BAB 5 | Rahasia yang Terbongkar

Airin pulang ke apartmene miliknya setelah ia selesai bekerja. Namun ketika ia masuk, Airin melihat dua pasang sepatu yang sangat ia kenali ada didalam rumahnya. Kedua orang tuanya datang dan duduk di ruang tamu tampak menunggu kepulangan anak mereka, Airin cukup senang kedua orang tuanya datang berkunjung namun wajah mereka terlihat berbeda. Sang ibu menatap Airin dengan mata yang sembab seperti habis menangis sedangnya ayahnya tak menatap Airin sedikitpun.

“Mama, papa. Mengapa datang tak memberitahu Airin terlebih dahulu? Airin belum menyiapkan apapun, tunggulaah sebentar”, ucap Airin yang segera pergi kedapur untuk menjamu kedua orang tuanya

“Airin duduk!!”, perintah ayahnya dengan nada sedikit marah. Airin menahan langkahnya ketika ia mendengar suara ayahnya yang sedikit meninggi. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka, Airin duduk dihadapan kedua orang tuanya dan menatap mereka seperti tak tahu apapun.

“Apa ini?”, tanya ibunya pada Airin dengan melemparkan hasil tes darah milik Airin di meja depan mereka. Airin terkejut melihat hasil itu ada bersama kedua orang tuanya. Tanpa mengatakan apapun Airin hanya diam dan matanya mulai sembab, ia menahan diri agar tak menangis.

Niat hati ingin menyembunyikan masalah dirinya yang terkena penyakit kanker darah pada kedua orang tuanya namun gagal. Mereka tahu terlebih dahulu dari yang telah direncanakan dari Airin.

“Airin jawab!!”, teriak ibunya pada Airin yang membuat Airin menangis.

Mereka berdua tak kuasa menahan tangis melihat anak yang mereka sayangi menyembunyikan hal yang sangat penting dibelakang mereka, ayah Airin datang dan memeluk Airin dengan lembut. Tangis Airin pecah saat itu juga ketika ayahnya memeluk lembut dirinya.

“Ahhh... Mama, papa... Maafkan Airin” lirihnya sambil menangis. Mengetahui anak satu satunya sedang menghadapi penyakit yang sangat serius sang ayah ikut menangis.

“Tenanglah, sudah. Mama dan papa ada disini bersama Airin, Airin tak sendirian sayang”, ujar ayahnya lembut pada Airin sambil mengusap air mata yang terus saja keluar tiada henti.

Dalam diam mereka duduk bersama tanpa mengeluarkan satupun kata kata dari mulut mereka, suasana hening seketika setelah mereka menangis bersama.

“Selama mama dan papa masih hidup kamu adalah tanggung jawab kami, meskipun kamu sudah dewasa dan dapat hidup sendiri. Pahami itu Airin” ucap ayahnya yang memulai pembicaraan.

“Mulai besok kamu pulang ke rumah, tinggalkan apartemenmu dan juga pekerjaanmu. Jangan pikirkan kekasihmu, fokus pada penyembuhanmu!”, perintah ibu Airin padanya.

Semakin kesal ia dibuatnya, seakan akan kedua orang tuanya membatasi dirinya karena penyakit yang ia derita. Airin merasa seperti ia dikurung oleh kedua orang tuanya.

“Tidak, Airin tak mau lakukan itu mama. Baiklah, Airin akan pulang ke rumah dan meninggalkan apartemen ini namun tidak dengan berhenti bekerja atau menjauhi Billy. Airin tak bisa lakukan itu mama”, bantah Airin pada perintah ibunya yang menyuruh dirinya untuk membatasi lingkungan sekitarnya.

“Airin mohon, Airin tahu kalau mama dan papa menyayangi Airin namun jangan perlakukan Airin seperti ini, biarkan Airin menjalani kehidupan Airin meski penyakit ini masih bersarang di tubuh Airin”, pinta Airin memohon sambil menyatukan kedua tangannya pada kedua orang tua yang duduk dihadapannya.

Tak ada orang tua yang mengingini anaknya menjalani hidup yang sulit disaat mereka memiliki segalanya untuk mencukupi kebutuhan anaknya dan lagi, Airin sudah tak seperti dahulu. Karena penyakitnya, ia membutuhkan orang lain disampingnya.

