Tepat pukul empat sore Airin telah bersiap pergi bekerja, bersama mobil pribadinya ia berangkat dari apartemennya menuju kantornya yang berada di Surabaya Timur, suasana macet yang cukup panjang selalu terjadi di Surabaya, bagaimana tidak, Surabaya dinobatkan sebagai kota metropolitan No 2 di Indonesia. Namun di tengah percalanan, Airin merasakan kepalanya mulai berdenyut dan perlahan sakit dikepalanya semakin terasa, bahkan darah pun ikut keluar dari hidung Airin ditengah kemacetan itu.
“Hah.. Apa ini? Darah?”, tanya Airin terkejut ketika lendir berwarna merah itu seketika turun keluar dari kedua lubang hidugnya. Airin segera mengambil tisu lalu menyeka darahnya itu dengan tisu. Perlahan sakit di kepalanya hilang dan pandangan Airin kembali normal seperti sebelumnya.
“Ada apa denganku? Mengapa mendadak aku pusing dan mimisan?”, tanya Airin bingung pada dirinya sendiri. Airin mengabaikan alarm tubuhnya dan tak menghiraukannya, ia menganggap bahwa sakit kepala dan mimisan bukan hal yang penting dan tak perlu terlalu ditanggapi olehnya. Airin bekerja seperti biasanya, ia juga harus bersiap untuk pergi ke Kantor Gubernur Jawa Timur untuk meliput sebuah rapat disana bersama timnya.
Wajahnya yang cukup pucat tertangkap basah oleh Bianca yang saat itu berpapasan dengannya ketika hendak memasuki sebuah ruangan, mungkin semua orang tak menyadari bahwa Airin sedanng tidak baik baik saja tetapi berbeda dengan Bianca, ia sangat peka pada Airin. Segera Bianca menghampiri Airin dan memastikan bahwa sahabatnya itu baik baik saja.
“You good?”, tanya Airin menatap Airin yang terlihat sedikit pucat dimatana. Pertanyaan Bianca mendapat sebuah anggukkan dari Airin yang menandakan bahwa dirinya baik baik saja, Airin melepaskan genggaman tangan Bianca dan berjalan masuk ke dalam ruangannya, sementara Bianca masih terdiam melihat sikap sahabatnya itu yang sangat terlihat tak baik baik saja di matanya.
Bersama dengan timnya, Airin berangkat ke Kantor Gubernur untuk meliput sebuah berita, ia yang mulai merasa tubuhnya tak baik baik saja masih mengabaikannya dan menganggap bahwa dirinya hanya membutuhkan istirahat karena terlalu lelah dalam bekerja. Dalam perjalanan ke Kantor Gubernur, kepalanya kembali terasa sakit namun kali ini tak disertai dengan mimisan, ia hanya merasakan sakit dikepalanya dan seketika Airin kehilangan kesadarannya didalam mobil, membuat kawan satu timnya panik.
“Airin!! Rin bangun”, panggil salah satu kawannya dengan panik
“Telpon kantor, minta kirim satu atau dua orang menggantikan posisi Airin, keadaannya yang seperti ini tak mungkin kita biarkan dia ikut dalam meliput berita”, seru kawan lainnya, suasana yang sebelumnya baik baik saja mendadak menjadi sedikit panik karena kejadian Airin pingsan didalam mobil secara tiba tiba.
Bianca dan salah satu crew yang menggantikan posisi Airin datang, mereka segera masuk ke dalam Kantor Gubernur dan meninggalkan Airin juga Bianca didalam mobil sambil menunggu Airin sadar kembali. Sebelumnya Bianca sudah merasa bahwa Airin sedang tak baik baik saja namun ia menutupi keadaan dirinya, dengan setia Bianca menunggu Airin hingga ia sadar kembali sementara teman satu tim Airin berada didalam untuk meliput berita.
“Rin, sudah sadar?”, tanya Bianca sambil membantu Airin duduk dengan posisi yang benar.
Airin masih tetap memegangi kepalanya masih terasa sedikit sakit dan melihat sekitar, ia tak mendapati kawan satu timnya ada bersamanya, hanya Bianca yang menemaninya kala itu disaat ia pingsan.
“Mereka semua ada didalam? Aku juga haru masuk bersama mereka”, seru Airin mencoba membuka pintu mobil untuk masuk ke dalam gedung, namun Bianca berhasil menahan Airin untuk tetap tinggal bersamanya sampai taksi yang dipesan datang.
“Tidak, kamu tetap disini bersamaku, kita kembali ke studio”, seru Bianca pada Airin dengan wajah panik bercampur kesal.
“Mana mungkin bisa ku lakukan Bi? Mereka kekurangan orang”, seru Airin masih mencoba memaksakan diri untuk masuk kedalam.
