh ke tangannya, maka dia akan menikahi Vera dan kemudian menceraikan Nayla. Itulah rencana yang sudah disusunnya sejak awal.

“Besok-besok kalau kami kemari, akan Reza bawa semua Pi,” jelas Reza.

“Yaudah, ayo kita pergi sekarang,” ajak pak Mahendra.

Pak Mahendra satu mobil dengan istrinya dan di Ijah, sedangkan Reza hanya dengan istrinya saja. Kedua mobil itu pun melaju kencang menebus jalan raya yang tampak padat oleh kendaraan baik mobil maupun sepeda motor.

Setelah hampir setengah jam perjalanan, tibalah mereka di sebuah komplek perumahan yang sangat mewah. Sepanjang jalan menuju ke perumahan itu ditumbuhi dengan bunga-bunga yang sangat indah dipandang mata dan terbentang luas kebun anggrek milik salah seorang warga. Nayla yang gemar akan bunga sangat menikmati pemandangan itu dan ingin sekali rasanya untuk memetik bunga-bunga yang cantik itu. Tidak lama kemudain mereka pun sampai di rumah yang akan mereka tempati.

“Inilah rumah yang akan kalian tempati,” ucap pak Mahendra memperlihatkan rumah mewah dan megah yang berwarna putih.

Rumahnya bertingkat dengan model seperti bangunan Belanda. Bangunan cukup tinggi dengan semuanya berwarna putih baik dinding, pintu, maupun jendelanya. Pintu dan jendela semuanya dari kaca sehingga tembus pandang sampai ke dalam.

Begitu masuk ke dalam terdapat tirai yang sangat mewah berwarna hijau lumut senada dengan dinding di dalam rumahnya. Perabotannya juga sangat mewah dengan bahan dasar semuanya dari kayu jati dan berukiran jepara. Nayla memandangnya sangat takjub dengan keindahan perabotan yang ada di dalam rumah itu. Tidak bisa dibayangkan Nayla ternyata pemberian pak Mahendra sangat mahal. Nayla tidak menyangka kalau pak Mahendra sangat baik padanya berbanding terbalik dengan suami dan ibu mertuanya.

“Mulai sekarang kalian harus bisa hidup bersama dalam satu atap baik suka maupun duka harus kalian lalui bersama. Papi harap kalian bisa hidup rukun, damai menjadi keluarga yang sakinah. Untuk kamu Reza, kamu harus bisa menyayangi Nayla sebagai istri kamu. Jangan pernah kamu sia-siakan dia karena kesuksesan seseorang atas doa dan dukungan dari seorang istri. Kamu Nayla, kalau suami kamu menyakiti hati kamu, kamu harus kasitau papi ya. Jangan kamu diam aja,” jelas pak Mahendra. Nayla dan Reza hanya menganggukkan kepalanya.

“Kalau ada waktu, kamu sering main ke rumah juga Za,” ucap bu Minar.

“Pasti Mi, Reza pasti sering pulang ke rumah,” jawab Reza.

“Tapi kamu datang harus bawa istri kamu, jangan datang sendiri,” pintah pak Mahendra.

“Baik Pi.”

“Oh ya, bi Ijah akan ikut kalian di sini membantu Nayla mengerjakan pekerjaan rumah,” ucap pak Mahendra lagi.

Setelah pak Mahendra dan istrinya pergi, Reza langsung masuk ke kamarnya diikuti Nayla yang berjalan di belakangnya.

“Sesuai dengan kesepakatan yang telah aku buat bahwa kamu tidur di sofa dan aku tidur di ranjang.”

“Baik Mas, aku siap dengan keputusan Mas,” jawab Nayla tegas membuat Reza merasa heran.

‘Nayla kelihatannya lembut tapi hatinya keras juga. Dia tidak mengeluh dengan keputusanku,’ batin Reza.

“Mas, kalau nggak aku tidur di kamar sebelah aja ya?” ucap Nayla.

“Kamu tetap tidur di kamar ini aja.”

“Memangnya kenapa Mas?”

“Kalau kamu merasa tersiksa tidur di sofa, yaudah sekarang kamu yang tidur di ranjang biar aku yang tidur di sofa.”

Sebenarnya Reza khawatir kalau mereka pisah kamar bi Ijah pasti tau dan akan melaporkan pada papinya.

***

Selesai sholat isya, Nayla langsung naik ke tempat tidur sedangkan Reza masih asik nonton TV. Saat Nayla akan memenjamkan matanya tiba-tiba ponsel Reza berbunyi. Buru-buru Reza meraih ponsel yang ada di atas nakas di dekat ranjang Nayla.

[“Hallo Sayang, ada apa?”]

Nayla yang mendengar suaminya menyebut kata sayang pada wanita lain hanya diam tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam hati kecilnya dia merasa sedih dan kecewa dengan sikap suaminya yang lebih mencintai wanita lain dari pada dirinya yang telah menjadi istrinya.

‘Kamu harus kuat Nayla. Jangan pernah menangis. Tunjukkan kalau kamu itu kuat, supaya suami kamu bisa sadar dengan sendirinya.’

Walaupun Nayla telah bersepakat dengan Reza bahwa tidak akan mencampuri kehidupan pribadi masing-masing, tapi mendengar suaminya menyebut kata ‘sayang’ hati Nayla pun merasa teriris. Dia merasa tidak dihargai sebagai seorang istri. Akhirnya Nayla hanya bisa mendengar pembicaraan Reza dengan Vera walau pun dia pura-pura sudah tidur.

[“Reza, kamu harus janji dengan ucapan kamu ya. Kamu jangan pernah bohongi aku.”] Terdengar suara Vera yang terlihat sangat khawatir.

[“Kamu yang sabar ya Sayang. Yakinlah apa yang pernah aku katakan, apa yang pernah aku janjikan akan aku buktikan. Jadi kamu jangan pernah khawatir ya. Tunggu saat yang tepat pasti impian kita akan terwujud. Aku juga kangen sama kamu Sayang, tapi untuk saat ini kita nggak bisa ketemu dulu. Nanti kalau ada waktu yang tepat pasti aku kabarin.”]

Perkataan Reza pada kekasihnya membuat Nayla tidak dapat membendung air matanya yang tumpah deras. Dadanya terasa sesak mendengar pembicaraan itu.

‘Kenapa aku merasa sedih seperti ini, sementara kami sudah sepakat untuk tidak saling mencampuri masalah pribadi kami. Tapi ketika aku mendengar pembicaraan mas Reza hatiku sangat sakit. Ya Allah berilah aku kekuatan dalam menghadapi ujian ini. Berilah kesabaran dalam diriku dalam menghadapi ini semua,’ batin Nayla sambil menangis dibalik bantal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!