“Baiklah, segera kamu buat jadwa denga dokter untuk terapimu. Dan kalau sampai kamu bekerja melebihi batas, mama takkan segan segan untuk memaksamu keluar dari pekerjaanmu, bahkan mengakhiri hubunganmu dengan Billy, pahami itu”, balas ibunya melunak pada Airin, pada akhirnya kedua prang tua Airin memberikan kelonggaran bagi putri semata wayang mereka meski sebenarnya mereka tak ingin melakukannya.

Sungguh berat hari hari yang dilalui Airin, seperti beban baginya. Semua yang ia lakukan saat ini harus lebih berhati hati dari sebelumnya, ia tak ingin ibunya mengetahui jika ia sampai lalai bahkan tak mampu menjaga diri dengan baik atau ia akan dipaksa pulang dan berdiam diri dirumah, memutuskan semua hubungan dengan teman sahabat atau pacarnya.

...****************...

Program acara bagi tim 3 telah selesai, mereka membereskan pekerjaan mereka dan bersiap untuk pulang ketika jam menunjukkan pukul empat sore.

“Tim tiga, jangan pulang dahulu. Kita akan makan malam dengan tim sepulang bekerja. Pak Beni yang akan membayar seluruh tagihannya”, seru salah seorang rekan Airin memberikan informasi yang membuat mereka semua senang.

Makan malam di sebuah restoran cukup mewah bersama tim sangat jarang dilakukan, hanya dua atau tiga kaali dalam sebulan, kebersamaan dan kebahagiaan sangat terasa diantara mereka, sejenak Airin mampu melupakan bebannya dan bersenang senang dengan teman satu timnya.

Disaat mereka sedang bersenda gurau, sakit kepala itu datang kembali. Airin dengan cepat merogoh tasnya untuk mencari obat dari dokter namun ternyata ia lupa memasukkannya ke dalam tas setelah siang tadi ia minum di kantor.

“Sial, sepertinya itu tertinggal di kantor, apa yang harus ku lakukan? Kepalaku, semakin sakit”, rintihnya sambil menahan sakit kepalanya sambil menunduk dan memejamkan kedua matanya. Bianca yang berada di hadapan Airin mengerti apa yang terjadi pada sahabatnya itu.

“Airin, bukankah kamu harus pulang? Katamu kedua orang tuamu membutuhkan bantuanmu malam ini?”, ucap Bianca pada Airin dihadapan kawan satu timnya.

“Cepatlah, antar aku pulang terlebih dahulu sebelum terlalu larut”, sambung Bianca berdiri sambil menggandeng Airin yang seperti sudah tak sanggup lagi menahan sakitnya.

“Semua, kami pamit pulang dahulu, terimakasih untuk makan malamnya”, pamit Bianca pada mereka semua.

Langkah mereka yang sudah cukup jauh dari rekan satu timnya, Bianca mengambil tas Airin yang sudah tak kuat lagi.

“Dimana obatmu?”, tanya Bianca

“Sepertinya tertinggal di kantor. Aku lupa memasukannya”, balas Airin memegangi kepalanya yang sangat sakit, pandangannya mulai melebur ketika ia sedang berbicara dengan Bianca.

“Dasar bodoh. Kamu memiliki obat di rumahmu bukan? Kemarikan kunci mobilmu, biar aku yang menyetir”, ucap Bianca panik melihat sahabatnya yang sangat ceroboh itu. Airin tak memiliki pilihan lain selain mengikuti apapun yang Bianca lakukan padanya.

Wajah Airin semakin pucat karena ia tak meminum obat dari dokter untuk meredakan sakit kepalanya, ia bahkan berbicara sambil emnutup kedua matanya sangking tak kuatnya menahan beratnya kepaala.

“Kamu yakin tak ingin memberitahukan kondisimu pada Billy? Hanya dia yang tak mengetahuinya Rin”, ucap Bianca lembut pada Airin.

Airin menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, membayangkan dirinya mengatakannya pada Billy saja sudah membuatnya takut.

“Tidak Bi, biarkan saja seperti ini, setidaknya ia masih beranggapan bahwa ia sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya dengan normal. Aku takut Billy akan meninggalkanku setelah ia mengetahui penyakitku yang peluaang sembuhnya cukup kecil”, balas Airin pada Bianca dengan mata tertutup.

“Semenjak kamu sakit, kamu selalu berpikir negatif, apa kamu sadar? Kamu sedikit berubah Airin, mengapa tak menjadi Airin yang dahulu dengan pikiran positif? Berhentilah berpikir buruk dalam segala hal, kamu akan lelah sendiri”, balas Bianca yang masih mencoba membujuk Airin untuk mengatakan sejujurnya pada Billy tentang kondisi dirinya.