“Kantor sudah mengirimkan Siska menggantikan posisimu, sekarang kita kembali ke kantor, ini perintah Pak Beni”, seru Bianca yang terpaksa membawa nama Pak Beni, atasan mereka karena ia tahu jika aka sangat sulit membawa Airin kembali ke kantor disaat seperti ini. Mendengar Bianca membawa nama atasannya, Airin terpaksa menurut dan ikut kembali ke kantor bersama Bianca.
Airin masih sangat yakin bahwa dirinya tak apa, dalam taksi ia hanya melihat ke luar jendela dan berusaha untuk berpikir positif seperti yang selalu dilakukannya.
“Mau ku temani pergi ke dokter?”, tanya Bianca lembut pada Airin sambil menggenggam tangan sahabatnya yang terus saja memalingkan wajahnya melihat keluar jendela. Airin menggelengkan kepalanya menolak ajakan Bianca untuk memeriksakan dirinya ke dokter, keyakinan dalam dirinya sangat kuat jika ia masih baik baik saja.
“Aku hanya memerlukan istirahat yang lebih banyak. Mungkin saja aku hanya kelelahan”, jawab Airin dengan suara sengau. Bianca membiarkan Airin sendiri dan tak mengganggunya untuk sementara waktu.
Sesampainya di kantor, Airin masuk begitu saja dan meninggalkan Bianca diluar. Untuk mengalihkan pikirannya dari pemikiran yang negatif, Airin mengerjakan apapun yang dapat ia kerjakan hingga waktu baginya untuk pulang. Ketika hendak bersiap pulang, pandangannya kembali kabur dan sakit kepala menyerangnya lagi, kali ini ia kembali mimisan seperti sebelumnya, sakit kepala yang semakin terasa membuatnya tak kuat untuk berdiri dengan kedua kakinya, Airin memegangi kepalanya dan ia jatuh tersungkur ke bawah, darah pun keluar terus menerus dari hidungnya. Beruntung saat itu Bianca datang dan melihat Airin yang jatuh tersungkur menahan sakit kepalanya.
“Airin!!”, teriak Bianca memanggil nama Airin, Bianca lebih panik ketika ia melihat darah keluar dari hidungnya, kini Bianca sangat yakin bahwa Airin tidak dalam keadaan baik baik saja.
Bianca membantu Airin untuk berdiri dan duduk pada kursinya, ia juga menyeka darah yang keluar dari hidung Airin, juga yang ada di lantai. Bianca membantu Airin menenangkan dirinya sampai ia merasa jauh lebih baik dari sebelumnya, meski butuh waktu namun Bianca selalu ada di sisi Airin.
“Sudah merasa lebih baik?”, tanya Bianca. Airin hanya mengangguk melihat wajah khawatir sahabatnya itu, ia tersenyum dan menatap Bianca untuk mengurangi rasa kekhawatirannya.
“Sore ini aku akan menemanimu pergi ke dokter, ikuti ucapaku. Kamu tak bisa lagi mengatakan kalau kamu hanya butuh istirahat Airin, sudah berapa kali kamu mimisan? Sudah berapa kali kamu pingsan? Amsih tak sadar juga?”, kesal Bianca pada Airin yang mengacuhkan kesehatannya.
“Aku baik baik saja, tenanglah, jika aku merasa jauh lebih buruk dari ini maka aku akan memintamu menemaniku ke dokter”, jawab Airin mencoba menenangkan Bianca yang panik juga khawatir padanya.
“Billy tahu tentang kondisimu?”, tanya Bianca lagi. Airin hanya menundukkan kepalanya lalu menggeleng, dugaan Bianca benar, ia bahkan tak mengatakannya pada Billy yang adalah kekasihnya.
Ponsel Airin berbunyi, panggilan dari Billy masuk menandakan ia sudah berada di luar kantornya, segera Airin mengemas barang barangnya lalu menggandeng Bianca turun ke bawah.
“Billy telah menjemputku. Kamu tak perlu pusing pusing mengantarku Bi, kekasihku yang akan memastikan aku aman”, ucap Airin sambil tersenyum dengan wajahnya yang sangat terlihat pucat.
“Benahi dulu penampilanmu sebelum bertemu kekasihmu, kamu terlihat seperti nenek nenek yang menyeramkan, pucat dan juga buruk rupa. Pergilah ke toilet dasar bodoh” seru Bianca melihat pada sahabatnya yang tak berpenampilan menarik.
Airin menuruti ucapan Bianca untuk pergi ke toilet dan membenahi penampilannya agar ia terlihat segar dimata kekasihnya meski sebelumnya hal buruk menimpanya. Sedang Bianca masih saja memikirkan kesehatan sahabatnya itu, maksud hati ia ingin mengatakannya secara langsung pada Billy namun ia mengurungkan niatnya, ia tak ingin terlalu ikut campur dalam urusan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Andini Maulidah
sangatlah seru banget sahabatnya sungguh peka
2024-02-11
1
bunga pertemanan sudah kuberikan
2023-03-28
0