Episodes
1 BAB 1 | Mabuk
2 BAB 2 | Darah?
3 BAB 3 | Kehidupan dengan Darah
4 BAB 4 | Mencoba Kembali Seperti Dahulu
5 BAB 5 | Rahasia yang Terbongkar
6 BAB 6 | Permintaan Kencan
7 BAB 7 | Perlahan Menghilang
8 BAB 8 | Takut Kehilanganmu
9 BAB 9 | Tulip Merah
10 BAB 10 | Airin dan Yuki
11 BAB 11 | Bolehkah Aku Menginginkannya?
12 BAB 12 | Hati yang Tak Mungkin Tergapai
13 BAB 13 | Kejang
14 BAB 14 | Tetaplah Bersamaku
15 BAB 15 | Pertengkaran Kecil
16 BAB 16 | Yuki Bukan Airin
17 BAB 17 | Separuh Hati yang Kosong
18 BAB 18 | Dibalik Secangkir Kopi
19 BAB 19 | Pada Siapa Aku Harus Percaya?
20 BAB 20 | Antara Airin dan Yuki
21 BAB 21 | Hati yang Semakin Menjauh
22 BAB 22 | Hari Bersamanya
23 BAB 23 | Siapa Pria Itu?
24 BAB 24| Masih Dengan Perasaan Yang Sama
25 BAB 25 | Mencoba Menggapainya Kembali
26 BAB 26 | Hubungan Yang Tidak Baik Baik Saja
27 BAB 27 | Dua Wanita Dengan Masalahnya
28 BAB 28 | Terbakar Api Cemburu
29 BAB 29 | Jangan Hilangkan Senyumanmu
30 BAB 30| Tuntutan Seorang Anak
31 BAB 31 | Calon Menantu dan Calon Mertua
32 BAB 32 | Milikku Adalah Milikku
33 BAB 33 | Tak Bisa Dipercaya
34 BAB 34 | Awal Pertemanan
35 BAB 35 | Untukmu dan Untuknya
36 BAB 36 | Rasakan Aku
37 BAB 37 | Cemburu
38 BAB 38 | Apa yang Terjadi Dengannya?
39 BAB 39 | Rindu
40 BAB 40 | Bersenang Senang
41 BAB 41| Segelintir Sampah
42 BAB 42 | Melepaskan Airin?
43 BAB 43 | Wanita Itu Adalah Kamu
44 BAB 44 | Rahasia Yuki
45 BAB 45 | Kenyataan Awal
46 BAB 46 | Pemeran Utama
47 BAB 47 | Pertemuan Singkat
48 BAB 48 | Puncak Kemarahan Billy
49 BAB 49 | Karenanya Kamu Terluka
50 BAB 50 | Bukan Aku yang Kamu Cari tapi Dia
51 BAB 51 | Munculnya Orang Ketiga
52 BAB 52 | Semakin Lama Semakin Menjauh
53 BAB 53 | Langkah Awal Denis
54 BAB 54 | Pernikahan? Ku Rasa Tidak
55 BAB 55 | Sifat Asli Billy
56 BAB 56 | Airin, Maafkan Aku
57 BAB 57 | Satu Malam Bersama Denis
58 BAB 58 | Billy Adalah Milikku
59 BAB 59 | Luluh
60 BAB 60 | Peranmu Yang Ku Inginkan
61 BAB 61 | Misi Untuk Menghancurkan Hubungan Airin dan Billy
62 BAB 63| Kekecewaan Airin dan Kemarahan Billy
63 BAB 63 | Menangis Bersamaku
64 BAB | 64 Senyummu Sumber Bahagiaku
65 BAB | 55 Serangan Denis
66 BAB 66 | Si Pembuat Malu dan Si Penggoda
67 BAB 67 | Keseriusan Denis
68 BAB 68 | Trauma Airin
69 BAB 69 | Aku Hamil
70 BAB 70 | Zona Merah
71 BAB 71 | Ketika Denis Tak Bersamaku
72 BAB 72 | Denis, Tolong Aku!
73 BAB 73 | Menebus Kesalahanku
74 BAB 74 | Masih Dengan Perasaan Yang Sama?
75 BAB 75 | Dia Hamil. Mari Kita Selesaikan
76 BAB 76 | I Loved You
77 BAB 77 | Salah Tingkah
78 BAB 78 | Will You Marry Me?
79 BAB 79 | Undangan Pernikahan
80 BAB 80 | Selamat Tinggal Airin <END>
Episodes

Updated 80 Episodes

1
BAB 1 | Mabuk
2
BAB 2 | Darah?
3
BAB 3 | Kehidupan dengan Darah
4
BAB 4 | Mencoba Kembali Seperti Dahulu
5
BAB 5 | Rahasia yang Terbongkar
6
BAB 6 | Permintaan Kencan
7
BAB 7 | Perlahan Menghilang
8
BAB 8 | Takut Kehilanganmu
9
BAB 9 | Tulip Merah
10
BAB 10 | Airin dan Yuki
11
BAB 11 | Bolehkah Aku Menginginkannya?
12
BAB 12 | Hati yang Tak Mungkin Tergapai
13
BAB 13 | Kejang
14
BAB 14 | Tetaplah Bersamaku
15
BAB 15 | Pertengkaran Kecil
16
BAB 16 | Yuki Bukan Airin
17
BAB 17 | Separuh Hati yang Kosong
18
BAB 18 | Dibalik Secangkir Kopi
19
BAB 19 | Pada Siapa Aku Harus Percaya?
20
BAB 20 | Antara Airin dan Yuki
21
BAB 21 | Hati yang Semakin Menjauh
22
BAB 22 | Hari Bersamanya
23
BAB 23 | Siapa Pria Itu?
24
BAB 24| Masih Dengan Perasaan Yang Sama
25
BAB 25 | Mencoba Menggapainya Kembali
26
BAB 26 | Hubungan Yang Tidak Baik Baik Saja
27
BAB 27 | Dua Wanita Dengan Masalahnya
28
BAB 28 | Terbakar Api Cemburu
29
BAB 29 | Jangan Hilangkan Senyumanmu
30
BAB 30| Tuntutan Seorang Anak
31
BAB 31 | Calon Menantu dan Calon Mertua
32
BAB 32 | Milikku Adalah Milikku
33
BAB 33 | Tak Bisa Dipercaya
34
BAB 34 | Awal Pertemanan
35
BAB 35 | Untukmu dan Untuknya
36
BAB 36 | Rasakan Aku
37
BAB 37 | Cemburu
38
BAB 38 | Apa yang Terjadi Dengannya?
39
BAB 39 | Rindu
40
BAB 40 | Bersenang Senang
41
BAB 41| Segelintir Sampah
42
BAB 42 | Melepaskan Airin?
43
BAB 43 | Wanita Itu Adalah Kamu
44
BAB 44 | Rahasia Yuki
45
BAB 45 | Kenyataan Awal
46
BAB 46 | Pemeran Utama
47
BAB 47 | Pertemuan Singkat
48
BAB 48 | Puncak Kemarahan Billy
49
BAB 49 | Karenanya Kamu Terluka
50
BAB 50 | Bukan Aku yang Kamu Cari tapi Dia
51
BAB 51 | Munculnya Orang Ketiga
52
BAB 52 | Semakin Lama Semakin Menjauh
53
BAB 53 | Langkah Awal Denis
54
BAB 54 | Pernikahan? Ku Rasa Tidak
55
BAB 55 | Sifat Asli Billy
56
BAB 56 | Airin, Maafkan Aku
57
BAB 57 | Satu Malam Bersama Denis
58
BAB 58 | Billy Adalah Milikku
59
BAB 59 | Luluh
60
BAB 60 | Peranmu Yang Ku Inginkan
61
BAB 61 | Misi Untuk Menghancurkan Hubungan Airin dan Billy
62
BAB 63| Kekecewaan Airin dan Kemarahan Billy
63
BAB 63 | Menangis Bersamaku
64
BAB | 64 Senyummu Sumber Bahagiaku
65
BAB | 55 Serangan Denis
66
BAB 66 | Si Pembuat Malu dan Si Penggoda
67
BAB 67 | Keseriusan Denis
68
BAB 68 | Trauma Airin
69
BAB 69 | Aku Hamil
70
BAB 70 | Zona Merah
71
BAB 71 | Ketika Denis Tak Bersamaku
72
BAB 72 | Denis, Tolong Aku!
73
BAB 73 | Menebus Kesalahanku
74
BAB 74 | Masih Dengan Perasaan Yang Sama?
75
BAB 75 | Dia Hamil. Mari Kita Selesaikan
76
BAB 76 | I Loved You
77
BAB 77 | Salah Tingkah
78
BAB 78 | Will You Marry Me?
79
BAB 79 | Undangan Pernikahan
80
BAB 80 | Selamat Tinggal Airin <END>

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!